Mongabay.co.id

200 Kg Sisik Penyu Diamankan, Makassar sebagai Transit Perdagangan Liar Satwa Dilindungi

Makassar menjadi salah satu kota transit perdagangan satwa yang dilindungi. Ini terbukti dari kasus ditangkapnya dua warga negara asing China atas nama Chen Jianyi alias Aii (25) dan Zhong Qiushan alias Acong (31), yang diduga terlibat dalam perdagangan sisik penyu, pada akhir Januari 2018 silam oleh aparat kepolisian di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Iptu Donna Briadi, Kepala Unit Tindak Pidana Tertentu (Tipiter), Bareskrim Polrestabes Makassar, menjelaskan bahwa penangkapan tersebut, dilakukan setelah mendapat informasi dari warga. Mereka ditangkap oleh tim Jatanras Polrestabes Makassar, yang dipimpin oleh Aiptu Syamfhidar di Jalan Sunu, Kompleks Unhas, Kecamatan Tallo, Makassar.

“Setelah ada pengaduan dari warga, tim langsung ke lokasi melakukan pengecekan dan ternyata memang ditemukan 200 kg sisik penyu yang sudah dikeringkan. Dua orang kami amankan. Semuanya WNA, satu sebagai tersangka dan satunya sebagai saksi. Kita langsung bawa tersangka karena barang buktinya ada,” ungkapnya kepada Mongabay-Indonesia, Kamis (08/02/2018).

baca : Sita 51 Penyu Hijau, Kapolda: Bali Target Penyelundupan

 

Penangkapan dua warga negara asing oleh Polrestabes Makassar yang menyimpan 200 kg sisik penyu kering pada 31 Januari 2018 lalu. Foto: Reinhard Soplantila/Detik.Com

 

Menurut Donny, perkara ini sementara dalam berproses, administrasinya sudah periksa semua. Tinggal memeriksa saksi-saksi yang terkait. Selain itu, juga dilakukan pendalaman adanya keterlibatan warga lokal dalam kasus ini.

Tersangka diketahui belum melakukan pengiriman, baru sebatas pengumpulan. Dari pengakuannya kepada penyidik diketahui bahwa sisik penyu tersebut diperoleh dari Kabupaten Sorong, Papua Barat. Makassar hanya sebagai tempat pengumpul dan transit sebelum akhirnya dikirim ke luar.

“Kita masih sementara melakukan pendalaman, namun dari pengakuan sementara diketahui Makassar hanya transit saja. Katanya diambil dari Sorong, Papua. Kita juga kordinasi dengan berbagai pihak yang terkait,” tambah Donna.

Menurut Donna, kasus penangkapan sisik penyu dalam skala besar ini yaitu 200 kg, diperkirakan berasal dari puluhan penyu, adalah pertama kali selama masa jabatannya setahun terakhir.

baca : Balai Karantina Gagalkan Penyelundupan Ratusan Tempurung Penyu Sisik, Eh…Pelaku Kabur

 

Penyu yang akan diselundupkan melalui pedagang pengumpul disembunyikan di sela-sela pohon mangrove. Foto: DKP Pulau Taliabu/Mongabay Indonesia

 

Menurut Andry Indryasworo Sukmoputro, Kepala Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan laut (BPSPL) Makassar Kementerian Kelautan dan Perikanan, selama ini Makassar memang hanya sebagai daerah transit perdagangan satwa yang dilindungi, yang berasal dari berbagai daerah di kawasan timur Indonesia.

“Selama ini yang kami dapatkan info terkait pemanfaatan biota yang dilindungi, khususnya Penyu, Makassar hanya sebagai tempat transit untuk kemudian diteruskan ke Bali, sebagai pasar potensial. Walaupun ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi,” ujarnya.

Menurut catatan BPSPL Makassar sendiri, upaya penindakan hukum terkait penyu ini telah terjadi dua kali sepanjang tahun 2016-2017. Baik itu untuk dijual, maupun digunakan sebagai atraksi wisata.

“Seperti yang terjadi di Bira Pulau Liukang Loe, Bulukumba yang juga sudah berproses P21 yang ditangani Reskrimshus Polda Sulsel.”

Terkait sumber penyu, berbagai daerah di kawasan timur memang telah menjadi sumber target perdagangan ilegal ini. Tidak hanya dari Papua dan Papua Barat, juga ada dari perairan Tual Maluku, perairan Menui Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah.

“Pada April 2016 dilakukan penyitaan sebanyak 70 ekor penyu oleh Satker PSDKP Luwuk Banggai. Semua penyu yang dalam kondisi hidup tersebut telah dilepasliarkan BPSPL di perairan Kendari, Sulawesi Tenggara,” tambahnya.

baca : Penyelundupan Penyu Hijau ke Bali Kembali Marak

 

Tempurung penyu sisik yang berhasil disita Balai Karantina Ikan menjelang barang diangkut ke Kapal KM Umsini di Pelabuhan Sri Bayintan Kijang tujuan Pelabuhan Tenau Kupang, Nusa Tenggara Timur, Senin (2/10/17). Foto: BKIPM Tanjung Pinang/ Mongabay Indonesia

 

Menurut Andry, selain penyu, yang juga sering diselundupkan adalah kuda laut, yang termasuk dalam Appendix II, yaitu masih boleh diperdagangkan asal ada kuota.

