Mongabay.co.id

Peluru Senapan Angin Bersarang di Tangan Anak Orangutan Ini

Inilah anak orangutan sumatera yang diserahkan warga Aceh Timur ke BKSDA Aceh. Foto: Mukhlis/FKL

Masih ingat dengan derita anak orangutan sumatera (Pongo abelii) yang diserahkan warga Peunaron, Kabupaten Aceh Timur, Aceh, ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh? Saat itu, Kamis (15/3/2018), kondisinya cacingan, malnutrisi, dan tangan kanan luka.

Selanjutnya, orangutan jantan usia dua hingga tiga tahun itu, dari BKSDA diserahkan ke pusat rehabilitasi orangutan sumatera di Sibolangit, Sumatera Utara, untuk mendapatkan perawatan intensif. Bagaimana kondisinya saat ini?

“Hasil pemeriksaan awal menunjukkan kondisi anak orangutan yang diberi nama Baung itu stabil. Perilakunya masih liar, hanya kekurangan gizi,” jelas Suryadi, Komunikasi Yayasan Ekosistem Lestari – Sumatran Orangutan Conservation Program (YEL-SOCP), Rabu (21/3/2018).

Suryadi mengatakan, yang bermasalah adalah luka di tangan kanan Baung. Hasil X-Ray menunjukkan luka tersebut berasal dari peluru senapan angin. “Peluru itu masih bersarang di tangannya.”

Kemungkinan besar induk Baung telah mati saat mencari makan. “Baung harus menjalani perawatan fisik dan rehabilitasi sebelum kembali dilepaskan ke alam liar. Ini membutuhkan proses panjang, karena itu tim SOCP harus mengganti peran induknya,” ungkapnya.

Suryadi mengatakan, saat ini di pusat karantina orangutan Sibolangit, terdapat 50 individu yang sedang menjalani perawatan dan rehabilitasi. Sebagian besar, merupakan sitaan atau diserahkan masyarakat. “Dari jumlah tersebut, sekitar 70 persen merupakan anak-anak yang sudah tidak ada lagi induknya. Sedih,” tuturnya.

Baca: Tanpa Induk, Anak Orangutan Ini Diserahkan Warga ke BKSDA Aceh

 

Anak orangutan sumatera ini tidak memiliki induk lagi. Saat diserahkan ke BKSDA Aceh kondisinya malnutrisi dan tangan kanannya terluka. Foto: Mukhlis/Forum Konservasi Leuser

 

Kepala BKSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo mengatakan, sejak pertama kali anak orangutan itu diserahkan masyarakat, dirinya yakin ini hasil perburuan ilegal. “Kecil kemungkinan masyarakat mau menyelamatkan anak orangutan yang ditemukan di dalam hutan.”

Sapto mengatakan, perburuan orangutan di Aceh masih terus terjadi dan jika ditemukan anaknya maka induknya telah terbunuh. Salah satu cara yang dilakukan untuk memburu orangutan adalah menggunakan senapan angin.   “Kenyataan, senapan angin banyak dipakai untuk berburu orangutan. Bahkan, beberapa orangutan yang ditemukan terluka, banyak peluru senapan angin di tubuhnya.”

Sebenarnya, tambah Sapto, sudah ada peraturan Kapolri tentang aturan penggunaan senjata api, termasuk senapan angin yang tidak boleh dimiliki atau diperjualbelikan bebas. Kepemilikan senapan angin juga harus memiliki izin dari kepolisian. Tapi saat ini, senapan angin beredar bebas di masyarakat dan sudah seharusnya ditertibkan.

“Perburuan orangutan dan satwa lainnya akan terus terjadi bila senapan angin masih beredar bebas,” jelasnya.

 

Inilah anak orangutan sumatera yang diserahkan warga Aceh Timur ke BKSDA Aceh. Foto: Mukhlis/Forum Konservasi Leuser

 

Senapan yang mengancam 

Direktur YOSL-OIC, Panut Hadisiswoyo menyebutkan, sebagian besar orangutan yang diselamatkan dari perkebunan masyarakat, ada bekas peluru senapan angin di tubuhnya.   “Senapan angin itu dipakai untuk mengusir orangutan dari kebun atau untuk membunuh induk lalu diambil anaknya.”

Panut menambahkan, peluru senapan angin sebenarnya fatal jika orangutan. Biasanya, untuk melumpuhkan orangutan, pemburu menembak ke bagian mata. Ini dilakukan untuk melumpuhkan induk orangutan, dan setelah jatuh, pemburu dengan mudah mengambil anaknya.

“Pada dasarnya, senapan angin hanya boleh dipakai atau dimiliki setelah mendapat izin kepolisian. Namun, yang terjadi saat ini masih banyak senapan angin beredar tanpa izin, bahkan digunakan untuk memburu satwa dilindungi,” terangnya.

Panut menambahkan, kepolisian harus menertibkan dan membatasi peredaran senapan angin hanya untuk olahraga. Untuk perburuan, jangan diberi izin. Selain itu, senapan angin yang beredar dimasyarakat harus ditertibkan.   “Jika langkah ini tidak dilakukan, maka kehidupan satwa dilindungi seperti orangutan akan terus terancam.”

 

Kekerasan terhadap orangutan dengan senapan angin terus terjadi. Penegakan hukum harus dilakukan terhadap pelaku kejahatan satwa liar dilindungi ini. Foto: Centre for Orangutan Protection

 

Manager Anti Kejahatan Satwa Liar Centre for Orangutan Protection (COP), Daniek Hendarto mengatakan, keberadaan senapan angin saat ini sangat mengancam satwa liar Indonesia. Termasuk, orangutan. “Orangutan, elang, bangau, burung pipit, kucing hutan dan satwa lainya mati oleh peluru senapan angin.”

Menurut Daniek, hasil pendataan enam lembaga yang bergerak dalam penyelamatan orangutan menunjukkan, ada 47 kasus penembakan orangutan dengan senapan angin sepanjang 2012 hingga 2018.   “Penembak terjadi di Sumatera dan Kalimantan. Ini fenomena gunung es, kami yakin lebih banyak lagi kasusnya.”

Daniek menambahkan, penggunakan senapan angin untuk memburu satwa liar menyalahi aturan. Merujuk Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2012, Pasal 4 ayat 3, disebutkan, senapan angin digunakan untuk kepentingan olahraga menembak sasaran atau target. Dalam pasal 5 ayat 2 disebutkan, senapan angin hanya digunakan di lokasi pertandingan dan latihan.

“Namun karena kontrol yang lemah, peredaran dan penyalahgunaan senapan angin terus terjadi. Satwa liar terus berjatuhan. Bahkan, akibat senapan angin, orangutan yang diselamatkan ada yang menderita cacat permanen,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version