Mongabay.co.id

Citarum Harum, Langkah Optimis Pemerintah Pulihkan Kejayaan Sungai Citarum (Bagian 3)

Pemerintah belum menghitung, berapa besaran kerugian yang diderita akibat tercemarnya Sungai Citarum puluhan tahun. Mulai dari kerusakan di daerah aliran sungai (DAS) Citarum Hulu hingga pencermaran limbah industri dan sampah domestik. Belum lagi, bencana banjir akibat luapan sungai serta sedimentasi yang kerap terjadi di Cekungan Bandung.

Selama ini, fokus pembenahan hanya pada kebijakan pemulihan. Sehingga, indikasi program yang dicanangkan tampak tidak sebanding dengan total kerusakan yang ada.

Program terakhir yang digaungkan pada 2013, Gerakan Citarum Bersih, Sehat, Indah dan Lentari (Bestari) meleset dari target yang prestisius. Harapannya, di 2018, air Sungai Citarum dapat diminum. Tetapi, sampai saat ini kualitasnya belum memenuhi baku mutu air yang telah ditetapkan, sehingga tidak memungkinan untuk dikonsumsi.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengklaim, program Bestari telah menorehkan hasil memuasakan. Misalnya, meminimalisir sampah Citarum serta membangun kultur warga sadar lingkungan. Setidaknya, begitu ungkapan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan di berbagai kesempatan. Namun sejauh ini, program Citarum Bestari belum dievaluasi keberhasilannya secara komperhensif.

Baca: Limbah yang Tak Pernah Henti Meracuni Sungai Citarum (Bagian 1)

 

Presiden Jokowi ditemani Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menanam pohon di kawasan hulu Citarum, Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (22/2/2018). Presiden menargetkan revitalisasi dan rehabilitasi Sungai Citarum secara bertahap selama 7 tahun. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Di Febuari 2018, program baru digulirkan. Program Citarum Harum yang kemudian digelorakan kembali untuk memulihkan sungai terpanjang di Jawa Barat. Konsep dan gagasan hampir sama dengan program-program terdahulu. Hanya saja, lebih terintegritas karena dibawahi langsung pemerintah pusat melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman.

Sebagai informasi, sejumlah program dan rencana aksi yang dilakukan dalam pengelolaan Sungai Citarum sudah melibatkan banyak pihak. Sebut saja Citarum Bergetar (bersih, geulis dan lestari) meliputi kebijakan dan hukum, pengendalian pemulihan konservasi, dan pemberdayaan masyarakat.

Pola induk Citarum Bergetar lahir sebagai respon keprihatinan atas kondisi daya dukung sumber air dan lingkungan yang kian kritis. Langkah ini digagas oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Tindak tanduk Citarum Bergetar dimulai 2001, salah satunya membetuk tim investigasi permasalahan DAS Citarum. Kemudian dibentuk action plan pengendalian kerusakan, pencemaran dan pemulihan DAS Citarum. Ada misi penting yang diemban,  memperbaiki proses dan kualitas penataan ruang berbasis ekosistem Citarum.

Namun, program Citarum Bergetar berjalan tanpa diketahui tingkat keberhasilannya. Terindikasi, adanya tumpang tindih regulasi yang menjadi penyebab. Faktualnya, di DAS Citarum ditangani banyak pihak, mulai pemerintah pusat, provinsi, daerah, serta BUMD dan BUMN. Mengingat, peran sungai sepanjang 297 kilometer ini memang vital.

 

Presiden Jokowi menargetkan revitalisasi dan rehabilitasi Sungai Citarum secara bertahap selama 7 tahun, dimulai Februari 2018. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Selanjutnya, program Investasi Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu Citarum atau Integrated Citarum Water Resources Management Investment Program (ICWRMIP) diusung Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tahun 2008, sebagai kebijakan baru.

Program ini bertujuan memperbaiki kualitas Citarum, mengatasi persoalan lingkungan di DAS Citarum, menyediakan pasokan air baku berkualitas serta pengendalian banjir. ICWRMIP meliputi seluruh jalur Citarum yang mencakup 12 kabupaten/kota di Jawa Barat, dengan total area 13.000 kilometer persegi. Modal pinjaman tahap pertama digelontorkan dari Asian Development Bank (ADB) sebesar 50 juta dolar AS.

Secara keseluruhan, ADB menawarkan paket pinjaman sebesar 500 juta dolar AS. Seharusnya, program ICWRMIP ini menjanjikan harapan besar bagi warga Jawa Barat pelanggan banjir luapan Sungai Citarum, seperti di Baleendah, Majalaya, dan Dayeuhkolot.

