Mongabay.co.id

Kiprah Sang Legenda Mangrove dari Kota Mempawah

Raja Fajar Azansyah tampak sibuk. Kedua tangannya bergerak lincah mengikuti tutur kata yang melecut dari bibirnya. Bertopi rimba dengan motif padang pasir, dia berusaha membakar semangat ratusan pengunjung yang datang ke Mempawah Mangrove Park, habitat para penggila peradaban mangrove, Minggu (18/3/2018).

“Saudara-saudaraku, selamat datang di Mempawah Mangrove Park. Hari ini kita berkumpul untuk satu niat bersama. Kita akan menanam mangrove di sekitar kawasan ini. Tolong jaga keamanan dan keselamatan masing-masing, kita akan menceburkan diri ke rawa laut,” katanya dengan suara berapi.

Jarum jam menunjuk angka delapan. Kendati masih pagi, sinar matahari sudah menyengat. Di ujung geretak (jembatan kayu), ribuan bibit mangrove sudah terkumpul. Jumlahnya mencapai 3.500 batang. Geretak itu menjadi akses untuk mencapai bibir pantai.

Pengunjung datang dari berbagai elemen. Mereka adalah mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak, Lions Club, WWF-Indonesia, pramuka, dan marinir TNI. Para pengunjung mendapat pendampingan dari Mempawah Mangrove Conservation (MMC).

 

Mangrove dengan perakarannya yang melindungi area pesisir pantai. Foto: Ridzki R Sigit/Mongabay Indonesia

 

Sejurus kemudian, para pengunjung beraksi. Mereka membentuk konfigurasi memanjang, mengikuti jalur geretak. Bibit mangrove diangkut dangan pola estafet. Kerja sama berantai ini memudahkan proses angkut bibit menuju bibir pantai.

Fajar memimpin langsung seluruh tahapan penanaman. Dia segera menceburkan diri ke rawa laut. Disusul seluruh pengunjung yang ingin berkontribusi dalam penanaman.

Awalnya tanah yang diinjak masih keras. Namun makin mendekati laut, lumpur kian dalam. Daya hisapnya pun terbilang cepat. Telat melangkah bisa tersedot. Dalam situasi seperti ini, diperlukan kepiawaian khusus. Salah satunya dengan cara merangkak sampai ke lokasi target tanam.

Fajar memberikan contoh agar peserta mengikutinya. Pola inilah yang digunakan hingga proses penanaman berjalan sesuai rencana. Sesuai data, jumlah pengunjung yang berkontribusi mencapai 320 orang.

 

Raja Fajar Azansyah mengecek kondisi pertumbuhan mangrove yang sudah ditanam sebelumnya sebagai bagian dari upaya perawatan secara berkesinambungan. Foto: Andi Fachrizal/Mongabay Indonesia

 

Abrasi memicu intuisi

Usai menanam Fajar masih sibuk meladeni para tamu. “Ayo kita makan dulu!” Fajar mengajak para pengunjung yang masih berseliweran membersihkan diri dari lumpur yang menempel di badan.

Sambil menikmati hidangan siang sederhana yang disiapkan oleh Komunitas Lions Club, Fajar mulai bercerita tentang ide awal kegilaannya terhadap mangrove. Tentang abrasi yang telah meluluhlantakkan daratan.

“Idenya muncul begitu saja. Karena abrasi, saya tergerak untuk menanam mangrove. Memang tidak banyak peminat kala itu. Hanya segelintir orang yang mau membantu,” katanya.

Ayah dua anak ini pun mulai merajut kecintaan pada mangrove di Dusun Benteng, Kelurahan Terusan, Kecamatan Mempawah Hilir, Mempawah pada 2011. Kala itu, air laut seperti hendak menelan daratan.

Pria 40 tahun ini pun mulai melakukan penanaman mangrove bersama rekan sepergerakan. Prosesnya tidak menggebu-gebu. Seberapa besar kemampuan menanam, segitulah adanya.

Seiring proses penanaman berjalan, Fajar bersama dua rekan lainnya, Roni Priyadi dan Sap Pardiansyah membentuk sebuah lembaga bernama Mempawah Mangrove Conservation (MMC) pada 14 Desember 2011.

Melalui lembaga inilah Fajar menggalang dukungan. Hingga suatu ketika, pesisir Dusun Benteng berhasil dihijaukan. Jika dihitung, ada 7.500 bibit mangrove yang ditanam di atas lahan seluas satu hektar. Proses penanaman berlangsung 2011-2012.

 

Raja Fajar Azansyah memberikan arahan kepada pengunjung Mempawah Mangrove Park (MMP) sebelum melakukan penanaman. Foto: Andi Fachrizal/Mongabay Indonesia

 

Keberhasilan penanaman di Dusun Benteng memicu kepedulian banyak orang untuk melakukan hal yang sama. Gayung pun bersambut, tempat-tempat lain menanti sentuhan serupa. Desa Penibung, Sungai Bakau Kecil, Sungai Bakau Besar Laut, Pasir, Sengkubang, dan Desa Sungai Purun Kecil.

