Mongabay.co.id

Ratusan Kapal Eks Cantrang dari Jawa Melaut di Perairan Dobo Aru. Kenapa?

Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengarahkan kapal eks pengguna cantrang untuk melaut  di perairan yang masih melimpah stok ikan dan dengan kapal penangkap yang masih relatif sedikit. Salah satu perairan yang dituju adalah Dobo di Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Sjarief Widjaja menjelaskan saat ini sudah ada ratusan kapal eks pengguna cantrang yang telah melaut mencari ikan di perairan Dobo itu.

Kapal eks cantrang tersebut, kata Syarief dalam siaran pers KKP, berasal dari daerah berbagai daerah di Jawa seperti Cilacap, Probolinggo, Indramayu, Cirebon, Rembang dan Pati. “Setidaknya di Dobo saat ini terdapat sekitar 1.100 kapal dari berbagai daerah,” katanya.

“Nelayan (kapal eks cantrang) di Pati sudah pindah ke Dobo (Kepulauan Aru, Maluku), sudah mendapatkan hasil tangkapan yang lebih baik, misalnya kakap merah. Harganya pun jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil tangkapan cantrang,” lanjut Syarief saat menemani Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti melihat pendataan ulang, verifikasi, dan validasi kapal-kapal dengan alat tangkap cantrang untuk peralihan penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan, di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Bajomulyo, Kecamatan Juwana, Pati, Jawa Tengah, Kamis (1/3).

baca : Peralihan Cantrang, Pilih Mengganti atau Berhenti Melaut?

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti melihat dan memotret kapal-kapal eks pengguna cantrang di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Bajomulyo, Kecamatan Juwana, Pati, Jawa Tengah, pada Kamis (1/3/2018). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Sjarief mengapresiasi pemilik kapal cantrang di Pati yang kooperatif dalam upaya pendataan ulang ini. “Untuk Pati, kami menyampaikan apresiasi kepada masyarakat karena ternyata sangat responsif, bagus, dan merupakan pelopor peralihan alat tangkap ini. Jadi yang pertama kali berubah alat tangkapnya itu Pati,” katanya.

Pendataan ulang diperlukan karena kapal-kapal di Pati umumnya berukuran besar yaitu antara 60 gross tonnage (GT), 80 GT, 150 GT, bahkan hingga 187 GT. Akan tetapi, tidak satu pun dari kapal tersebut yang memiliki izin pusat, yang berarti mengambil ukuran di bawah 30 GT alias markdown ukuran kapal.

“Dengan ukur ulang, kami akan selesaikan semuanya dan kita akan berikan surat keterangan melaut sehingga bisa melaut kembali dengan suatu komitmen mereka akan beralih alat tangkap,” lanjutnya.

Pemilik kapal cantrang di Pati responsif beralih ke alat tangkap ikan ramah lingkungan karena merasakan mendapatkan hasil yang lebih baik.

baca : Nelayan Ajukan Jaminan untuk Proses Pergantian Cantrang, Apa Saja?

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti melihat pendataan ulang, verifikasi, dan validasi kapal-kapal dengan alat tangkap cantrang untuk peralihan penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan, di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Bajomulyo, Kecamatan Juwana, Pati, Jawa Tengah, Kamis (1/3). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Pembiayaan Perbankan

Pada kesempantan tersebut, Susi Pudjiastuti menjelaskan kepada para pemilik kapal cantrang bahwa peraturan pelarangan cantrang bertujuan sepenuhnya untuk meningkatkan keberhasilan dan kesejahteraan nelayan. Begitu juga dengan kebijakan pergantian alat tangkap dan peralihan daerah tangkapan ke wilayah timur Indonesia dan perairan Natuna.

“Saya tidak ingin asing masuk lagi ke Indonesia karena saudara tidak mau geser ke sana (daerah tangkapan yang disarankan) untuk mengisi laut Indonesia. Kalau saudara-saudara nurut sama saya, segera alih alat tangkap. Saya kasih SIPI (surat izin penangkapan ikan) dan SIKPI (surat izin kapal penangkap ikan) untuk menangkap di WPP 718 (perairan Laut Aru, Laut Arafuru dan Laut Timor bagian timur),” jelasnya

Susi memastikan pemilik kapal yang bersedia beralih alat tangkap bisa mendapatkan tambahan pinjaman dari perbankan dengan agunan yang ada. Jika mendapat kesulitan, pemilik kapal dapat langsung melapor kepada Menteri Susi. Pemilik kapal cantrang yang kesulitan memenuhi cicilan juga dapat meminta penundaan cicilan hingga satu tahun.

baca : Kebijakan Pelarangan Cantrang Seharusnya Tidak Ada, Kok Bisa?

