Mongabay.co.id

Seruni, Bayi Gajah Liar Pembawa Kabar Gembira Sekaligus Kekhawatiran

Bahagia bercampur resah dan khawatir menerpa Zulhusni Syukri, pegiat Rimba Satwa Foundations (RSF) saat menyaksikan bayi gajah liar yang baru berumur sekitar tiga hari Senin (15/1/18). Bahagia lantaran gajah liar itu kini punya generasi penerus, sekaligus gelisah karena warga terus mengusir rombongan gajah itu termasuk bayi  dengan mercon. BBKSDA Riau baru datang ke lokasi di hari ketiga setelah mendapat informasi.

Gajah kecil itu tampak di kelilingi dua betina dewasa dan satu jantan dewasa. Satwa dilindungi yang terancam punah itu berada di perkebunan ubi warga di Balai Raja, Kabupaten Bengkalis, Riau.

“Awalnya teman-teman patroli gajah (seperti biasa), eh ada jejak kecil. Difotoin jejaknya. Besoknya kita ulang lagi menyisiri jejak rombongan gajah, baru ketemu gajah kecilnya. Usia baru tiga hari karena kita lihat masih belum tegak betul. Masih goyang,” katanya dihubungi Mongabay, Rabu (24/1/18).

Pada 16  Januari, mereka melaporkan kabar soal gajah liar ini kepada BBKSDA. “Mereka kirim dua orang di hari ketiga setelah kita informasikan. Kami khawatir, bayi masih lemah itu terus diusir warga,” katanya.

Saat itu,  beberapa warga yang menunggu kebun mereka merasa terganggu atas keberadaan gajah. Mereka mulai mengusir bahkan menyalakan mercon tembak. Suara dentuman sesekali membuat gajah bereaksi.

Zulhusni dan teman-teman berusaha mengkoordinir pengusiran itu agar tak membuat gajah panik.

“Itu anak gajah kan rentan kalau gajah-gajah panik karena mercon. Bisa jadi terinjak. Kami khawatir, apalagi jika oknum warga mengepung gajah,” katanya.

Dari pergerakan gajah, mereka menuju hutan talang, satu-satunya hutan sekitar 200 hektar yang masih punya tutupan hutan bagus di Balai Raja.

Suaka Margasatwa Balai Raja ditunjuk Menteri Kehutanan pada 6 Juni 1986 dan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan pada 23 Mei 2014 seluas 15.343,95 hektar.

Namun, kata Zulhusni, rombongan gajah tak jadi masuk hutan talang. Dia menduga parit gajah milik Chevron menghambat gajah kecil itu masuk.

“Kemarin sudah mendekat ke hutan, sekarang kembali lagi ke titik ia melahirkan. Masih di pinggir. Hutan Talang itu di kelilingi parit gajah Chevron. Anaknya belum sanggup menyeberang parit. Ada sekitar tiga meter dalamnya,” katanya.  Anak gajah pun kembali ke lokasi awal di kebun warga.

Gajah kecil diberi bernama Seruni ini diklaim sebagai kesuksesan kerja bersama sejumlah pihak dalam memperbaiki ekosistem Balai Raja. Upaya merestorasi dan mempertahankan ekosistem Balai Raja jadi habitat gajah Sumatera yang terancam punah antara lain dengan pemasangan rambu-rambu.

Berdasarkan perhitungan cepat estimasi jejak dan kotoran yang dilakukan BBKSDA dan WWF pada 2009, gajah Sumatera di Riau tinggal 330-340 di sembilan kantong termasuk Balai Raja.

Habitat gajah di Balai Raja, makin tertekan karena perluasan kebun sawit. Hutan tersisa tinggal sekitar 200 hektar. Tekanan lain datang dari pembangunan jalan lingkar luar oleh Pemerintah Bengkalis.

Jalan lingkar luar itu telah membelah kawasan berhutan di Balai Raja. Dari panjang 33 km, tinggal lima km lagi belum dikerjakan.

“Kini tinggal lima km lagi,  itupun setelah kita protes dulu karena pembangunan mengancam habitat gajah. Kondisinya sudah hancur begini, pemerintah kabupaten juga tidak peduli.”

 

Keterangan foto utama: Dua gajah liar  menggiring anaknya melintas di  Suaka Marga Satwa Balai Raja, Kabupaten Bengkalis, Riau, Jumat (19/01/2018). Foto: Wahyudi

Gajah yang masuk perkebunan warga di Balai Raja. Foto: Walhyudi/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version