Mongabay.co.id

Eksekusi Lahan Sawit DL Sitorus, Kementerian Lingkungan Minta Bantuan KPK

Kini DPR tengah memperjuangkan RUU Perkelapasawitan goal jadi UU meskipun pemerintah sudah bilang, tak perlu bahas RUU ini. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

Setelah bertahun-tahun eksekusi kebun sawit di kawasan hutan Padang Lawas, Sumatera Utara, sekitar 47.000 hektar belum berjalan, akhirnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan meminta bantuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pada 12 Februari 2007, Mahkamah Agung mengeluarkan putusan agar pemerintah mengambil alih lahan perkebunan yang dikuasai DL Sitorus (almarhum), seluas 23.000 hektar di Padang Lawas, dikuasai Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit Bukit Harapan, dan PT Torganda. Lalu lahan 24.000 hektar dikuasai KPKS Parsub, dan PT Torus Ganda.

Senin (19/2/18), Siti Nurbaya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama Sekjen Bambang Hendroyono; Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum, dan staf ahli mendatangi KPK untuk koordinasi eksekusi lahan DL Sitorus. Pertemuan ini diterima oleh Laode M Syarif dan Saut Situmorang, Wakil Ketua KPK.

Upaya KLHK eksekusi makin dikuatkan putusan praperadilan yang diajukan DL Sitorus terhadap kementerian yang dipimpin Siti Nurbaya ini. Pengadilan Negeri Medan menolak gugatan tetapi menyatakan DL Sitorus tak bisa dituntut, dan memerintahkan penyidikan terhadap dia setop karena sudah meninggal dunia.

Sedangkan, salah satu poin permohonan yang ditolak pengadilan itu berbunyi, “menyatakan sah segala kegiatan transaksi jual-beli sawit maupun minyak kelapa sawit (CPO) antara Pemohon II (PT Tor Ganda) dan Pemohon III (PT Torus Ganda) sebagai korporasi badan hukum perseroan terbatas dengan para pengelola kebun sawit di tanah milik masyarakat yang sah terletak di Padang Lawas Utara dan Padang Lawas, Sumatera Utara. Yaitu, Koperasi Pekebunan Kelapa Sawit Persadaan Simangambat Ujung Batu (Parsub) dan Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit Bukit Harapan (KPKS Bukit Harapan).” Kedua perusahaan, selaku pemohon itu milik DL Sitorus.

Siti mengatakan, pihak DL Sitorus mengajukan praperadilan kepada KLHK dan diputuskan pemerintah bisa melakukan penyelamatan aset negara berupa hutan produksi yang ditanami sawit. Harapan dia, proses bisa berjalan sebelum pertengahan 2018.

”Ini penting karena menyelamatkan perekonomian negara. Selama ini, sudah dinikmati orang perorangan dan tak dinikmati negara. Walaupun putusan sudah lebih 10 tahun. Ini agak aneh sebetulnya,” kata Laode.

Dia bilang, KPK mengharapkan semua pemangku kepentingan bekerja sama membantu KLHK menyelesaikan eksekusi dalam waktu sesingkat-singkatnya. ”Bayangkan saja, 47.000 hektar. Itu hampir sama dengan Jakarta. Itu aset yang dikuasai orang perorangan,” katanya.

KPK,  akan mengidentifikasi kendala dalam eksekusi kasus ini dan mendampingi instansi terkait, seperti siapa yang mengeksekusi, bagaimana dan kenapa tak eksekusi, dan kendala yang memperlambat.

“Padahal, pengadilan sudah memerintah untuk eksekusi. Yang jelas, harus ada kepastian.”

 

Gugatan baru?

Sementara Rasio mengatakan, akan mengambil langkah hukum lebih lanjut soal lahan negara yang hingga kini masih dalam kuasa keluarga DL Sitorus. ”Terkait penggunaan dana dan pendanaan kegiatan ilegal, kami lakukan dan gunakan UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan,” katanya.

KPK, katanya, akan mengawal atau supervisi kasus.  ”Kalau (ada dugaan) gratifikasi pasti kita (KPK) bantu. Misal, ternyata ini tak eksekusi karena gratifikasi atau yang lain. Kami ada di belakang Ibu Menteri (Siti Nurbaya-red),” kata Laode.

