Mongabay.co.id

Ini Hasil Pemantauan Sampah Plastik di Nusa Penida Setelah Viral Video Penyelam Inggris

Tepat seminggu lalu, pada 3 Maret 2018, jagat dunia maya sempat heboh dengan unggahan video seorang penyelam asal Inggris, Richard Horner. Dalam video yang dia unggah ke YouTube maupun Facebook, Horner terlihat sedang menyelam di antara lautan sampah plastik.

Menurut Horner, lokasi penyelaman tersebut di Manta Point, salah satu lokasi favorit para penyelam di Nusa Penida, Bali. Merujuk pada namanya, di sinilah para penyelam bisa bertemu satwa laut endemik Nusa Penida, ikan pari manta (M. Birostris dan M. Alfredi) serta mola-mola (ocean sunfish). Namun, ketika menyelam Horner hanya menemukan satu ekor manta.

Sebaliknya, dia justru lebih banyak menemukan lautan sampah plastik. “Tas plastik, botol plastik, cangkir plastik, keranjang plastik, bungkus plastik, sedotan plastik. Plastik lagi. Plastik lagi. Banyak sekali plastik,” kata Horner dalam bahasa Inggris.

baca : Miris.. Video Pari Manta Makan Sampah Plastik Ini Viral

 

Penyelam asal Inggris,Rich Horner menyelam di antara lautan sampah di Nusa Penida, Bali yang diunggah di akun facebookny pada 3 Maret 2018. Foto : screenshot YouTube The Guardian.

 

Video Horner kemudian viral. Beberapa media internasional memuatnya, seperti The Guardian dan Channel News Asia. Berita itu kemudian juga menjadi perbincangan di media sosial, termasuk Facebook dan Twitter. Isu sampah plastik di Bali kemudian kembali ramai didiskusikan setelah muncul video tersebut.

Padahal, baru akhir bulan lalu Bali juga menjadi tuan rumah dalam pelaksanaan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) dengan aksi bersih sampah yang konon terbesar. Namun, hanya dua minggu setelah peringatan besar-besaran HPSN, Bali ternyata menjadi sorotan media-media internasional dan media sosial terkait banyaknya sampah plastik di lautan.

Video itu mendapat beragam respon, termasuk dari Pemerintah Indonesia. Selain karena berisi informasi tentang lokasi penyelaman di Bali, jualan utama pariwisata Indonesia sehingga mudah menarik respon internasional, juga karena Nusa Penida sendiri memang termasuk salah satu Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Indonesia.

baca : Riset Membuktikan Ini Jenis Sampah Laut Terbanyak di Pesisir Bali

 

 

Nusa Penida merupakan salah satu KKP yang berfungsi sebagai Taman Wisata Perairan. Di dalam kawasan ini ikan pari manta dan mola-mola yang menjadi ikon bagi Nusa Penida. Dengan luas 20.057 hektar dan lokasi-lokasi bawah laut yang menarik di dalamnya, KKP Nusa Penida pun banyak dikunjungi wisatawan.

Karena itu, munculnya video tentang lautan sampah di Manta Point mendapat respon serius tidak hanya dari pemerintah tetapi juga pihak lain yang bergerak di bidang konservasi pesisir dan laut

Selama dua hari pada 8-9 Maret 2018 kemarin, beberapa lembaga terkait kelautan pun langsung melakukan pemeriksaan silang di lapangan. Lembaga yang terlibat dalam pemantauan adalah Perkumpulan Penyelam Profesional Bali (P3B), Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) KKP Nusa Penida, Polres Klungkung, Coral Triangle Center (CTC) dan Balai Pelestarian Sumber Daya Perairan dan Laut (BPSPL) Denpasar. Selama pemantauan, tim hanya menemukan sampah dalam jumlah kecil dan beberapa saja.

Volume sampah berkurang signifikan. Pada hari pertama pemantauan, tim hanya menemukan empat helai plastik di lokasi yang disebut Richard Horner yaitu Manta Point dan Manta Bay. Pada hari kedua, Tim BPSPL Denpasar yang turun mengamati langsung bersama P3B menemukan sampah plastik juga dalam jumlah sedikit, sekitar 20 helai di Manta Point dan Manta Bay.

baca : Terus Berulang Terjadi, Dari Mana Sampah di Pantai Kuta?

 

Lauren Jubb, wisatawan Australia yang memposting video pari manta yang berenang diantara sampah di Nusa Lembongan Bali pada 8 Februari 2018. Foto : facebook Lauren Jobb

 

Pemantauan selama dua hari itu dilakukan di empat lokasi di mana tiga lokasi berada di bagian selatan Pulau Nusa Penida yaitu Manta Point, Manta Bay, dan Crystal Bay sedangkan lokasi lain adalah Mangrove Point di bagian timur laut Nusa Lembongan, salah satu dari tiga gugusan pulau di Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung.

