Mongabay.co.id

Berikut Penjelasan BRG soal Kemajuan Restorasi Lahan Gambut di Kalteng

Pada tahun 2015, hutan dan lahan gambut di Kalimantan Tengah terbakar hebat, akibatnya ekonomi lumpuh dan masyarakat pun terpapar kabut asap. Pemerintah tidak tinggal diam. Pada tahun 2016, Presiden Joko Widodo membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG) yang fungsinya memperbaiki ekosistem gambut di tujuh provinsi prioritas. Kalteng pun menjadi salah satunya.

Sejak itu, berbagai aktivitas telah dilaksanakan. Mulai membangun sekat kanal, sumur bor, penanaman kembali lahan bekas terbakar dan kegiatan perhutanan sosial bagi masyarakat.

Beberapa waktu lalu, Mongabay Indonesia berkesempatan mewawancarai Kasub Pokja BRG Wilayah Kalteng, Abdul Kodir, untuk mengetahui perkembangan penanganan dan restorasi lahan gambut.

Berikut petikan wawancaranya.

 

Abdul Kodir, Kasub Pokja BRG Wilayah Kalteng.  Dok: pribadi

 

Mongabay Indonesia: Bagaimana perkembangan kegiatan restorasi gambut di Provinsi Kalteng? 

Abdul Kodir: Untuk Kalteng, dalam beberapa waktu belakangan sudah ada kegiatan konstruksi, operasi dan pemeliharaan. Kegiatan operasionalnya berupa pembasahan lahan gambut melalui pembangunan sekat kanal dan pembuatan sumur bor, penutupan atau penimbunan kanal. Kami sudah membuat banyak sekali sumur bor atau pun sekat kanal.

Pada tahun 2017 tercatat sudah dibuat sebanyak 5.793 buah sumur bor yang tersebar di Kabupaten Pulang Pisau, Barito Selatan, Katingan dan Kuala Kapuas. Sekat Kanal sebanyak 1.184 tersebar di empat Kabupaten tersebut.

 

Target tahun 2018, berapa sekat kanal dan sumur bor yang akan dibangun?

Untuk tahun 2018 itu, rencana akan dibuat sekat kanal pada 5 KHG (Kesatuan Hidrologis Gambut), yaitu KHG Kahayan-Kapuas, Kahayan-Sebangau, Kapuas-Barito, Katingan-Sebangau dan Lamandau-Jelai, namun demikian kami akan merealisasikan yang paling prioritas terlebih dahulu sesuai ketersediaan anggaran.

Total rencana sekat kanal yang akan dibangun sebanyak 1.254 unit, dengan biaya APBN yang kegiatannya melalui tugas pembantuan dan dilaksanakan oleh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalteng.

Sementara untuk sumur bor, pada tahun 2018 akan dibangun di 4 KHG, yaitu di KHG Kahayan-Kapuas 602 unit, KHG Kahayan-Sebangau 913, KHG Kapuas-Barito 725 unit dan Katingan-Sebangau 20 unit, total 2.260 unit sumur bor.

 

Di tahun 2015, Pulang Pisau satu dari kabupaten di Kalteng yang terparah kebakaran lahan dan hutannya. Bagaimana perkembangannya saat ini?

Saya keliling 9 desa beberapa waktu lalu. Setelah mengetahui dan merasakan dampak pembangunan sekat kanal, mereka menganggap [program] ini banyak manfaatnya. Sekarang mereka merasa tenang ketika menghadapi musim kering.

Karena dulu kan air lolos begitu saja. Kanal-kanal cepat sekali kering pada saat musim kemarau, sekarang air lebih lama berada di kanal karena tertahan adanya sekat. Kekhawatiran masyarakat lahannya akan banjir juga tidak terjadi, karena terdapat peluap (spillway) di sekat kanal untuk menjaga tinggi muka air dipertahankan 40 cm dari permukaan gambut.

Ketersediaan air di kanal dan sumur bor juga merupakan langkah antisipasi jika terjadi kebakaran. Dengan ketersediaan air, pemadaman api bisa lebih cepat dilakukan. Air di kanal juga dapat dimanfaatkan menyiram tanaman palawija yang berada di dekat kanal.

 

Sehubungan dengan program kepada masyarakat, apa yang dilakukan oleh BRG?

Kami telah memberikan bantuan kepada kelompok tani dalam rangka mendorong pendapatan masyarakat. Pada tahun 2017 telah diberikan 24 paket bantuan revitalisasi ekonomi untuk 24 desa berupa peternakan sapi, peternakan kambing, peternakan ayam kampung, peternakan bebek, budidaya lebah madu,  pembukaan lahan tanpa bakar (PLTB),  dan pengembangan walet.

Pada tahun 2018  kegiatan ini akan diteruskan. Diharapkan  komoditas yang diterima oleh kelompok tani akan terus berkembang dan mendorong perbaikan ekonomi masyarakat setempat.