“Umumnya kuda laut yang diperdagangkan dalam bentuk kering, padahal yang diperbolehkan sesuai kuota adalah dalam kondisi hidup.”

BPSPL Makassar sendiri telah menginisiasi adanya unit pengelolaan pemanfaatan untuk budidaya kuda laut ini dengan memberikan bantuan berupa penangkaran kuda laut kepada beberapa kelompok di Pulau Sebangko, Kabupaten Pangkep.

“Saat ini sudah mendapatkan izin pengambilan induk dan sudah berkembang biak F1 (turunan 1) yang nanti jika sudah bisa berkembang biak kembali F2 (turunan 2), maka baru bisa mendapatkan izin memperdagangkan dengan kuota jika sudah ada approval dari LIPI sebagai Scientific Authority. Kedua perizinan sampai saat ini masih ada di BKSDA KLHK.”

Menurut Andry, BPSPL Makassar selama ini selalu diminta sebagai saksi ahli untuk identifikasi apakah biota-biota yang terjaring atau ditahan termasuk kategori spesies yang dilindungi atau tidak, baik berdasarkan UU 5/1990 tentang KSDAH dan PP No.7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa atau berdasarkan UU No.31/2004 jo UU No.45/2009 tentang Perikanan atau berdasarkan Appendix CITES.

 

Perdagangan terumbu karang hidup

Muhammad Zamrud, Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Balai Besar Karantina Ikan dan Pengendali Mutu (BBKIPM) Makassar mengatakan penyelundupan sisik penyu biasanya lewat laut karena jika dilakukan lewat udara akan segera terdeteksi oleh balai karantina.

“Jika pun dilakukan lewat udara maka biasanya ada kerjasama dengan petugas bandara. Sama yang terjadi dalam penyelundupan terumbu karang.”

 

Pelepasliaran 750 potong koral selundupan di Sumbawa Besar oleh pihak terkait. Foto : Rosihan Anwar / BKIPM II Mataram

 

Selain sisik penyu, yang paling sering diselundupkan adalah terumbu karang. Kasus terakhir paling besar adalah pada bulan Juli 2017 lalu, di mana penyelundupan sekitar 32 koli terumbu karang berhasil digagalkan di Denpasar, Bali. Terumbu karang itu diambil dari Kabupaten Pangkep dan diselundupkan keluar melalui Bali. Jumlahnya diperkirakan sekitar 1100 pieces yang dikemas dalam travel bag.

“Modusnya memang seperti itu, dimasukkan dalam travel bag, di-packing dan di-wrapping lalu dimasukkan di bagasi. Di bandara mustahil bisa lolos kalau tidak ada kerjasama dengan orang dalam. Sudah pernah petugas bandara, Arsev, yang ditangkap karena ini.”

baca : Penyelundupan 1300-an Koral Digagalkan di Lombok

Terumbu karang ini biasanya diselundupkan dalam kondisi hidup. Dijual ke luar negeri melalui persinggahan Bali dan Jakarta. Di negara tujuan harganya akan sangat mahal. Biasanya akan dijadikan ornamen akuarium. Terumbu karang dari kawasan timur dianggap memiliki kelebihan tersendiri.

“Kelebihan terumbu karang di kawasan timur itu karena memiliki corak yang beragam dan indah, yang sulit ditemukan di kawasan barat.”

Menurutnya, Pangkep termasuk daerah yang memiliki tingkat pencurian terumbu karang yang cukup tinggi. Bahkan termasuk dalam zona merah. Praktek ini masih selalu terjadi karena faktor ekonomi bagi nelayan dan adanya pihak yang memfasilitasi. Upaya sosialisasi sering dilakukan namun tetap saja kasus pencurian sering terjadi.

baca : Kenapa Penyelundupan Koral di Bali Marak Terjadi?

 

Sebelum dilepasliarkan, koral-koral hasil selundupan ini dipilah mana yang masih hidup. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Pengaduan warga

Menurut Andry, terkait masih adanya perdagangan satwa yang dilindungi ini, peran serta masyarakat sangat dibutuhkan meski memang harus disiapkan media pengaduannya. Untuk itulah kemudian BPSPL Makassar membuat saluran pengaduan masyarakat baik terkait pelayanan maupun informasi pemanfaatan biota laut yang dilindungi, baik melalui medsos WA maupun email.

“Silahkan buka di wesite kami di http://bpsplmakasar.kkp.go.id/pengaduan-pelayanan. Lalu mengisi form yang ada. Terlebih dahulu pilih 1 dari 3 Form media pengaduan yang kami miliki,” ungkap Andry.

Dikatakan Andry, formulir tersebut diberikan untuk mempermudah masyarakat menyampaikan pengaduan atau informasi terkait layanan yang diberikan oleh BPSPL Makassar atau isu terkait Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Wilayah Kerja, meliputi Provinsi Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara dan Provinsi Sulawesi Selatan.

“Tak perlu khawatir terungkapnya identitas diri pelapor karena kami akan merahasiakan identitas mereka. Kami menghargai informasi atau aduan yang dilaporkan. Fokus kami kepada materi informasi yang dilaporkan. Secara Hukum, pelapor mendapat jaminan hak perlindungan terhadap informasi yang disampaikan. Ini tertuang dalam Pasal 14 ayat (2) dan pasal 30 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,” tambahnya.

 

Exit mobile version