Mongabay.co.id

Langgar UU Perkebunan, Denda Rp3 Miliar bagi KUD Pematang Sawit

Kebun inti PTPN XIV di Wana-wana. Kiri kanan jalan bersengketa dengan warga. Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia

Setelah enam bulan proses persidangan KUD Pematang Sawit, akhirnya majelis hakim memutus koperasi ini terbukti bersalah karena melanggar UU Perkebunan pada 14 Maret lalu.

Ketua Majelis Hakim Meni Warlia bersama anggota, Ria Ayu Rosalin dan Rahmad Hidayat Batubara, menetapkan, hukuman denda Rp3 miliar dan lahan kelola dikembalikan.

Sebelumnya, pada persidangan 28 Februari 2018, jaksa penuntut umum Martalius, menuntut terdakwa denda Rp7 miliar. Martalius melandaskan tuntutan berdasarkan dakwaan tunggal, Pasal 105 jo Pasal 47 ayat (1) jo Pasal 113 ayat (1) huruf a, UU RI Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan.

“Semua unsur dalam dakwaan telah terpenuhi,” katanya, saat membaca tuntutan.

Unsur-unsur dalam pasal itu, setiap perusahaan yang budidaya perkebunan, melakukan usaha budidaya perkebunan dengan luasan skala tertentu (25 hektar atau lebih).

Fakta sidang, hasil pengecekan lapangan dengan mengambil titik koordinat maupun keterangan saksi JPU, menyatakan, KUD Pematang Sawit menanam sawit 304,37 hektar. Modelnya, KUD bekerjasama dengan beberapa pemodal.

Hal ini diakui Dedi Altina, salah satu pemodal. Dia telah menikmati hasil panen sawit sejak bekerjsama pada 2008. Bahkan, Hairul Pagab sebagai wakil ketua maupun Syamsuarlis sebagai ketua, saat bersaksi juga mengakui.

Kata Martalius, unsur ini juga terpenuhi. Kemudian soal tak memiliki izin usaha perkebunan.

Selama persidangan, tak ada keterangan saksi maupun Hairul Pagab sebagai pengurus koperasi menyatakan KUD Pematang Sawit telah memiliki izin. JPU memakai keterangan saksi Heri Hadiasyah Putra, pegawai Dinas Perkebunan dan Kehutanan Pelalawan.

Heri, saat menjabat, pernah menegur KUD Pematang Sawit dengan melayangkan surat supaya mengurus izin tetapi tak pernah mendapat respon.

Akhir tuntutan, Martalius meminta supaya lahan kelolaan terdakwa dikembalikan pada negara melalui Dinas Kehutanan cq PT Nusantara Sentosa Raya (NSR). Konon, perusahaan inilah yang melaporkan KUD Pematang Sawit ke Mabes Polri pada 29 Maret 2016.

“Karena areal itu dalam konsesi NSR yang telah diberi izin pemerintah,” katanya.

Penasihat hukum membela terdakwa KUD Pematang Sawit. Menurut mereka, alasan JPU tidaklah tepat dan tak adil terhadap masyarakat yang berhimpun dalam koperasi.

Mereka menilai, subyek hukum tidak tepat ditujukan pada KUD Pematang Sawit. Pasalnya, KUD bukanlah perusahaan perkebunan, melainkan koperasi, di dalamnya ada masyarakat Desa Segati, Langgam, Pelalawan.

“Meskipun KUD Pematang Sawit telah berbadan hukum,” kata Azis Fahri Pasaribu, penasihat hukum koperasi.

Edi Sutrisno Sidabutar, juga penasihat hukum koperasi, membantah terdakwa mengelola lahan lebih 25 hektar. Alasannya, lahan KUD Pematang Sawit bekerjasama dengan pemodal, adalah milik masyarakat yang masing-masing tak lebih dari dua hektar.

Lahan itu diserahkan oleh ninik mamak Datuk Antan pucuk pimpinan masyarakat Desa Segati, untuk dikelola dan ditanami sawit.

Penjelasan ini sekaligus membantah tuntutan JPU yang menyatakan KUD tidak memiliki izin. “Karena masyarakat hanya mengelola lahan tak lebih dua hektar, mereka cukup diberi surat tanda daftar budidaya atau STDB,” kata Edi.

Seharusnya, kata Aziz,  pemerintah mensosialisasikan aturan mengenai budidaya tanaman perkebunan yang harus memiliki izin. Menurut dia, tak semua masyarakat paham dengan aturan itu.

Penasihat hukum juga tidak sependapat dengan permintaan JPU, supaya lahan kelolaan masyarakat kembali pada NSR melalui dinas terkait. Permintaan ini,  dinilai tak memandang rasa keadilan bagi masyarakat yang sudah menguasai lahan puluhan tahun.

“Seharusnya, ini masuk dalam ranah perkara perdata karena berhubungan dengan batas kepemilikan lahan,” katanya.

Meskipun tuntutan JPU Rp7 miliar, hakim memutus denda Rp3 miliar dan membayar biaya perkara Rp5.000. Putusan hakim juga memerintahkan lahan kelola KUD harus dikembalikan.

Sebelum hakim menutup sidang, kedua belah pihak baik JPU maupun penasihat hukum terdamkwa akan pikir-pikir dalam menanggapi keputusan ini.

Hairul Pagab tampak mengusap muka dan menghela nafas. Sebelum berdiri dan menyalami majelis hakim, JPU dan mendekati penasihat hukum. Tak ada kata lain diucapkan Hairul, selain berterimakasih dan tersenyum sembari keluar dari ruang sidang bersama-sama.

 

Foto utama: Ilustrasi kebun sawit. Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia

 

Hairul Pagab, Wakil Ketua KUD Pematang Sawit yang mewakili terdakwa KUD menunggu di ruang sidang cakra sebelum majelis hakim memasuki ruangan. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

 

Exit mobile version