Sampah yang ditemukan mengapung di permukaan laut berupa organik (batang kayu dan daun) dan anorganik (potongan plastik) di Manta Point dan Manta Bay. Pada perairan permukaan hingga kedalaman 12 meter, penyelam BPSPL Denpasar tidak menemukan sampah plastik menyangkut di terumbu karang maupun yang melayang. Sampah hanya ditemukan di mengapung di permukaan dalam jumlah sedikit berupa potongan plastik.

“Berdasarkan dokumentasi penyelaman anggota P3B pada 1 Maret 2018 juga tidak ditemukan sampah plastik di lokasi tersebut,” kata Brahmantya Satyamurti Poerwadi, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam siaran pers yang diterima Mongabay.

Andi Rusandi, Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut KKP, menambahkan bahwa selama pemantauan, tim juga menemukan satwa laut endemik Nusa Penida yaitu ikan pari manta sebanyak 12 ekor. Tim juga menemukan juga seekor penyu dan ubur-ubur di Manta Point dan seekor pari manta dan ubur-ubur di Manta Bay. Ikan pari manta dan penyu berenang di kedalaman hingga 12 meter.

baca : Sampah Plastik Semakin Ancam Laut Indonesia, Seperti Apa?

 

Seorang penyelam berenang bersama pari manta di perairan yang penuh sampah plastik di lepas pantai Nusa Lembongan, Bali. Foto : thecoraltriangle.com

 

Menurut Brahmantya banyaknya sampah plastik di laut sebagaimana direkam oleh Richard Horner kemungkinan besar disebabkan oleh pergerakan arus yang membawa sampah dari perairan sebelah barat ke perairan Nusa Penida. “Ini hanya terjadi pada saat-saat tertentu saja, tidak setiap saat,” lanjutnya.

Keberadaan sampah di perairan KKP Nusa Penida memang sangat dipengaruhi oleh pola arus di perairan sekitarnya. “Kita tidak pungkiri bahwa sumber sampah banyak berasal dari aktivitas manusia di sekitarnya. Namun, fenomena sampah yang terjadi saat ini juga diperkirakan lebih disebabkan oleh pergerakan pola arus laut dan bersifat musiman,” ujar Brahmantya.

Menurut informasi tim CTC, pergerakan pola arus saat musim angin barat terjadi setiap Oktober-April. Pada musim ini curah hujan sangat tinggi dan angin bergerak dari barat ke timur. Akibatnya, sampah dari Pulau Jawa bagian selatan kemungkinan besar akan bergerak ke arah timur dan sampai ke Nusa Penida. Selain itu, sampah-sampah tersebut juga bisa berasal dari daratan yang terbawa arus sungai sampai ke pantai dan perairan laut.

baca : Memprihatinkan, Satwa Laut di Bali dan NTB Makin Beresiko Keracunan karena Ini…

 

Seekor pari manta di perairan yang penuh sampah plastik di lepas pantai Nusa Lembongan, Bali. Foto : thecoraltriangle.com

 

Upaya untuk mengurangi sampah di perairan Nusa Penida, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah melakukan program. Pada tahun 2017, misalnya, pemerintah melaksanakan Gerakan Bersih Pantai dan Laut (Gita Laut) dan deklarasi Stop Buang Sampah Plastik ke Laut baik di Pulau Nusa Penida maupun di bagian selatan Pulau Bali yaitu di Padang Bai, Sanur, Kota Denpasar, dan Tanjung Benoa.

Selain itu, pemerintah juga memberikan bantuan alat pengolah sampah plastik kepada kelompok masyarakat pengolah sampah Wahyu Segara di Pulau Nusa Lembongan. Hasilnya tidak hanya mengurangi jumlah sampah di laut, pantai dan pesisir tetapi juga meningkatkan nilai tambah sampah plastik dan penghasilan kelompok.

Komunitas warga dan penyedia jasa wisata di Nusa Penida juga mulai terlibat dalam menjaga lingkungan. Di Nusa Penida terdapat setidaknya 30 penyedia jasa wisata, komunitas pemerhati lingkungan seperti Lembongan Marine Association (LMA), Kelompok Penyelam Lembongan (KPL) dan Gahawisri yang mendukung aktivitas wisata bahari. Selain itu juga ada kelompok masyarakat yang aktif menangani sampah di pantai dan laut seperti Lembongan Trash Hero dan kelompok Wahyu Segara yang telah mendapatkan bantuan dan binaan dari KKP dan Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Kabupaten Klungkung.

“Semua pihak harus kerja bersama mengatasi sampah plastik di laut sebagaimana terlihat dalam video yang diviralkan oleh Richard Horner,” tegas Brahmantya.

 

Exit mobile version