Mongabay.co.id

Marak Pembukaan Lahan, Kondisi SM Rawa Singkil Memprihatinkan

Suaka Margasatwa Rawa Singkil merupakan salah satu hutan rawa gambut yang tersisa di Provinsi Aceh. Dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 166/Kpts-II/1998, disebutkan hutan yang terletak di Kabupaten Aceh Selatan, Aceh Singkil, dan Subulussalam ini luasnya mencapai 102.500 hektar.

Pada 2015, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluarkan surat keputusan Nomor 103/MenLHK-II/2015. Isinya, menetapkan areal Rawa Singkil menjadi 81.338 hektar. Ini dikarenakan, sebagian arealnya telah menjadi perkebunan dan keputusan ini berdasarkan permintaan berbagai pihak. Namun, berdasarkan SK Nomor: 859/MenLKH/Sekjen PLA/11/2016, luas Suaka Margasatwa Rawa Singkil ditetapkan menjadi 81.802,22 hektar.

Bagaimana kondisi Suaka Margasatwa (SM) Rawa Singkil saat ini? Berdasarkan data Geographic Information System (GIS) Yayasan Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA)   diketahui, luas tutupan hutan tersisa di SM Rawa Singkil 2016 sekitar 77.227 hektar. Sementara pada 2017, sekitar 76.707 hektar atau tutupan hutannya hilang 5.095 hektar.

“Ini wilayah kami, nenek moyang kami tinggal di sini.   Bahkan, sebelum Belanda menjajah Aceh, di sini berdiri Kerajaan Trumon. Kenapa tiba-tiba disebutkan sebagai daerah terlarang yang tidak boleh dibuka lahan perkebunan?,” tanya Iskandar, warga Trumon, Kabupaten Aceh Selatan, awal pekan ini.

“Kami butuh lahan untuk berkebun. Penduduk terus bertambah, sementara lahan tidak bisa dibuka, bagaimana kami menafkahi keluarga,” jelasnya lagi.

Munawir, warga Ie Meudama, Kecamatan Trumon, yang membuka lahan di dalam SM Rawa Singkil mengaku tidak tahu jika kebunnya itu masuk SM Rawa Singkil. Dia bingung, lahan yang hanya beberapa ratus meter dari permukiman penduduk itu masuk kawasan yang tidak boleh diganggu.   “Saya tidak pernah lihat ada batas yang dipasang antara hutan yang boleh dibuka untuk kebun dengan yang dilarang,” ungkapnya.

Laju kehilangan tutupan hutan di SM Rawa Singkil disebabkan pembukaan untuk perkebunan kelapa sawit. “Kebun di sini banyak dimiliki pejabat dan pengusaha dari luar kecamatan. Mereka datang membeli lahan yang telah dirambah masyarakat, kemudian ditanami sawit. Ada beberapa orang yang memiliki lahan lebih 50 hektar di dalam SM Rawa Singkil,” ujar Hamdani, warga Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan.

Baca: Selamat Tinggal Sawit Ilegal di Suaka Margasatwa Rawa Singkil

 

Kondisi Suaka Margasatwa Rawa Singkil yang tak pernah sepi dari perambahan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Sebagian masyarakat di Kabupaten Aceh Selatan, Subulussalam, dan Aceh Singkil, yang menggantungkan hidup dari SM Rawa Singkil seperti petani madu dan nelayan, berharap hutan gambut ini terus dijaga. Rawa gambut ini memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

“Dulu dengan memancing atau menangkap ikan di rawa, mengumpulkan madu, dan mencari rotan, mereka dapat memenuhi kebutuhan keluarga tanpa sedikit pun kekurangan makanan. Dari hasil hutan kami mampu menafkahi keluarga,” tutur Rahmadsyah, warga Kabupaten Aceh Singkil.

Dia mengatakan, Rawa Singkil sebelum 1970-an masih cukup terjaga karena tidak ada yang berani merusak, akan mendapat sanksi adat. Selain untuk tempat mencari nafkah, rawa ini juga berfungsi sebagai penampung air saat sungai Alas-Singkil meluap.

