Mongabay.co.id

Fokus Liputan: Nestapa Petani Kelapa Gane Setelah Kehadiran Kebun Sawit (Bagian IV)

Petani Desa Sekeli yang menatap pohon kelapanya yang mati terserang kumbang. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

 

Suara Jalil Naser bergetar. Lelaki 57 tahun ini,  tak mampu menahan tangis saat menceritakan kondisi kebun kelapa mereka yang terserang hama. Dia menduga, hama datang tak lama setelah perusahaan sawit, PT Gane Mandiri Membangun (GMM), masuk Gane. Anak usaha PT Korindo yang hampir delapan tahun di Gane ini dinilai telah mematikan sumber kehidupan warga.

“Kalau kita tidak ingat ini negara hukum, kita sudah siap membunuh mereka yang datang menanam sawit. Hidup seperti tak berarti lagi. Apa artinya hidup kalau sumber kehidupan kita juga sudah terampas dan habis,” kata warga Desa Sekeli,  Gane Barat Selatan itu,  berurai air mata, pertengahan Februari lalu.

Jalil menilai sawit biang kerok kerusakan kelapa miliknya. Kelapa, sebagai tumpuan hidup hancur terserang hama. Ada sekitar 500 batang sebagian besar mati  terserang orychtes rhinoceros atau kumbang kelapa.

Dari kelapa inilah biaya-anak-anaknya sekolah dan keperluan hidup keluarga terpenuhi.

“Ada satu anak saya  kuliah, satu SMA dan SMP. Kalau kelapa kami terancam, habis kami bisa apa lagi. Masa depan kami telah dibunuh perusahaan ini,” katanya.

Dari jumlah kelapa, sebelum  terserang hama satu trip tiap empat  bulan bisa menghasilkan 600 kilogram. Jika dikalikan per kilogram Rp5.000, dalam empat bulan dari kopra Rp3 juta.

Setelah terserang hama, hasil tak seberapa. Dua bulan lalu panen turun drastis, tersisa 100 kilogram.  Jalil bilang, ada dua kebun saat ini terserang hama. Sebagian, tiga hektar kelapa umur baru 5-7 tahun. “Baru mulai  berbuah sudah terserang hama.”

Kelapa itu tumpuan pendapatan keluarga. Kalau ada kelapa, belum panen pun, kalau mereka perlu uang bisa langsung  mengambil dari pengumpul yang ada di kampung. Setelah panen baru potong utang.

“Kalau hasil pertanian lain  tidak bisa diharapkan. Tidak  seperti kelapa,   pedagang siapapun akan percaya karena masa panen sudah pasti empat bulan sekali,” katanya.

Diapun menyesalkan, pemerintah sudah mengeluarkan izin sawit di daerah mereka. Kehidupan warga selama ini, bertani dan nelayan, antara lain tanam kelapa, bukan sawit. Daerah ini sentra kelapa di Maluku Utara.

Kisah Jalil tak beda dengan Bakir Abdul Haer warga Gane Dalam. Kebun dia berbatasan langsung dengan sawit. Kini, kondisi menyedihkan. Ada ratusan batang kelapa mati dan terserang hama sejak setahun belakangan.

“Kebun kelapa saya di wilayah Woyamyasin, sudah tak bisa diharapkan lagi. Tak hanya kelapa mati karena hama. Perusahaan juga menggusur lahan menutupi sejumlah kelapa hingga banyak terancam mati,” katanya.

 

Perkebunan sawit di bagian timur Halmahera Selatan. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Ada sekitar 30 tanaman kelapa dia mati terserang hama. Sebagian mulai terserang tetapi belum mati. Dia melihat tanda-tanda daun kelapa mulai kena hama kumbang . Yang lain, tak menutup kemungkinan tertular.

Sudah hampir lima tahun ini kelapa di Gane, terserang hama. Diawali serangan seksava pada daun, dalam tiga tahun terakhir intensitas serangan makin tinggi dari kumbang.

“Kalau serangan seksava hanya daun. Itu tidak mematikan kelapa. Serangan kumbang paling bahaya, karena mematikan kelapa sampai ratusan pohon,” ucap Bakir.

Saat ini, mereka masih bertahan karena di sela-sela kebun kelapa masih ada pala yang bisa panen dan membantu pendapatan setiap bulan.  Jalil, misal, masih bisa peroleh pendapatan karena ada ratusan pala  di sela-sela kebun kelapa miliknya. Kalau tidak,   dia sudah tak punya pendapatan.

Pantauan Mongabay, serangan kumbang, terjadi hampir semua lahan yang berdekatan dengan perkebunan sawit. Di Gane Dalam, misal, kebun kelapa milik warga yang berbatasan langsung dengan sawit terserang hama kumbang. Kumbang menyerang  mulai daun muda sampai batang bagian pucuk.

“Produksi kopra turun sangat jauh. Beruntung yang kita beli ini dari berbagai desa  di Gane Barat Selatan dan Gane Barat serta Pulau Joronga. Jadi  stok kita bisa sebulan mencukupi  yang diminta pembeli kopra di Manado,” kata Alwi Abubakar, salah satu pengusaha pengumpul hasil bumi di Gane Dalam.

