Mongabay.co.id

Kebun Terbakar, Perusahaan Sawit Triomas Terjerat UU Lingkungan Hidup

Sawit. Ekspansi sawit terus terjadi, hingga menciptakan beragam masalah dari deforestasi, konflik lahan sampai kebakaran, seperti yang didakwakan kepada PT TFDI di Riau. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

PT Triomas Forestry Development Indonesia (TFDI), perusahaan perkebunan sawit terjerat hukum perusakan lingkungan hidup karena terjadi kebakaran pada konsesi mereka sekitar 400 hektar pada 2014. Kasus ini sudah masuk persidangan di Pengadilan Negeri Siak, Riau.

Ketua Majelis Hakim, Lia Yuwannita, bersama hakim anggota,  Dewi Hesti Indria dan Risca Fajarwati, memimpin sidang pidana TFDI, diwakili Direktur Supendi, pertengahan Maret lalu.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa TFDI melanggar, Pasal 98 ayat (1) jo Pasal 116 ayat (1) huruf a atau Pasal 99 ayat (1) jo Pasal 116 ayat (1) huruf a, UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

TFDI ini berada di Desa Penyengat, Kecamatan Sungai Apit, Siak, seluas 12.000 hektar. Lahan baru ditanami sawit 2.000 hektar, 90 hektar sedang pembersihan (land clearing).

“Sisanya masih hutan alam,” kata Tian Andesta, JPU Kejari Siak.

Berdasarkan surat keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No 97/HGU/BPN RI/2010, luas hak guna usaha (HGU) TFDI hanya 6.335,036 hektar, terbagi tiga bidang. Bidang A 486,196 hektar, bidang B 1.824,385 hektar dan bidang C 4.024,455 hektar.

Kebun TFDI berlokasi di Sungai Metas itu terbagi enam divisi. Divisi I dan II sudah ditanami sawit. Divisi III masih hutan. Divisi IV dan V sedang proses dibuka. Terakhir, divisi VI masih hutan.

Rentang Februari hingga Maret 2014, sekitar 400 hektar konsesi TFDI terbakar, sebagian besar di area land clearing. Tepatnya divisi I, IV dan V.

Dalam dakwaan, JPU menyebut, TFDI tak mengupayakan pencegahan kebakaran. Fakta di lapangan, tak ada papan peringatan bahaya membakar hutan maupun lahan, tak ada menara pemantau api, tak memiliki tim khsusus pemadam api.

“Tim hanya karyawan kebun. Itu pun setelah kebakaran terjadi,” kata Tian.

Selain itu, peralatan pemadam api TFDI juga tergolong minim.  Sekat bakar pembatas antara lahan dalam dan luar HGU tak sesuai ketentuan berlaku.

Berdasarkan audit tim, pada 4 Juli 2014, TFDI dinilai tak patuh dalam pencegahan, penanggulangan kebakaran hutan atau lahan.

Tim ini terdiri dari Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Juga Badan Pengelola Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut (BP REDD+) serta Pemerintah Riau.

Penasihat hukum terdakwa, John dan Junaidi, keberatan dengan dakwaan JPU. Mereka menilai, dakwaan JPU tak berdasar hukum hingga tak dapat diterima dan dinilai kadaluarsa.

Alasan mereka, tak ada unsur melawan hukum dilakukan terdakwa dan tak sesuai dengan tindak pidana. Penjelasan dalam dakwaan mengenai luasan kebakaran dinilai keliru karena proses awal pengambilan titik koordinat tidak benar.

Mereka juga menilai, JPU keliru bila mengacu hasil audit UKP4 yang menyatakan TFDI tak patuh. Lembaga ini, kata John, hanya pengawasan bukan penegakan hukum.

Toh, UKP4 telah dibubarkan,” katanya.

Dua penasihat hukum itu juga menyimpulkan, penyidik tak sah dan bertentangan dengan UU. Penyidik perkara ini juga tak memiliki kewenangan dalam memeriksa saksi. Cara penyidik memanggil tersangka yang saat ini jadi terdakwa juga tak sah karena, surat dikirim melalui fax.

“Kami minta majelis hakim menerima keberatan kami dan menolak dakwaan JPU keseluruhannya,” kata Junaidi.

Setelah mendengar argumen masing-masing pihak dalam dua kali persidangan, majelis hakim memutuskan tetap melanjutkan perkara ini.

Pendapat majelis hakim, ada atau tidak unsur melawan hukum itu sudah masuk dalam pokok perkara dan harus dibuktikan di persidangan.

Berkenaan dengan kewenangan dan cara penyidik melakukan penyidikan, sudah selesai pada sidang pra peradilan PN Jakarta Selatan dan hakim menolak gugatan terdakwa, pada sidang 11 Juli 2016.

TFDI merupakan perusahaan kayu juga berbisnis perkebunan sawit, berdiri akhir 1968. Berdasarkan SK direksi Nomor 114/PEG/SK/X/2012, struktur organisasi TFDI dipimpin Yudianto,  sebagai komisaris dan Supendi sebagai direktur. Orang-orang inilah yang mewakili perusahaan di dalam maupun luar.

Perusahaan ini memperoleh izin usaha perkebunan atau IUP dari Bupati Siak, berdasarkan pada 8 September 2006.

 

Foto utama: Sawit. Ekspansi sawit terus terjadi, hingga menciptakan beragam masalah dari deforestasi, konflik lahan sampai kebakaran, seperti yang didakwakan kepada PT TFDI di Riau. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

 

Exit mobile version