Mongabay.co.id

Song Of Peat Bog, Nyanyian Nasionalisme untuk Lahan Gambut

Danau yang mengering di lahan gambut. Foto: Rhett Butler/Mongabay

Persoalan ekologi menjadi fokus kreativitas Teater Potlot. Setelah menampilkan pertunjukan “Rawa Gambut” dan “Puyang” di beberapa kota di Sumatera yang didukung sejumlah pihak termasuk Mongabay Indonesia, Teater Potlot kini meluncurkan lagu berjudul “Song of Peat Bog”. Maksudnya sama, mengingatkan kita menjaga lahan gambut dari kerusakan dan gambut berdaulat untuk anak bangsa.

Lagu yang dibuat Conie Sema dan dinyanyikan Tabita Magdalena ini, diciptakan dalam Bahasa Inggris. “Tujuannya, agar lagu ini dipahami secara global,” kata Conie di Palembang, Sumatera Selatan, baru-baru ini.

 

Where the wind blows by season

When the birds left the swamp

Thousand of fish and the branches of the river have gone

Thousand of wild animal in the forest have gone

 

Lirik pembuka lagu ini cukup mengejutkan, langsung menggambarkan kerusakan yang terjadi pada lahan gambut di Indonesia hari ini, khususnya di Sumatera Selatan. Burung-burung meninggalkan rawa, ikan dan anak-anak sungai pergi, sementara satwa liar hilang karena hutan hancur.

“Dengan penggambaran awal ini, saya berharap para pendengarnya langsung menemukan inti persoalan yang dipesankan lagu,” jelas Conie.

Baca: Membaca Puyang: Cerita Harimau Sumatera dalam Narasi Budaya

 

Pertunjukan Puyang oleh Teater Potlot di Palembang pada 15 Februari 2018. Foto: Dok. Teater Potlot

 

Kenapa ini terjadi? “In coast line East of Sumatra. Peat bog covered by giant garden…   atau lahan gambut di pantai timur Sumatera sudah ditutupi perkebunan,” jelas Conie. “Dengan fakta ini, biarkan saya dan Anda membicarakan sebagai surga di bumi yang kekal. Let me speak peat bog is about you and me. It’s heaven for eternal of the earth…

Apa fakta yang mendorong lahirnya lagu ini? “Sebenarnya sama dengan pertunjukan Rawa Gambut yang dipentaskan Teater Potlot. Melihat kondisi rawa gambut hari ini, nasionalisme saya tergelitik,” katanya.

Conie menjelaskan, berdasarkan kajian KPK yang didapatnya, misalnya, ada data yang menunjukkan perusahaan yang menguasai lahan gambut hingga 2,6 juta hektar, sementara pajaknya dari 2004-2014 mencapai 42 juta Dollar. “Kemudian jutaan hektar lainnya dikuasai perusahaan perkebunan sawit, yang ironinya kebanyakan pemiliknya pengusaha Malaysia dan Singapura yang selalu protes soal kabut asap. Padahal, api diduga berasal dari kebun mereka.”

Apa yang didapat rakyat Indonesia? Hanya bencana, seperti kebakaran dan banjir, serta kemiskinan yang panjang dan berbagai persoalan sosial lainnya. “Meskipun, para pengusaha dan pendukungnya menyatakan mereka menyumbang banyak pendapatan untuk negara,” terangnya.

 

Lahan gambut yang penting untuk dijaga dan dikelola dengan baik. Foto: Rhett Butler/Mongabay.com

 

Keseimbangan

Pada lagu tersebut Conie menyebutkan Kerajaan Sriwijaya. The fraction of artifact pottery and sites. The love’s message against the history. Trusteeship to save universe from Srivijaya. Lifted silence and isolated.

Saya coba mengingatkan bagaimana Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan besar dengan peranan ekonomi dan budayanya di Asia Tenggara karena mampu menjaga keseimbangan alam. Mereka hidup kaya tapi tetap menjaga kelestarian alam, termasuk menjaga keberadaan lahan gambut pada saat itu.

“Pesan dari lirik ini kita harus menjaga keseimbangan, sehingga masa depan bumi dan kehidupan manusia terjaga atau tidak terancam hancur,” ujarnya.

Apa yang diharapkan? “I miss birds chirping on the branch’s trees. Thousand of angels hang over tree. Windows welcoming the sun. Everyone happy no one to be hurt. Kerinduan alam yang masih lestari, seperti manusia normal inginkan,” katanya.

 

 

Festival lanskap international

Terkait dengan upaya penataan bentang alam di Sumatera Selatan, dan Indonesia umumnya, Pemerintah Sumatera Selatan akan menggelar festival lansekap international di Palembang, Juli 2018 mendatang.

“Festival ini akan menghadirkan berbagai pihak guna mendiskusikan, serta merumuskan pemikiran para intelektual dan pihak yang menjalankan upaya penyelamatkan lingkungan melalui pendekatan lanskap di berbagai negara,” kata Dr. Najib Asmani, staf khusus Gubernur Sumatera Selatan Bidang Perubahan Iklim.

Pendekatan lanskap yang akan diseminarkan dan disarasehankan itu baik beranjak dari lanskap berbasis produksi, konservasi maupun budaya. “Kita mencari solusi terbaik dalam mengembangkan lanskap di Indonesia,” katanya.

Selama kegiatan tersebut juga akan digelar festival budaya. “Kita akan melihat dan menyaksikan berbagai produk atau pemaknaan masyarakat desa terhadap bentang alam, baik melalui seni maupun tradisi,” tandasnya.

 

Foto utama: Danau yang mengering di lahan gambut. Foto: Rhett Butler/Mongabay.com

 

 

Exit mobile version