Dia bilang, tak bisa lagi berharap kopra dari hasil tanaman kelapa warga yang berbatasan dengan kebun sawit. “Banyak kelapa mati jadi tak produksi lagi.”

Alwi ambil satu contoh, warga Yomen bernama Basri, dulu satu kali panen kelapa   tiga ton, setelah terserang hama terisa 300 kilogram.

Serangan hama terus berlanjut. Hingga kini, belum ada langkah konkrit perusahaan atau pemerintah daerah.

Bakir bilang, sudah menyampaikan keluhan kepada pemerintah dan perusahaan,  hanya belum ada tindaklanjut dan langkah konkrit.

Mereka sudah suarakan masalah ini ke Dinas Perkebunan Halmahera Selatan kala turun ke perusahaan. Sayangnya, laporan itu hanya diterima, tak jelas tindaklanjut.

Sofyan  Bahmid, Kepala Dinas Perkebunan Halmahera Selatan kala dikonfirmasi  mengaku tak punya data konkrit soal luasan maupun jumlah batang kelapa terserang hama. Dia malah balik mempertanyakan data serangan hama itu kepada saya.

“Saya  mengikuti rakor perkebunan jika punya data soal serangan hama serahkan pada kami hingga bisa dibahas di dalam  rakor,” katanya.

Pernyataan ini bertolak belakang dengan kondisi di lapangan. Tanaman kelapa warga bertahun terserang hama.

Sebenarnya, warga sudah melaporkan masalah ini langsung kepada sang kepala dinas. “Kami bahkan mau menghakimi Kepala Dinas Perkebunan saat datang ke Gane dan selalu membela perusahaan,” kata Jalil.

Meski demikian,  Sofyan mengaku  informasi soal serangan hama sudah diperoleh. “Pada 2018 ini, kita programkan masuk dalam pengendalian hama seksava dan orychtes. Untuk pelaksanaan jika  insektisida sudah disiapkan. Jika sudah ada,  segera kami turun.”

Lantas bagaimana tanggapan GMM?  Sampai saat ini mereka juga belum mengambil langkah yang bersentuhan langsung dengan nasib petani. Perusahaan mengakui serangan hama itu bukan saja di  lahan kelapa warga juga sawit perusahaan.

 

Kondisi kelapa yang mati karena terserang hama kumbang yang hingga kini belum ada pemberantasannya hingga kini. Lahan warga ini berdampingan dengan kebun sawit. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Sekitar 500 hektar tanaman sawit terserang hama.  “Hama menyerang sawit juga cukup serius. Ada ribuan tanaman terserang hama sama,”  kata Mizwar Mustafa, Staf Ahli Bidang Lingkungan GMM.

Dia mengaku,  ada beberapa perlakuan telah dikerjakan perusahaan untuk membunuh kumbang.  “Untuk menekan dan menurunkan serangan kami gunakan feromon di antara sawit dan lahan warga hingga   dapat  menarik kumbang  datang.”

Menanggapi kasus ini peneliti kelapa  Maluku Utara, Fredy Lala juga peneliti dari Balai Penelitian Kelapa Maluku Utara menyarankan, Pemerintah Halmahera Selatan bersama perusahaan segera mengambil langkah dengan melakukan beberapa teknik pengendalian.

Teknik pengendalian itu, katanya,  misal, untuk petani perlu pembersihan kebun. Pembersihan ini paling penting  agar tak ada tempat kumbang berkembang biak.

Dia sebutkan, pertama, jika ada batang kelapa roboh  jangan biarkan hancur karena akan jadi sarang hama. Kedua, untuk pengendalian perlu gunakan jamur metarhizium untuk menginveksi  ulat atau larva. Bisa menggunakan feromon  (fero rhino) sebagai perangkap hama.

Lantas seperti apa pengawasan Badan Lingkungan Hidup  dalam berbagai  dalam  penggunaan pestisida di  perusahaan ini?

Badan Lingkungan  Hidup (BLH) Halmahera Selatan yang memiliki tugas pokok terkait pengawasan  belum menjalankan fungsi. BLH  mengaku tak mengetahui apa saja pestisida perusahaan perkebunan ini.  Padahal BLH sendiri memiliki tugas mengetahui apa saja penggunaan bahan bahan beracun dan berbahaya (B3) terutama sifat, konsentrasi serta jumlah yang berbahaya bagi lingkungan.

Kepala Bidang Amdal BLH  Halmahera Selatan Iskandar Kamarullah mengakui, selama ini belum pengawasan langsung ke lapangan soal ini karena terkendala dana. Pengawasan pun tak jalan, hanya berdasarkan laporan perusahaan.

Kalau sudah begini, bagaimana nasib warga ke depan? (Selesai)

 

Foto utama: Petani Desa Sekeli yang menatap pohon kelapanya yang mati terserang kumbang. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Anak sungai yang ditutup dan ditanami sawit. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

 

Exit mobile version