Mongabay.co.id

Satu Lagi Warga Indragiri Hilir Tewas Diterkam Harimau

(Ilustrasi) Harimau Sumatera. Foto: Rhett A. Butler

 

Lebih dua bulan tim relokasi harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) di bawah Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Riau, berusaha menangkap si raja hutan di kebun sawit PT Tabung Haji Indo Plantations, Indragiri Hilir, Riau, yang telah menerkam seorang buruh sawit, Jumiati. Harimau belum tertangkap, korban jiwa bertambah.

Baca juga: Harimau Terkam Buruh Kebun Sawit di Riau, Apa Kata Mereka?

Upaya penangkapan mulai pakai sejumlah boks perangkap, kambing jantan, kamera perangkap hingga tim medis dan juru tembak ditempatkan di lokasi sejak pekan pertama Januari 2018. Bahkan,  tim BKSDA sempat mengundang pawang harimau dari Aceh. Dari video dan foto beredar, sedikitnya tiga kali tim BKSDA berpapasan dengan harimau, bernama Bonita itu. Usaha penangkapan belum berhasil.

Sabtu (10/3/18), korban kedua, Yusri Efendi (34) tewas diterkam harimau diduga oleh Bonita. Yusri dari Desa Pulau Muda, Kecamatan Teluk Meranti, Pelalawan, Riau, diserang saat perjalanan pulang ke bedeng bersama tiga rekan sekerjanya di Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Plangiran, Kabupaten Indragiri Hilir.

Laporan Bhabinkamtibmas Desa Tanjung Simpang, yang diterima Mongabay menyebutkan, Yusri sebenarnya sudah mengetahui keberadaan harimau pukul 16.30. Saat membangun sarang burung walet, dia melihat harimau istirahat di bawah bangunan. Dalam ketakutan, mereka bertahan di struktur bangunan hingga dua jam.

Sekira pukul 18.30, harimau tak lagi terlihat di bawah bangunan. Mereka turun dan segera berjalan ke bedeng, tempat mereka beristirahat selama proyek pembangunan. Baru berjalan sekitar 250 meter, tiba-tiba harimau sudah di depan mata.

Mereka terkejut. Yusri, Rusli, Indra dan Sarman lari luntang lanting dan berpencar. Beberapa saat kemudian, mereka saling memanggil untuk memastikan kondisi setelah diserang harimau. Yusri tak bersuara.

Satu jam berikutnya,  mereka menemukan jasad Yusri di tanaman kumpai di atas air. Yusri meninggal dengan luka gigitan di bagian tengkuk. Malam itu juga jasad ayah tiga anak ini dibawa ke Pulau Muda beserta tiga rekan kerjanya juga dari daerah sama. Mereka trauma.

“Nampak harimau tu di bawah. Gak turun, kan takut. Diambillah kayu. Dihalau. Pas dah ndak nampak lagi, pelan-pelan mereka turun ke bedeng. Sekitar 200 meter langsung ketemu, langsung dihajar. Emang sudah diintai terus dari siang,” kata Rosli, paman Yusri kepada Mongabay, Senin sore.

Yusri adalah korban kedua diduga terkaman Bonita. Pada 3 Januari 2018, pekerja buruh PT THIP, Jumiati juga tewas kena terkam. Harimau di sekitar kebun sawit sebenarnya sudah terpantau warga sejak pertengahan 2017. Sejak kematian Jumiati, harimau lebih sering berpapasan dengan manusia.

BKSDA Riau sempat memastikan ada dua harimau di lokasi itu terlihat dari struktur belang hasil foto kamera dan kamera perangkap yang berhasil mengabadikan si belang.

 

Ratusan warga Pulau Muda, Pelalawan protes di pabrik sawit PT THIP terkait dengan teror harimau Sumatera, Senin (12/3/18). Foto: Facebook Rosli Buyung/Mongabay Indonesia

 

 

Warga ultimatum BKSDA

Ratusan warga Pulau Muda, Senin kemarin mendatangi pabrik sawit THIP. Mereka protes BKSDA karena lamban menangani harimau liar yang sudah membunuh dua orang.

