Mongabay.co.id

Jangan Ada Lagi, Izin Perusahaan yang Mengancam Habitat Orangutan Tapanuli

Ancaman kehidupan orangutan tapanuli tampak jelas di depan mata. Pembukaan kawasan hutan sebagai habitat satwa dilindungi ini, tetap ada.  

Orangutan tapanuli dengan nama latin   (Pongo tapanuliensis), hanya ada di kawasan ekosistem Batang Toru. Letaknya, di Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Catatan Forum Konservasi Orangutan Sumatera (FOKUS) dan Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) menunjukkan, pembukaan kawasan ekosistem Batang Toru memang ada. Mulai dari kepentingan untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang dikelola PT. NSHE, lalu tambang emas Martabe PT. Agincourt, hingga perkebunan masyarakat.

Wilayah itu merupakan habitat orangutan tapanuli, yang jika terus terjadi pembukaan, menurut Ketua FOKUS Kusnadi Oldani, akan mempercepat terjadinya kepunahan. Populasinya di alam liar hanya 800 individu.

Kusnadi kepada Mongabay mengatakan, ditemukannya orangutan tapanuli sebagai spesies baru merupakan kabar baik bagi Sumatera Utara. Untuk itu, perhatian khusus harus diberikan semua pihak, tanpa kecuali. Satwa ini tidak mengenal status kawasan hutan, jika ada pohon tinggi besar dan makanan berlimpah, dia akan datang.

“Hentikan pemberian izin baru bagi perusahaan “rakus” ruang demi menjaga populasi orangutan tapanuli. Naikkan juga status kawasal area penggunaan lain menjadi kawasan lindung agar semuanya terjaga,” tegas mantan Direktur WALHI Sumatera Utara ini, Rabu (28/2/2018).

Baca: Orangutan Tapanuli, Spesies Baru yang Hidup di Ekosistem Batang Toru

 

Orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis), spesies baru yang berada di Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Foto: Maxime Aliaga/Batangtoru.org

 

Oding Affandi, Presidium Dewan Kehutanan Nasional, mengatakan berbicara tentang kondisi hutan, menurutnya tidak masalah akan perubahan status tersebut. Yang penting fungsinya tidak berubah.   Bila sebagai hutan lindung, fungsinya memang melindungi kawasan di bawahnya beserta ekosistem yang harus dipertahankan.

Tidak kemudian, mentang-mentang menjadi area penggunaan lain (APL), dan kewenangannya ada di tingkat bupati lalu bisa dikonversi menjadi kebun sawit, pertambangan, dan izin lainnya. Ini diluar fungsinya sebagai kawasan hutan dan ini yang menjadi masalah.

“Salah satu hal mendasar penarikan kewenangan tata kelola hutan dari kabupaten ke provinsi itu karena tata kelola yang buruk. Tapi, apakah pengelolaan di provinsi lebih baik? Ini yang harus dijawab,” jelas dosen Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera.

Oding mengatakan, jika dilihat dari peraturan yang ada, kabupaten hanya bisa mengelola hutan yang masuk APL. Dari kewenangan tersebut, khususnya di ekosistem Batang Toru, ternyata kawasan APL merupakan koridornya orangutan tapanuli, khususnya di blog barat dan blog timur. “Ini menjadi kekhawatiran besar karena di dalamnya ada kegiatan perusahaan ekstraktif. Koridor yang ada di APL, bisa merusak habitatnya.”

Baca juga: Strategi Konservasi Orangutan Harus Perhatikan Segala Hal, Mengapa?

 

Tiga spesies orangutan yang ada di Indonesia: pongo abelii, pongo tapanuliensis, dan pongo pygmaeus. Sumber: Batangtoru.org

 

Bicara aktor pemegang izin dan penguasaan sumber daya alam, menurut Oding, saat ini masih dikuasai   private sector baik HPH maupun HTI. Berdasarkan data, penguasaan sumber daya alam di Sumatera Utara, 90 persen hutan dikuasai private sector dan 10 persen dikelola masyarakat.

