Mongabay.co.id

Foto: TNI Serahkan Satwa Liar Dilindungi ke BKSDA Aceh

Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari Kodim 0101/BS menyerahkan tiga individu satwa liar dilindungi ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Senin (12/2/2018). Satwa-satwa liar tersebut merupakan peliharaan masyarakat di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, yang diberikan sukarela kepada TNI setelah dilakukan sosialisasi.

Komandan Kodim 0101/BS, Kolonel Inf Iwan Rosandriyanto mengantar langsung trenggiling (Manis javanica), rangkong badak (Buceros rhinoceros), dan siamang (Symphalangus syndactylus) ke BKSDA. Satwa-satwa dilindungi tersebut tepatnya berasal dari masyarakat yang berada di Kecamatan Seulimum, Indrapuri, dan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar.   Turut diserahkan juga dalam kesempatan itu kura-kura darat (Manouria emys) yang juga hasil serahan masyarakat.

“Personil TNI di Babinsa mengetahui ada masyarakat yang memelihara satwa dilindungi. Mereka melakukan pendekatan agar diserahkan kepada BKSDA untuk dilepaskan kembali. Babinsa memberikan penjelasan bahwa memelihara satwa dilindungi itu dilarang, kecuali lembaga resmi konservasi yang mendapat izin dari kementerian,” sebut Iwan.

 

Trenggiling, satwa liar dilindungi ini nasibnya Kritis. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Iwan mengatakan, satwa dilindungi itu diserahkan kepada BKSDA Aceh yang memang memiliki keahlian merawat dan melepaskan kembali ke alam liar. “Kondisi lingkungan yang menjadi habitat satwa di Aceh sekarang semakin terdesak, karena banyak masyarakat yang membuka lahan. Ekosistem yang rusak membuat kehidupan satwa liar terancam yang tentunya tidak boleh dibiarkan, karena akan menyebabkan sulit berkembang atau punah.”

Baca juga: Ingat! Trenggiling Itu Bukan Satwa Buruan

Kita berharap, BKSDA dapat mengambil langkah untuk menyelamatkan satwa-satwa ini. Masyarakat juga kita minta untuk tidak menangkap dan memburu satwa liar dilindungi. Biarkan mereka hidup di alam, ini lebih menguntungkan.

“Saya juga telah memerintahkan personil TNI di Kodim 0101/BS atau Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar agar tidak memelihara satwa-satwa dilindungi. Jika ada yang memelihara, harus segera diserahkan ke BKSDA Aceh.   Saya sudah sering menyampaikannya,” terang Iwan.

 

Trenggiling yang merupakan peliharaan warga ini diserahkan TNI ke BKSDA Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Kepala BKSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo mengatakan, satwa-satwa yang diserahkan Kodim 0101/BS tersebut memang mulai sulit ditemukan di alam liar. Populasinya terus berkurang karena perburuan.

“Misalnya trenggiling, statusnya sudah terancam punah karena terus diburu untuk diperdagangkan sisiknya secara ilegal. Hal yang sama juga terjadi pada rangkong badak, meskipun tidak separah rangkong gading yang statusnya Kritis. Sementara siamang, nasibnya Endangered atau Genting dalam hal risiko kepunahan,” sebutnya.

 

Perburuan trenggiling untuk diambil sisiknya terus terjadi hingga saat ini. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Sapto mengatakan, empat satwa yang serahan TNI ini akan direhabilitasi, termasuk dipulihkan kondisi fisiknya dan dilatih kembali untuk bisa dilepaskan di alam liar. Dengan begitu, bisa hidup di habitatnya.

“Bila memang ada tidak memungkinkan dilepasliarkan maka akan diserahkan ke lembaga konservasi yang telah mendapat izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),” ungkapnya.

 

 

Sapto juga berterima kasih kepada personil TNI di Aceh yang telah memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang larangan memelihara satwa liar dilindungi karena jumlahnya yang terus berkurang di alam bebas. “Semoga apa yang dilakukan oleh Babinsa di Aceh Besar menjadi contoh untuk masyarakat lain di Aceh,” tandasnya.

 

Siamang peliharaan masyarakat yang turut diserahkan ke BKSDA Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Di Indonesia, trenggiling dilindungi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Peraturan Pemerintah No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Juga, Appendix 1 CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) yang artinya mendapat perlindungan penuh dari segala bentuk perdagangan. IUCN (International Union for Conservation of Nature) menetapkan statusnya Kritis (Critically Endangered/CR).

 

Rangkong badak, burung berukuran besar mencapai 110 cm. Statusnya mendekati terancam punah. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Rangkong badak sendiri merupakan burung berukuran besar mencapai 110 cm. Ciri utamanya adalah memiliki paruh besar dan tanduk melengkung ke atas di atas paruh berwarna merah-kuning. Selain itu, ekornya berwarna putih dengan garis hitam. Persebarannya ada di Asia Tenggara, semenanjung Malaysia, Sumatera, Kalimantan, dan Jawa.

IUCN menempatkan rangkong badak pada posisi Near Threatened (NT). Artinya, status rangkong ini mendekati terancam punah. Rangkong badak juga masuk dalam CITES Appendiks II. Sementara, pemerintah melindunginya melalui UU No 5 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

 

 

Exit mobile version