Namun, katanya, KPK belum bisa turun ke lapangan, meskipun begitu, turun lapangan akan dilaksanakan PPNS kementerian terkait.

 

Kelompok mahasiswa dan pemuda dari Tim Penyelamat Hutan Register Padang Lawas, aksi mengecam penegak hukum yang tidak mengeksekusi lahan dikuasai DL Sitorus. Foto: Ayat Suheri Karokaro

 

Menurut Laode, meski DL Sitorus sudah meninggal, eksekusi kasus yang sudah punya ketetapan hukum tetap jalan. Sitorus sudah jalani hukuman pidana badan, yang belum sita lahan.

Baca juga: Nasib Hutan Register 40 Padang Lawas Tunggu Taksasi Menkeu

Beberapa tahun lalu, saat proses eksekusi di Kejaksaan Tinggi Sumut, ratusan orang mengatasnamakan Gerakan Mahasiswa dan Masyarakat Adat Simangambat Ujung Batu menyatakan penolakan terhadap eksekusi.

Berulang kali lintas kementerian seperti KLHK, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, dan Kementerian Politik Hukum dan Keamanan, membahas ini.

Pada Oktober 2017, Kejaksaan Agung dan KLHK juga membahas soal ini. Kala itu, HM Prasetyo, Jaksa Agung mengatakan, ada kemungkinan potensi korupsi pada kasus ini. ”Seharusnya (sejak 2009), fisik lahan sudah diserahkan kepada Kementerian Kehutanan. Kalapun belum, kenapa? Kami harus telusuri lagi, tapi tugas dari jaksa dalam eksekusi masalah itu sudah selesai,” katanya.

Saat konfirmasi, Marihot Siahaan, tim hukum DL Sitorus dari Lembaga Bantuan Hukum Rakyat Merah Putih mempertanyakan obyek yang mau dieksekusi.

“Mau eksekusi apalagi? Ini juga diakui Kajagung kok (bahwa eksekusi sudah dilakukan). Ini seperti main-main saja, mentang-mentang ada kekuasaan,” katanya.

Dia bilang, Presiden Joko Widodo,  sudah menyuruh menanam ulang sawit di Padang Lawas dan Padang Lawas Utara. Di sana, katanya, tak ada Hutan Register 40 bahkan yang beroperasi ada perusahaan lain, termasuk perusahaan negara dan perusahaan asing.

Marihot menekankan, DL Sitorus, Torganda dan Torus Ganda, Koperasi KPKS Bukit Harapan dan Koperasi Parsub, tak punya tanah ditanami sawit di Padang Lawas ataupun Padang Lawas Utara. “Itu hak milik masyarakat setempat yang tak boleh dirampas siapapun.”

Dia mengatakan, hukum pidana yang sudah putus tak ada kawasan hutan register 40 dan tak ada kerugian negara. “Kalau semisal dipaksakan eksekusi (karena arogansi kekuasaan), siapa yang akan ambil hasilnya? Apa yang menerima itu boleh mengambil atau mengelola hasil, karena dianggap ilegal? Atau siapa yang berani menerima barang ilegal?”

Berulang kali dia katakan tak ada kerugian negara. “KPK juga harus tau itu.”

Menurut dia, kalau KPK campur tangan, berarti sudah berkonspirasi merampas hak rakyat. Seharusnya, kata  Marihot, KPK harus melindungi hak rakyat dengan mencegah rencana eksekusi itu.

 

Aksi nasional soal perizinan

Selain eksekusi lahan DL Sitorus, KLHK juga membahas rencana aksi nasional untuk penanganan perizinan dan kawasan. Ia bagian dari Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam sejak 2015, bersama dengan KPK, terutama Direktorat Penelitian  dan Pengembangan KPK.

”Seperti penataan perizinan, penataan kawasan, bahkan sampai audit lingkungan dan audit kawasan,” kata Siti.

 

Foto utama: Ilustrasi kebun sawit. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

 

 

Exit mobile version