“Pelatuk penanaman ada di Dusun Benteng. Keberhasilan itu kemudian kami kampanyekan melalui media sosial. Ini terbilang efektif dan mendapat perhatian publik lebih luas,” terangnya.

Selain Komunitas Lions Club dan WWF, lembaga-lembaga lain turut lebur mengucurkan bantuan. Mereka terdiri Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait di Kabupaten Mempawah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kalbar, dan Dipostar Finance.

Kini, luas areal tanam di tujuh desa/kelurahan se-Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, mencapai 28 hektar. Sedangkan jumlah total bibit yang tertanam sepanjang 2011-2018 mencapai 287.200 mangrove.

Tak hanya di Mempawah, upaya penyelamatan pesisir pantai utara Kalbar ini diperkirakan mencapai 193 kilometer. Sentuhan kawasan sepanjang itu membutuhkan upaya kolaboratif dan terintegrasi.

Fajar kemudian menjadi simpul utama dari semangat yang dilakukan oleh sejumlah lembaga penggiat konservasi mangrove di daerah lain. Sebut saja Kelompok Peduli Lingkungan (Kopling) Pantai Gosong, Pokmaswas Sabuk Mangrove Sungai Duri, dan Kelompok Swadaya Peduli Mangrove Surya Perdana Mandiri Setapuk Besar, Singkawang.

 

Tentara Nasional Indonesia (TNI) turut berpartisipasi melakukan penanaman mangrove di wilayah Mempawah Mangrove Park (MMP). Foto: Andi Fachrizal/Mongabay Indonesia

 

Peradaban mangrove

Tidak mudah bagi Fajar untuk mengobati kondisi lingkungan pantai yang sakit menjadi sehat. Jalan panjang dan berliku harus ia tempuh dengan segala problematika di dalamnya.

“Tak jarang kami dicibir orang. Tapi sudahlah, semua itu dikalikan nol saja. Kami anggap cibiran yang datang sebagai bumbu penyedap. Toh lewat cibiran itu kami tambah solid dan lebih bersemangat menghijaukan pesisir Mempawah,” katanya mengumbar senyum.

Hasilnya kini sudah bisa dinikmati banyak orang. Sejauh mata memandang, hamparan mangrove telah menghiasi pesisir Mempawah. Akar-akarnya kukuh tertancap ke bumi. Hamparan mangrove itu kelak akan menjadi habitat berbagai satwa perairan untuk menopang hidup nelayan.

Di Desa Pasir, kata Fajar, jumlah mangrove yang ditanam sepanjang 2014-2018 mencapai 142.500 bibit. Jumlah sebanyak itu ditanam di atas lahan seluas 14 hektar. Empat hektar di antaranya ada di Dusun Pasir Laut. Lokasi inilah yang dijagokan sebagai pusat peradaban mangrove di Kota Mempawah.

WWF kemudian datang mengucurkan bantuan pembangunan Rumah Mangrove pada 2015. Pada saat yang sama, KPw Bank Indonesia Kalbar juga hadir mengucurkan bantuan pengembangan kawasan wisata dan edukasi mangrove yang lebih dikenal dengan sebutan edu-ecotourism. “Ini bertujuan agar pengunjung tidak sekedar datang untuk melihat, tapi juga belajar konservasi mangrove,” ucap Fajar.

Di lokasi inilah, MMC membentuk satu wadah baru yang diberi nama Mempawah Mangrove Park (MMP) pada 2016. Wadah ini bergerak linear bersama Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dalam mengelola kawasan tersebut secara profesional.

 

Mangrove yang unik, terlihat dari akar nafasnya. Foto: Ridzki R Sigit/Mongabay Indonesia

 

Geliat rantai ekonomi mikro

Suasana di sekitar kawasan eduecotourism MMP tampak hingar. Deretan pedagang kaki lima bak jamur di musim hujan. Pemandangan seperti ini jamak disaksikan pada setiap Sabtu dan Minggu sejak 2016 lalu.

Para pedagang memanfaatkan kawasan tersebut sebagai lokasi berjualan aneka penganan ringan. Sasarannya adalah pengunjung MMP yang berasal dari berbagai tempat. Baik wisatawan domestik maupun mancanegara.

Tidak kurang dari 95 ribu pengunjung per tahun datang ke MMP untuk berwisata sekaligus belajar konservasi mangrove. Manajemen MMP memberlakukan tarif masuk sebesar Rp5.000 per orang. Dengan demikian, lembaga ini berhasil meraup dana pengunjung rata-rata sebesar Rp475 juta per tahun.

“Dana itu kami kelola untuk perawatan kawasan. Hitungannya sederhana. Menanam itu mudah dan bisa dilakukan banyak orang. Bibit juga mudah, karena banyak bantuan dari lembaga-lembaga donor. Tapi biaya perawatan, praktis tidak ada. Maka kami mengelola itu untuk membiayai semua kebutuhan operasional kawasan, termasuk perawatan,” urai Fajar.

Satu hal yang membanggakan bagi Fajar dan komunitasnya adalah perjuangan melawan abrasi dengan menanam mangrove, telah memberikan kontribusi positif bagi perekonomian warga setempat. Di luar itu semua, kondisi kesehatan lingkungan pesisir pun perlahan pulih kembali.

 

 

Exit mobile version