Namun, program yang dirancang selama 15 tahun ini, hanya fokus membangun fisik yaitu memperbaiki Kanal Tarum Barat sepanjang 54 kilometer, dari Karawang hingga Bekasi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas suplai air baku di DKI Jakarta. Dan lagi, program ini pun kembali tidak diketahui sejauh mana keberhasilannya, setelah 10 tahun bergulir.

Baca juga: Derita Masyarakat Akibat Tercemarnya Sungai Citarum (Bagian 2)

 

Presiden menekankan, tata ruang wilayah hulu Sungai Citarum perlu diperhatikan dan diprioritaskan. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Sejatinya, Keputusan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2012, menyatakan bahwa Wilayah Sungai merupakan Kawasan Strategis Nasional. Termasuk Citarum, sehingga pengelolaan sumber daya air kewenangannya ada pada pemerintah pusat. Operasional kesehariannya di bawah BBWS Citarum, yaitu UPT Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Hal ini yang kemudian melatarbelakangi Presiden Joko Widodo meninjau langsung hulu Sungai Citarum yang berlokasi di Situ Cisanti, Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (22/2/2018).

Jokowi pun melakukan penanam sebagai tanda dimulainya upaya pemulihan kawasan hulu Citarum. “Gerakan revitalisasi wilayah DAS Citarum dan rehabilitasi lahannya sudah dimulai awal Februari. Karena ini pekerjaan besar mungkin akan bisa diselesaikan dalam waktu tujuh tahun,” kata Presiden.

 

Foto udara kondisi sungai Citarum di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Penanganan Citarum, kata Jokowi, akan dibagi dalam tiga tahap yakni hulu, tengah, dan hilir. Pelaksanaannya dilakukan terintegrasi oleh pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota juga semua kementerian terkait. Termasuk, Kodam III/Siliwangi serta Polda Jawa Barat.

Presiden menekankan, tata ruang wilayah hulu perlu diperhatikan dan diprioritaskan. “Saya akan lihat secara rutin, mungkin bisa per tiga bulan atau mungkin per enam bulan, untuk memastikan program ini betul-betul berjalan. Dan saya lihat, sudah dimulai di hulu ini,” terang Jokowi.

 

Limbah dan sampah adalah masalah utama Sungai Citarum. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Tujuh tahun

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat, Dadan Ramdan mengatakan target tujuh tahun realistis secara kerangka program kerja. Namun, pada upaya pemulihan maupun perbaikan lingkungan yang rusak, memerlukan langkah panjang. Apalagi, bila melihat angka kerusakan lebih tinggi ketimbang pemulihan.

“Pemulihan Citarum hulu mungkin memerlukan 10 – 15 tahun untuk dirasakan dampaknya. Menurut hemat saya, target presiden 7 tahun realistis dalam ranah pelaksanaan proyek. Tetapi, regulasinya belum jelas berikut road map-nya. Semestinya, ada rapepres (Rancangan Peraturan Presiden) terlebih dulu sebagai rujukan. Yang terpenting adalah penataan tata ruang dan perizinan harus akuntabel,” ucapnya.

 

Limbah yang meracuni Sungai Citarum membuat sungai ini tercemar berat. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Perihal pendanaan program Citarum Harum, ADB kembali menawarkan pinjaman senilai Rp200 triliun selama 20 tahun. “Dana asing memang menawarkan bantuannya termasuk juga IMF (International Monetary Fund). Tapi, menurut kami terlalu banyak juga. Kami bisa menyelesaikan jauh lebih murah dengan melibatkan berbagai pihak juga dibantu TNI dan Polri,” kata Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman di Bandung.

Sementara itu, Kodam III/Siliwangi sebagai ketua harian pada program Citarum Harum menargetkan, 125 juta pohon ditanam di DAS Citarum seluas 6.614 kilometer persegi dengan mengerahkan 7.100 prajurit TNI.

“Kami membagi 22 sektor sepanjang Sungai Citarum. Khusus hulu, 1.400 prajurit dilibatkan dan sudah menanam 19.000 bibit dari jumlah 230.000 bibit yang disiapkan. Sementara, di sektor lainnya prajurit ditugaskan untuk membersihkan sampah. Langkah ini sebagai upaya melindungi sumber mata air,” ujar Kapendam Kolonel Desi Ariyanto.

 

https://www.youtube.com/watch?v=36OBTzEb2eQ&t=16s

 

“Selama puluhan tahun Citarum tercemar, selama itu pula saya harus membeli air untuk keperluan sehari-hari. Air bersih tetap krisis, meski Citarum tidak banjir. Berbagai program ini dan itu sudah banyak saya dengar, tapi Citarum tetap saja kotor. Semoga program Ciratum Harum ini memberikan perubahan,” harap Uus (67), warga Kampung Cijagra, Desa Bojongsoang, Kabupaten Bandung, yang ingin pindah karena rumahnya rapuh akibat didatangi banjir tiap tahun. (Selesai)

 

 

Exit mobile version