Mongabay.co.id

Demi Madu Alami Hutan Harus Lestari, Mengapa?

Suasana tenang menyelimuti Rumah Pilpil, desa yang dihuni masyarakat suku Karo dengan berbagai marga. Letak desa ini bertetangga dengan kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

Ada yang menarik di sini, Senin (19/3/2018) malam, beberapa warga bersiap memanen madu lebah liar. Kegiatan kali ini, berlokasi di camp Indonesian Species Conservation Program (ICSP). Ada tujuh sarang besar lebah yang siap dipetik di pohon tualang.

Peralatan sederhana telah disiapkan. Ada paku, alat penerangan, hingga daun sirih hutan dalam satu ikatan besar yang berguna untuk mengusir lebah yang hinggap di sarangnya. Daun sirih yang dibakar akan mengeluarkan asap dan bara yang sangat tidak disenangi lebah.

Adalah Cornelius Sembiring (37) yang terbiasa memanjat pohon. Sejak kelas 2 SMP, dia sudah keluar masuk hutan bersama ayahnya, mencari sarang lebah liar. “Untuk memanjat, saya gunakan paku besar yang digunakan sebagai pijakan. Saat dekat sarang madu, daun sirih hutan dibakar. Berikutnya madu diturunkan dengan ember,” jelasnya yang sudah kebal disengat lebah.

Dia menjelaskan, sedikit banyaknya madu yang diperoleh, tergantung musim bunga di hutan. Semakin banyak bunga semakin banyak madu yang dihasilkan, karena lebah ini menghisap madu bunga. “Lebah hanya membuat sarang di beberapa jenis pohon saja, seperti pohon sililis, tualang, dan kesumpat.

Baca juga: Geliat Budidaya Lebah Trigona di Desa Penyangga Tesso Nilo, Seperti Apa?

 

Madu alami ini sangat baik untuk kesehatan tubuh dan menjadi obat bagi anak saat flu, demam, atau batuk. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Ada beberapa jenis madu yang diperoleh. Jika madu berwarna hitam, lebah liar itu menghisap bunga dadap, jika warna kuning berasal dari bunga kayu hutan. Pastinya, madu tersebut tetap lezat untuk dikonsumsi.

Cornelius mengatakan, bersama warga desa, mereka tidak menjual madu secara komersil. Biasanya, setelah panen, madu dibawa kerumah, diperas dan dipisahkan dari lebah yang masih terikut sarang. Setelah itu, dibagi dengan keluarga dan tetangga.

Namun begitu, tidak sedikit warga luar kabupaten datang ke desa mereka mencari madu asli ini. Harga dipatok Rp200.000 untuk satu botol ukuran sedang. “Madu ini bagus untuk kesehatan dan stamina. Buat anak-anak bisa jadi obat flu, demam, batuk, dan sebagainya,” ungkapnya.

 

Inilah madu hasil panen warga Desa Rumah Pilpil. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Bagi warga Rumah Pilpil, menjaga hutan akan memberi keuntungan besar. Madu lebah liar akan tetap bisa dipanen, tanpa harus mengeluarkan biaya sepeser pun, bila hutan tetap ada.

“Yang kami ingin sampaikan adalah, jika hutan terjaga maka akan memberikan sumber kehidupan juga untuk kita. Mari kita jaga alam, bersahabat dengan alam, sebab leluhur kami juga melakukan hal yang sama,” tutur Cornelius sembari memeras madu lebah alami di rumahnya.

 

Madu alami dari sarang lebah inilah yang dipanen warga. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Rudianto Sembiring, Direktur ISCP mengatakan, pohon tualang menjadi kegemaran lebah liar untuk membuat sarang. Saat ini, lebah liar mulai sulit ditemukan akibat pembalakan liar, perambahan yang masif, dan alih fungsi lahan yang menyebabkan lebah liar sulit mencari pohon sesuai standarnya untuk bersarang. Belum lagi, penggunaan pupuk pestisida untuk buah-buahan yang membuat menu utama lebah liar berkurang.

Lebah, menurutnya, merupakan penyerbuk tanaman khususnya buah-buahan seperti jeruk, durian dan jenis buah agroforestry di Rumah Pilpil. Juga, daerah lain yang masih memiliki tutupan hutan yang baik.

“Itu sebabnya, berbagai jenis pohon yang ada di camp ISCP tetap kami jaga. Lebah liar yang membuat sarang di sini cukup banyak. Kami kampanyekan kepada masyarakat agar menjaga hutan sehingga bisa mendapatkan madu berlimpah seperti sekarang ini,” jelasnya.

 

 

Terkait panen, menurut Rudi, pengambilan dilakukan saat cuaca cerah. Jika musim hujan, hasilnya tidak akan bagus, sebab madu akan bercampur air.   “Bagi kami di ISCP, kampanye pelestarian hutan dengan memanfaatkan apa yang ada di dalamnya tanpa harus merusak, menjadi target utama. Bila hutan terjaga, kita bisa memanfaatkan hasilnya,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version