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menjelaskan tentang kebijakan pelarangan alat tangkap ikan cantrang yang merusak biota laut, saat peninjauan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Bajomulyo, Kecamatan Juwana, Pati, Jawa Tengah, Kamis (1/3). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Oleh karena itu, Susi mengimbau agar semua pemilik kapal cantrang segera berganti alat tangkap sehingga pemerintah dapat segera membantu fasilitasi perbankan. “Segera (beralih alat tangkap) mumpung ada bank-nya siap. Saat ini BRI harus memberikan karena ini program pemerintah untuk pengalihan alat tangkap,” tuturnya.

“Ibu nyambut gawe saisone, sakuate, tapi kan waktunya ada limit-nya. Ibu ki eman sama sampean (Ibu kerja sebisa mungkin, sekuat mungkin, tapi waktu bekerja sebagai menteri ada batasnya. Ibu ini kasian sama saudara-saudara sekalian),” tambahnya.

Sebelumnya, Susi saat meninjau pendataan ulang kapal kapal-kapal cantrang di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tasikagung, Rembang, Jawa Tengah, awal pada awal Februari 2018, mengatakan penggunaan cantrang untuk menangkap ikan di laut, dinilai merusak ekosistem, karena sekali melaut bisa membuang minimal 1 kuintal hingga 1 ton ikan dan biota laut lainnya.

Menurut Susi, dengan kebiasaan seperti itu, laut Indonesia, terutama di kawasan yang banyak didatangi kapal pengguna cantrang, akan cepat mengalami kerusakan. Dia menyebut, contoh fenomenal yang hingga kini masih terus dikenang, adalah kerusakan yang dialami perairan di sekitar Bagan Siapi-api, Riau akibat banyaknya kapal menggunakan cantrang.

“Tak perlu menunggu ada kota lain untuk rusak dan hancur ekonominya lagi. Dari sekarang harus dijaga sebaik mungkin. Untuk itu, kesadaran dari nelayan menjadi yang utama,” jelasnya.

baca : Susi : Cantrang Itu, Sekali Tangkap Bisa Buang Banyak Sumber Daya Ikan

 

Sejumlah kapal dengan alat tangkap ikan berupa cantrang di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tasikagung, Rembang, Jawa Tengah, pada Selasa (13/2/2018). Kapal-kapal tersebut belum bisa melaut sebelum administrasi kapal dan menyanggupi kesediaan mengganti cantrang dengan alat tangkap ikan yang ramah lingkungan. Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Solusi yang Komprehensif

Sedangkan Susan Herawati Romica, Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengatakan aturan pelarangan sebenarnya sudah ada sejak 1980. “Yang menjadi kendala sampai hari ini itu implementasi aturan. Kalau ada yang menggunakan alat tangkap itu sanksi masih belum maksimal. Ini membuat ketidakpastian di tingkat grassroot (akar rumput),” katanya kepada Mongabay Indonesia pada Rabu (6/2/2018).

Kiara sendiri setuju dengan pelarangan cantrang ini demi perikanan nelayan pesisir berkelanjutan. “Sayangnya mitigasi atau pergantian alat tangkap masih belum maksimal. Artinya, masih banyak kebocoran di situ. Ini yang kemudian jadi gejolak baik di tingkat nasional maupun akar rumput,” katanya.

Susan melihat KKP belum mempunyai skema cukup jelas tentang pergantian alat tangkap. “Padahal, kalau bicara alat tangkap itu tidak bisa hanya dilihat sebagai alat. Di dalam alat tangkap itu juga ada tradisi, kebiasaan, rantai produksi. Padahal (yang diatur) di dalam UU itu ada kapal-kapal yang mengubah tradisi. Biasanya, menangkap berapa, kemudian berubah. Itu kan juga harus ada adaptasi luar biasa. Analisanya, juga harus tajam dan sistem harus disiapkan benar,” katanya.

Oleh karena itu, Pemerintah perlu memperhatikan kesejahteraan nelayan selama proses peralihan cantrang dan membantu permodalan atau akses ke perbankan untuk peralihan alat tangkap dari cantrang. Termasuk mengarahkan nelayan tersebut dalam menangkap ikan di WPP yang masih berlimpah stok ikannya, seperti di WPP 718 yaitu perairan Aru, Maluku dan sekitarnya.

baca : Susan Herawati: Masalah Nelayan bukan Hanya Cantrang

 

Daftar wilayah pengelolaan perikanan (WPP) Indonesia

 

Exit mobile version