Mongabay.co.id

Hutan Riau Masih Berasap, Anggaran Tangani Kebakaran Malah Terpangkas

Kebakaran hutan pada 20 Februari 2018 lalu di Riau. Karhutla tak hanya sebabkan kerusakan lingkungan juga membahayakan kesehatan warga. Foto: BNPB/ Mongabay Indonesia

 

Riau hingga kini masih terjadi kebakaran hutan dan lahan di beberapa kabupaten. Di satu lokasi saja, Desa Lukun, Kepulauan Meranti, Riau, hutan gambut terbakar 1.224 hektar dalam 16 hari. Sementara,  Pemerintah Riau justru mengurangi anggaran penanggulangan kebakaran hutan sampai 77% dari tahun lalu.

BMKG Pekanbaru mendeteksi satu titik api di Pelalawan dengan tingkat kepercayaan 50%, Selasa (6/3/18) sore. Akhir pekan lalu, tujuh titik panas di Riau terdeteksi dengan tingkat kepercayaan 50%, dua di antaranya di Kepulauan Meranti, sedang Kampar, Rokan Hulu, Dumai, Indragiri Hulu dan Pelalawan, masing-masing satu titik.

Kalau tingkat kepercayaan lebih 70%, dua titik panas diyakini kemungkinan besar ada kebakaran yakni di Kepulauan Meranti dan Rokan Hulu.

Luas kebakaran hutan dan lahan di Riau diyakini lebih dari 1.000 hektar dan diperkirakan bertambah hingga pekan pertama Maret.

Satgas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mengeluarkan data luas kebakaran di Riau lebih kecil, 731,5 hektar per 26 Februari lalu. Penelitian Universitas Riau difasilitasi Badan Restorasi Gambut merilis luas kebakaran hutan mencapai 1.224 hektar.

“(Itu) hanya di Lukun. Kebakaran selama 15 hari dari 9-24 Februari,” kata Sigit Sutikno, peneliti Pusat Studi Bencana, Universitas Riau, kepada Mongabay, Minggu (4/3/18).

Perhitungan itu dari pengamatan drone di ketinggian 100 meter dan resolusi dua sentimeter juga gunakan analisa citra satelit.

“Secara resmi data Satgas BPBD. Kalau BRG lokusnya Meranti, (jadi) kita mengaju pada hasil kajian ini,” kata Haris Gunawan, Deputi IV BRG di Pekanbaru, pekan lalu.

“Kita menugaskan tim kajian. Sebenarnya, bukan menghitung berapa luas. Sebenarnya (ini untuk) pembelajaran. Di awal musim hujan aja sudah muncul. (Ini) benar-benar warning bagi kita untuk periode Mei-Oktober ini (lebih) keras. Saya pikir ini jadi motivasi untuk kerja keras,” katanya.

Dia bilang, kebakaran di Desa Lukun diduga karena beberapa hal. Pertama, aktivitas penebangan liar. Mereka temukan jalan berjejer papan kayu. Jalan papan itu diduga untuk mengangkut kayu dari dalam hutan ke luar. Tim peneliti juga menemukan pondok masyarakat sebagai tempat persinggahan para pelaku penebang liar.

Kedua, kebakaran luas di Lukun lantaran pembangunan kanal gambut sekitar lima kilometer. Kanal perusahaan PT NSP itu dibangun 2000-an dengan lebar empat sampai enam meter dan kedalaman tiga sampai empat meter. “Ada tiga parit. Info warga (panjangnya) bisa sampai 10 kilometer,” ucap Sigit.

Ketiga,  kemungkinan api mengganas di lahan gambut karena ketersediaan bahan bakar melimpah. Ada gambut kering, pelepah sagu dan belukar serta seresah. “Kering seresah dan pelepah ini membuat api meloncat saat membakar biomassa. Bahkan melompati kanal dan jalan.”

Menurut Haris, kebakaran hebat di Lukun, bukti mengantisipasi kebakaran gambut tak bisa satu sisi hamparan. BRG sendiri memiliki proyek restorasi gambut di Lukun. Dia menegaskan, tak terjadi kebakaran di sekitar proyek.

Kebakaran hebat justru terjadi beberapa kilometer dari lokasi restorasi dan belum diintervensi program BRG.

“Ternyata di Lukun ketika diintervensi di satu sisi masih ada sisi yang lain (terbakar). Ini miniatur gambut di Riau. Ketika bicara solusi final kebakaran hutan tak hanya bisa bicara di satu sisi. Harus komprehensif dan sinergi. Persoalan kebakaran bukan hanya persoalan ulang tahun. Ini masalah hulu dan hilir,” ucap Haris.

Sementara, di Desa Penyengat, Siak, masih ada satu titik api belum mati namun lokasi jauh ke hutan menyebabkan sulit pemadaman. Dia memperkirakan,  luas terbakar mencapai 80 hektar dalam 10 hari terakhir.

Alhamdulillah, sudah bisa dikendalikan. Tinggal satu titik di dalam tetapi sudah bisa kita katakan terkendali semua,” kata Setiono, tim pemadam dari Masyarakat Peduli Api Desa Rawa Mekar Jaya kepada Mongabay, Rabu (7/3/18) siang.

 

 

Anggaran terpangkas

Tarmizi, Kepala Bidang Riset dan Advokasi Forum Transparansi Anggaran (Fitra) Riau mengatakan, pemerintah Riau abai dalam penanganan kebakaran hutan tahun ini karena anggaran dalam APBD hanya Rp6,6 miliar, 77% lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya Rp29,3 miliar.

Gak tau kenapa tahun ini anggaran turun drastis. Padahal, kewenangan kehutanan sesuai UU Pemerintah Daerah, diurus provinsi, tak lagi di kabupaten. Kewenangan besar, alokasi anggaran minim, ini yang juga jadi masalah,” katanya kepada Mongabay, akhir pekan lalu.

Dana sebesar itu, katanya, tersebar di tiga satuan kerja, yakni,  Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Dinas Perkebunan. Semua, katanya, memuat program penanggulangan pencegahan kebakaran hutan dan lahan.

Dia menilai,  anggaran penanganan kebakaran setiap tahun setidaknya Rp30 miliar, sama dengan tahun sebelumnya. Dana-dana itu, katanya,  seharusnya memuat program pemulihan gambut.

BRG sendiri mengalokasikan dana Rp49 miliar. Jumlah itu di luar dari lembaga donor. Anggaran sebesar itu untuk program pembahasan kembali (rewetting), menanam kembali (revegetation) dan revitalisasi sumber kehidupan pada enam areal kesatuan hidrologi gambut.

BRG menargetkan, 140.000 hektar gambut pulih tahun ini. Untuk lima tahun kerja hingga 2020,  sekitar 900.000 hektar gambut rusak di Riau bakal terpulihkan.

“Gambut di Riau 5 juta hektar. Sakitnya 20 tahun. (Target restorasi) 900.000 hektar kerja lima tahun, mari kita liat lima tahun nanti. Daerah-daerah yang kini terbakar ini tidak di daerah yang diintervensi (BRG),” kata Haris, di hadapan sejumlah instansi dalam kesatuan tugas penanggulangan kebakaran Riau, pekan lalu.

BRG, katanya,  bukan tuntuk mengatasi kebakaran hutan, tetapi merestorasi agar gambut sehat hingga mengurangi kerentanan terbakar.

 

Foto utama: Kebakaran hutan pada 20 Februari lalu di Riau. Hingga awal pekan lalu, karhutla masih terjadi di beberapa kabupaten di Riau. Foto: BNPB/ Mongabay Indonesia

 

 

 

Exit mobile version