 

Sampai saat ini apakah ada kendala yang dirasakan oleh BRG di lapangan?

Untuk Provinsi Kalteng hingga saat ini, relatif cukup lancar. Hubungan dengan masyarakat bagus, respon Pemda juga bagus, komunikasi terjalin dengan baik. Jadi relatif tidak ada hambatan.

Kami juga terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat melalui Padiatapa (Persetujuan atas dasar informasi awal tanpa ada paksaan). Kami melakukan kegiatan diawali dengan Padiatapa. Sehingga tidak terjadi persoalan di kemudian hari. Jadi sampai sejauh ini, proses di Kalteng relatif lancar.

 

Tentang Padiatapa. Ada beberapa tahapan yang cenderung membutuhkan waktu cukup lama, apakah ini menghambat kerja BRG?

Saya kira, Padiatapa merupakan tahapan yang harus kita lalui. Karena tidak mungkin juga kerja secepat-cepatnya, nanti malah bisa timbulkan masalah dikemudian hari. Ada tahapan proses yang dilewati. Menurut pendapat saya, Padiatapa bukan penghambat, tapi justru memperkuat.

Masalah timing, bisa kita atur. Jadi setelah dilakukan survey, segera lakukan Padiatapa. Ini berjalan beriring, saling mengikuti tanpa jeda waktu yang lama.

 

Apakah hasil kesepakatan dalam Padiatapa ini diadopsi seratus persen oleh BRG?

Terpenting di dalam Padiatapa itu adalah penerimaan masyarakat atas kegiatan BRG. Kalau jumlah rencana sumur bor atau sekat kanal yang akan dibangun, itu sesuai dengan ketersediaan anggaran.

Kalau titik yang direncanakan dan disepakati banyak, dan cocok dengan ketersediaan anggaran, bisa semuanya dibangun.  Tapi, kalau tidak tersedia anggarannya, tidak bisa tercover semua. Itu yang kami sampaikan kepada masyarakat. Kami upayakan kalau yang belum terbangun, akan menjadi target selanjutnya.

 

Sekat yang dibangun di kanal Desa Jabiren, Kalteng. Foto: Ridzki R Sigit/Mongabay Indonesia

 

Pembangunan sekat kanal dan sumur bor, pastinya berdampak pada masyarakat, ada pihak yang merasa dirugikan secara ekonomi. Bagaimana upaya antisipasinya?

Persoalan sosial pasti ada, namun skalanya sangat kecil dan dapat diselesaikan dengan baik. Beberapa waktu lalu, saya berkunjung ke beberapa desa. Pak Kadesnya, Ketua Masyarakat Peduli Tabat (MPT), serta Ketua Masyarakat Peduli Api (MPA) duduk bareng berdiskusi dengan kami. Mereka mengusulkan untuk menambah pembangunan sekat kanal.

Ada masyarakat yang minta 30 atau bahkan  40 unit sekat kanal. Cuma kita juga harus melihat dengan kondisi fisik daerah tersebut. Artinya, kalau kita sekat disitu, memberikan dampak signifikan atau tidak? Tetapi ada juga, desa yang menolak  (belum ingin ada sekat kanal).

 

Strategi untuk desa yang masih menolak pembangunan sekat kanal bagaimana?

Tentu kami akan lakukan sosialisasi lagi. Menyampaikan manfaat sekat kanal dan sumur bor itu apa. Ada juga Kepala Desa yang tak mau membangun sekat kanal, tapi maunya sumur bornya ditambah. BRG terus bekerja menyampaikan [sosialisasi] hal ini.

Sekarang kami ada fasilitator desa sebanyak 46 yang difasilitasi oleh Kemitraan. Itu juga secara perlahan memberikan pemahaman kepada masyarakat apa manfaat dari sekat kanal dan sumur bor.

 

Kerjasama dengan pihak lain bagaimana?

Sejauh ini terjalin sinergitas yang positif. Artinya banyak pihak memberikan support ke BRG, baik dalam bentuk pendanaan maupun dalam bentuk kegiatan langsung.

Untuk pembuatan sekat kanal dan sumur bor tidak hanya BRG yang lakukan sendiri. Banyak pihak juga yang berperan serta turut membangun sekat kanal maupun sumur bor dengan dana mereka sendiri, seperti Balai Wilayah Sungai, NGO, Perguruan tinggi dan lainnya. Itu amat membantu kerja BRG.

Kami berharap upaya-upaya yang dilakukan oleh BRG dan mitra di Provinsi Kalimantan Tengah akan memberikan manfaat, khususnya bagi masyarakat Kalteng.

 

Foto utama: lahan gambut di Kalteng. Foto: Rhett A Butler/Mongabay

Exit mobile version