Dia berharap, melalui perhutanan sosial, pengelolaan hutan oleh masyarakat akan lebih luas. Kabupaten bisa bekerja sama dengan provinsi dalam pengelolaan. Terkait, orangutan tapanuli, komitmen tiga bupati di lingkar Batang Toru memang sangat penting.

“Jangan asal keluarkan izin, banyak yang dipenjara akibat penyalahgunaan wewenang. Aktor, kepentingan politik dan sebagainya harus pro pada pelestarian hutan yang merupakan habitatnya orangutan tapanuli,” jelasnya.

 

Hutan Batang Toru yang merupakan rumah orangutan tapanuli harus dilsematkan dari ancaman kerusakan. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Ancaman

Gabriella Fredriksson, Koordinator Program Batang Toru-Program Konservasi Orangutan Sumatera (SOCP, PanEco – YEL), menjelaskan,   ekosistem Batang Toru sangat penting sebagai habitat terakhir orangutan tapanuli.   “Orangutan tapanuli itu khas dari sisi genetika, morfologi, ekologi, sebagai spesies tersendiri atau baru.”

Dia menjelaskan, jumlah populasi   Pongo tapanuliensis   ini terbagi tiga subpopulasi. Kemungkinan, masih ada beberapa individu yang terpisah. Populasi populasi kera besar langka di dunia ini berstatus Critically Endangered   di IUCN Red List 2017.

Lebih jauh Gaby menjelaskan, salah satu ancaman paling tinggi bagi Orangutan Tapanuli adalah kehilangan dan degradasi habitat, yaitu perambahan, pembukaan hutan oleh perusahaan, konversi untuk sawit, karet, penebangan liar, dan pembukaan jalan.

“Populasi terfragmentasi, status habitat yang tidak menjamin jangka panjang populasi, perburuan atau pembunuhan, serta kerusakan hutan merupakan acaman serius kehidupan orangutan tapanuli,” jelasnya.

 

Hutan Batang Toru yang di sekitarnya ada juga perkebunan kelapa sawit.
Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Faktor deforestasi di ekosistem Batang Toru juga tak kalah penting. Data Global Forest Watch menunjukkan, total deforestasi di wilayah ini antara 2000-2016 seluas 1,934 hektar. Dengan rincian, Kabupaten Tapanuli Selatan (908 hektar), Tapanuli Tengah (666 hektar), dan Tapanuli Utara (360 hektar).

“Pembukaan lahan tak terkendali, terutama dilakukan petani asal Nias di bagian barat-selatan blok Barat. Tepatnya, di Kabupaten Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan,” terangnya.

Gaby mengatakan, prioritas konservasi orangutan tapanuli yang harus segera dilakukan adalah menekan deforestasi dan degradasi yang terjadi. Selanjutnya, menyambung kembali populasi yang telah terfragmentasi. “Jika tidak serius dilakukan, ancaman kepunahan bakal menghampiri.”

 

 

Halen Purba, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara menyatakan, kawasan Batang Toru merupakan kekayaan alam luar biasa. Terlebih, ada orangutan tapanuli di sana.   “Pengaturan tata ruang menjadi prioritas utama, tanpa harus merusak ekosistem,” jelasnya.

Menurut Halen, kedepan akan dibuat suatu unit pengelolaan untuk menyelamatkan biodiversitas Batang Toru. Status hutan bisa dinaikkan dari hutan lindung menjadi hutan konservasi. Ada 22 ribu hektar yang berstatus APL, namun untuk merubahnya ada mekanisme yang dijalankan. Dalam tata ruang, bisa dibuat kawasan lindung lalu menjadi hutan lindung, hingga hutan konservasi.

“Saat ini, yang perlu dilakukan dan diawasi adalah koridor yang menyatukan ekosistem sebagai   habitatnya   orangutan   tapanuli. Jangan ada penebangan pohon sesuka hati oleh kegiatan industri. Untuk itu, koridornya harus dijaga,” tandasnya.

 

Ekosistem Batang Toru. Sumber peta: Batangtoru.org

 

 

Exit mobile version