Mongabay.co.id

Senapan Angin, Ancaman Serius Pembantaian Orangutan di Alam Liar

Pusat perbelanjaan besar di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, lebih ramai dari biasanya. Ini bukan akhir pekan, tapi puluhan anak muda memadati mall. Mereka adalah Pongo Ranger, perkumpulan anak muda yang peduli konservasi orangutan. Mereka membubuhkan tanda tangan di kain putih yang tertempel di dinding.

“Petisi ini ditujukan untuk Kapolres Ketapang agar memperketat penggunaan senapan angin,” tukas Shafa Fakhir, ketua panitia, 27 Maret 2018 lalu. Kegiatan ini dirangkaikan dengan peringatan Hari Hutan Internasional, bekerja sama dengan Yayasan International Animal Rescue (IAR) Indonesia. Aksi mereka bukan tanpa alasan, ada Peraturan Kepala Kepolisian RI Nomor 8 tahun 2012 sebagai rujukan.

Dalam peraturan itu disebutkan: senapan angin hanya boleh digunakan untuk kegiatan olahraga menembak sasaran dan di lokasi yang sudah ada izinnya. Kepemilikannya harus ada izin dari polda setempat dengan beberapa persyaratan.

Petisi ini muncul setelah banyaknya kasus kejahatan terhadap satwa liar yang terjadi di Kalimantan, terutama terhadap orangutan. Diharapkan, kepolisian lebih ketat memberikan izin serta menertibkan penggunaan senapan angin.

“Terbentuknya Pongo Ranger berawal dari perkumpulan alumni kemah konservasi IAR Indonesia. Atas inisiasi mereka sendiri,” ungkap Supervisor Edukasi dan Penyadartahuan IAR Indonesia, Dwi Riyan. “Setelah solid, mereka membuat struktur yang baku serta publikasi mandiri dengan nama Pongo Ranger,” urainya.

Ketua Yayasan IAR Indonesia, Tantyo Bangun mengapresiasi sikap kaum muda Ketapang yang peduli lingkungan. “Hari ini kita saksikan dua sikap yang sangat lugas. Pertama, mereka menolak budaya kekerasan terkait penggunaan senapan angin. Kedua, mereka mendukung pelestarian alam dengan menyuarakan pentingnya melindungi satwa liar Indonesia,” ujarnya.

Baca: Respon Penembakan Satwa Dilindungi, Perbakin Keluarkan Surat Edaran Penggunaan Senapan Angin

 

Kekerasan terhadap orangutan terus terjadi. Penegakan hukum harus dilakukan terhadap pelaku kejahatan satwa liar dilindungi ini. Foto: Centre for Orangutan Protection

 

Kepala Balai BKSDA Kalimantan Barat, Sadtata Noor mengaku tersentuh dan sangat bersyukur dengan inisiatif generasi muda ini. “Saya mengapresiasi dan menyampaikan penghormatan setinggi untuk mereka.”

Kepolisian Daerah Kalimantan Barat pun merespon petisi tersebut. “Kita sudah wajibkan pendataan penjualan senapan angin di Kalimantan Barat,” ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kalbar, Komisaris Besar Polisi Nanang Purnomo. Pendataan pun sudah dilakukan di jajaran polres.

Pengawasan penjualan dan penggunaan senapan angin ini di bawah Direktorat Intelijen dan Keamanan Polda Kalbar. Data yang dimaksud adalah nama-nama toko yang menjual senjata, jenisnya, serta nama pemilik yang terdaftar. “Jika pemiliknya tidak terdaftar, kami dapat menindak tegas sesuai aturan yang berlaku,” ujarnya. Ancaman kurungan lebih dari lima tahun dikenakan jika digunakan diluar peruntukan.

Bahkan, bisa dikenakan pasal berlapis jika terbukti penggunannya untuk memburu satwa dilindungi, mencelakai orang lain, atau bahkan menghilangkan nyawa seseorang. Sosialisasi dilakukan dengan mengedepankan Bhabinkamtibmas.

Baca: Ditangkap, Lima Tersangka Pembunuh Orangutan di Kutai Timur

 

Sepasang orangutan remaja terlihat bermain. Meski dilindungi, perburuan orangutan untuk diperjualbelikan terus terjadi. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Catatan panjang

Sebelumnya, pada Februari 2018, ditemukan mayat orangutan di kawasan Kutai Timur, Kalimantan Timur. Sebanyak 130 butir peluru senapan angin bersarang di tubuhnya.

CEO BOSF (Borneo Orangutan Survival Foundation), Jamartin Sihite, menyatakan kematian orangutan tersebut menunjukkan kelemahan perlindungan satwa langka tersebut. “Tidak ada keseriusan penyelesaian kasus dan kurangnya kesadaran masyarakat membuat kejadian ini berulang,” ungkapnya.

Petisi untuk pengawasan penggunaan senapan angin terkait kejahatan satwa bukan kali ini saja dilakukan. Tahun 2014, organisasi yang mengatasnamakan Aksi Konsumen Minyak Sawit (Palm Oil Consumer Action) telah menggalang petisi online. Petisi dibuat setelah insiden tewasnya orangutan akibat tertembus 40 peluru di wilayah perkebunan kelapa sawit di Kotawaringin Timur. Mereka melakukan penggalangan 10 ribu tanda tangan. Tidak hanya dari Indonesia, mereka yang ikut prihatin atas kejadian itu juga datang dari berbagai negara.

Tahun 2016, peristiwa yang hampir sama berulang. BOSF melansir telah menerima beberapa satwa yang terluka akibat senapan angin. Sebut saja Windy yang diantarkan ke pusat rehabilitasi BOSF di Nyaru Menteng, pada 2012 silam. Windy datang dengan kondisi terluka. Delapan butir peluru berkaliber empat millimeter bersarang di tubuhnya. Empat butir, persis di sebelah kiri mata. Windy mengalami kerusakan permanen pada jaringan mata.

 

Pongo Ranger yang membuat petisi agar penggunaan senapan angin diperketat. Foto: IAR Indonesia

 

Grepy juga mengalami buta permanen. Ia ditemukan pada 8 Januari 2016, dengan beberapa luka tembak di tubuh. Kedua kelopak mata bengkak dan bola mata sebelah kanan mengeluarkan darah. Setelah diperiksa, 13 peluru senapan angin mendekam di tubuhnya.

Bumi, bayi orangutan yang masuk Nyaru Menteng pada Juni 2016, ditemukan dengan satu peluru di punggungnya. Ada juga Suci, dengan dua peluru di tubuhnya. Lalu Mema yang masih berusia delapan bulan, juga terkena peluru senapan angin.

Centre for Orangutan Protection melansir, sepanjang 2004 hingga Agustus 2016, ada 23 kasus penembakan orangutan dengan senapan angin. Orangutan mengalami kondisi kritis, cacat permanen, hingga kematian. Biasanya, pemburu akan menembak induk orangutan untuk mendapatkan anaknya, sebelum diperdagangkan.

Menurut Herman Rijksen dan Erik Meijard dalam bukunya ‘Di Ambang Kepunahan’ satu induk yang mati terbunuh, mewakili setidaknya 2 – 10 orangutan yang mati terbunuh. Senapan angin telah menjadi ancaman serius kepunahan satwa liar di alam.

 

 

Exit mobile version