“Dulu, ikan lele dan belut mudah ditemukan, tapi sekarang tidak mudah. Di Teluk Rumbia ada sawah seratus hektar, namun setelah banyak kebun sawit, sawah tersebut sudah tidak bisa ditanam lagi,” ungkap lelaki 60 tahun ini.

 

Pembukaan lahan di Rawa Singkil untuk dijadikan kebun sawit terus terjadi. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Kepala Resort BKSDA Aceh Selatan,   Wirli   pada 3 Maret 2018 menjelaskan, perambahan memang terus terjadi sedangkan tim BKSDA di Aceh Selatan tidak bisa berbuat banyak. Ini disebabkan, adanya perlawanan dari masyarakat setempat.

“Kami tidak bisa melakukan apapun jika tidak ada dukungan kepolisian. Saat patroli saja, tim BKSDA diusir oleh para perambah dan masyarakat Trumon,” terangnya.

Terkait perambahan Rawa Singkil untuk dijadikan kebun kelapa sawit,   Wirli   mengaku pernah menyurati salah seorang kepala dinas di Aceh Selatan. Tujuannya, meminta dihentikannya perambahan di kawasan konservasi itu. “Kami pernah bersurat ke kepala dinas di Kabupaten Aceh Selatan, namun hingga saat ini belum ada perkembangannya, bahkan pembukaan lahan masih terjadi,” tuturnya.

 

Beginilah kondisi SM Rawa Singkil. Wilayah ini secara terang-terangan dirambah. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Pelaku ditangkap

Pada 1 Maret 2018, Polres Aceh Selatan menangkap empat pelaku pembakar hutan dan lahan seluas 20 hektar di Gampong (desa) Ie Meudama, Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan. Pembukaan lahan dengan cara membakar tersebut, dilakukan di dalam kawasan SM Rawa Singkil pada pertengahan Februari 2018.

Kapolres Aceh Selatan, AKBP Dedy Sadsono mengatakan, empat pelaku yang ditangkap adalah MA (49) dan AD (30) warga Desa Sigleng, ND (42) warga Desa Pulo Paya, Kecamatan Trumon, dan MH (46) warga Desa Krueng Batee, Kecamatan Trumon Tengah.

“Berdasarkan hasil pengambilan titik koordinat melalui GPS, petugas BKSDA mendapati lahan yang terbakar seluas 20 hektar lebih itu jelas masuk kawasan Suaka Marga Satwa Rawa Singkil,” jelas Dedy.

Baca juga: Perambah SM Rawa Singkil Divonis Sebulan Penjara, Aktivis: Vonis Terlalu Rendah

 

Sawit terus mengepung SM Rawa Singkil. Foto: Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Kapolres menambahkan, para tersangka dijerat UU RI Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ancaman hukumannya, penjara maksimal 10 tahun dan denda paling banyak Rp200 juta.

Kepala BKSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo mengakui, perambahan untuk perkebunan khususnya kelapa sawit masih terus terjadi di SM Rawa Singkil. Bahkan, BKSDA Aceh bersama lembaga terkait, berkali harus memadamkan api di dalam hutan tersebut.

“SM Rawa Singkil yang paling parah kerusakannya berada di Kabupaten Aceh Selatan. Kami telah melakukan sosialisasi agar masyarakat tidak melakukan pembukaan lahan di dalam SM Rawa Singkil. Termasuk, upaya penegakan hukum atau penertiban,” ungkapnya.

Sapto menambahkan, pernah ada pengusaha yang ditawarkan lahan untuk perkebunan oleh masyarakat di Kecamatan Trumon. Namun sebelum membeli, pengusaha tersebut memastikan status lahan ke BKSDA Aceh.

“Ternyata, lahan yang ditawarkan itu masuk wilayah SM Rawa Singkil. Kami berharap, jika ada pengusaha atau ada yang ingin membeli lahan di sekitar hutan konservasi, periksa dahulu lahan tersebut,” pungkasnya.

 

 

Exit mobile version