Mereka memberi batas waktu tiga hari bagi BKSDA menyingkirkan harimau. Harimau harus ditangkap dalam keadaan hidup maupun mati.

“KSDA secepatnya membunuh atau menuntaskan hewan itu dalam tiga hari terhitung besok. Kami tidak tahan lagi. Sampai saat ini kami mau buang air kecil aja harus dikawani,” kata warga.

Warga juga menuntut perusahaan lebih proaktif mencari solusi dan mendukung penanganan harimau liar. Dalam konferensi pers awal tahun lalu, Dani Murdopo dari THIP mengatakan, menyerukan agar karyawan bekerja tak sendiri-sendiri. Perusahaan juga memasang rambu-rambu di jalur yang diperkirakan perlintasan harimau. Warga Pulau Muda menuntut usaha lebih perusahaan dalam menangani harimau.

Ujang, warga yang ikut demo mengatakan, saat ini harimau mulai dekat dengan pemukiman. Dia khawatir teror ini membuat masyarakat makin takut berkegiatan di luar padahal sumber pencarian warga banyak di perkebunan.

“Ini gak jauh dari Pulau Muda, sekarang mulai ada kabar, ada harimau di sini. Baru-baru ini,” katanya kepada Mongabay. Jarak Desa Pulau Muda dengan kebun sawit THIP hanya empat kilometer.”

Tuntutan yang mereka bacakan itu ditanggapi tim penanganan harimau BKSDA dan THIP. Soal tiga hari batas waktu menyingkirkan harimau, BKSDA menyepakati tujuh hari terhitung Selasa (13/3/18).

“Masyarakat Pulau Muda akan mengambil tindakan sendiri untuk membunuh hewan buas ganas itu bersama-sama dengan cara apapun. Dan tidak jadi tuntutan hukum apapun di kemudian hari,” demikian tuntutan yang ditandatangani BKSDA Riau dan perusahaan.

 

Segera evakuasi harimau

Pascaserangan maut kedua akhir pekan lalu, Wiratno, Direktur Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menginstruksikan BKSDA Riau untuk fokus menenangkan masyarakat.

BKSDA dan tim juga diminta meningkatkan komunikasi dengan seluruh pemangku kepentingan, terutama aparat keamanan dan melaporkan semua perkembangan di lapangan.

“Ada tim BKSDA. Ada WWF. Tim udah di lapangan. Jadi memang harus diupayakan ditembak bius sudah. Saya kontak terus dengan ketua tim. Ada unsur masyarakat juga (di tim),” katanya dihubungi Mongabay dari Pekanbaru.

Soal tuntutan warga Pulau Muda, Wiratno meminta tim segera menangkap harimau sebelum batas waktu habis. Jika terpaksa tembakan melukai kaki harimau, tim telah menyiagakan dokter hewan.

“Kalau ditembak (harimau), kena kaki masih ada dokter hewan yang bisa mengobati. Kalau ditembak bius dibawa ke luar desa. Itu paling ideal.”

Meski situasi memanas, Wiratno meminta warga tak membunuh harimau. BHarimau liar di perkebunan dan pemukiman karena ketidakseimbangan ekosistem. Habitat harimau berkurang, pakan tak lagi tersedia di hutan atau hal lain seperti anaknya terganggu hingga mereka masuk perkebunan maupun pemukiman.

Pada Mei 2017, harimau terpantau kamera handphone warga. Makin sering harimau berpapasan dengan warga, Wiratno mengirimkan surat pada 14 Desember 2017 berisi persetujuan relokasi harimau.

Berdasarkan data WWF, kurang dari 400 harimau ada di alam liar. Lembaga pemeringkat konservasi dunia, IUCN menetapkan status terancam punah lantaran habitat mereka berkurang oleh ekspansi manusia, salah satu untuk perkebunan.

 

Foto utama: Harimau Sumatera. Foto: Rhett Butler

 

Exit mobile version