Mongabay.co.id

Mau Berobat ke Klinik Ini? Cukup Bawa Sampah…

Marwati dan Saprullah, yang mencetuskan ide, berobat bayar dengan sampah. Foto: Kamarudin/ Mongabay Indonesia

 

Kamis pagi, pekan kedua April 2018, saya melintasi Desa Baruga, Kecamatan Uepai, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Ia berjarak sekitar 70 kilometer dari Kota Kendari, ibukota Sultra. Di jalan poros jalan nasional, penyambung antara Kendari, Konawe, Kolaka Timur, Kolaka dan Kolaka Utara, saya melihat rombongan orang, ada perempuan dan laki-laki, berjalan kaki memegang karung dan kantong plastik.

Dengan berjalan pelahan, mereka mendatangi sebuah klinik. Tangan begitu erat menggenggam kantong-kantong yang ternyata berisi sampah.

Ada pakai karung sisa beras pembagian keluarga miskin (raskin) bertuliskan Bulog, ada juga pakai kantong plastik hitam berukuran besar. Mereka sekitar 15 orang, umur berkisar 50-60an tahun.

Mereka mendatangi rumah berobat milik dr. Mawarti Arumi.

Mawarti Arumi, adalah dokter umum yang mendiami Desa Baruga, Uepai. Bedanya, kalau berobat di tempat lain bayar pakai duit, di klinik Mawarti, cukup dengan sampah!

“Setiap Kamis kami datang,” kata Delina, salah satu perempuan dalam rombongan itu kepada saya.

Setelah berjalan kaki sekitar satu kilometer, sampailah Delina bersama belasan warga lain di gerbang rumah milik Mawarti. Suara musik senam pun terdengar. Suami Mawarti, Saprullah membuka handphone. Dia mengabadikan gambar dan video kedatangan Delina dan kawan-kawan.

“Jadi kita senam dulu ini,” kata Saprullah, menyapa ramah.

Kamis pagi itu, jam menunjukkan pukul 07.00, warga yang membawa sampah plastik diarahkan berbaris oleh Saprullah. Mereka mau senam kesehatan di halaman samping klinik.

Sebelum itu, sampah mereka letakkan di samping timbangan. Mereka mulai bersiap senam.

“Supaya badan sehat, biar tidak kaku otot-otot,” kata Marwati, menjelaskan kepada warga yang datang itu.

Usai senam, Darman, satu rombongan dengan Delina, nampak lelah. Keringat bercucuran membasahi baju. Pria 50 tahun ini sedikit memisahkan diri dari barisan dan beristirahat.

“Capek, tapi enak juga. Ringan badanku,” katanya.

Senam selesai. Saprullah merapikan timbangan. Sampah bawaan warga diangkat ke dekat timbangan. Satu per satu dia timbang. Ada sekitar 30 kg sampah.

Saprullah mengatakan, sampah plastik ini akan dikumpulkan di bank sampah yang dibuat bersama masyarakat kerjasama dengan BPJS. Rata-rata, pasien sudah memiliki BPJS atau Kartu Indonesia Sehat.

Bagi warga yang memiliki BPJS atau KIS, sampah-sampah yang mereka bawa akan terkumpul dan dibayarkan setahun sekali. Kalau mereka tak ber-BPJS, sampah ini sekalian jadi alat pembayaran.

“Nanti sampah ini diuangkan setiap setahun sekali dan uang diberikan langsung kepada mereka yang membawa sampah. Sampah ini juga biaya berobat mereka, jadi bayar pakai sampah,” katanya.

Mawarti bilang, uang hasil sampah itu cair menjelang hari raya. “Kalau Lebaran,  itu kami hitungkan semua berapa kilogram sampah yang masuk di bank sampah dan akan diuangkan. Selain berobat pakai sampah, juga dapat uang. Ini juga kerjasama dengan BPJS,” katanya.

Sampah-sampah dari warga ini, lalu disortir sesuai bentuk, misal, botol-botol plastik kumpul di satu tempat. Sebagian sampah, ada yang diambil pengumpul, sebagian jadi kerajinan, seperti bunga dan lain-lain.

 

Tumpukan sampah plastik yang dibawa pasien. Kini tersimpan di bank sampah dan sesekali diambil pengepul sampah plastik. Foto: Kamarudin/ Mongabay Indonesia

 

Bayar dengan sampah

Saprullah mengatakan, sampah tersimpan sebagai deposito masyarakat di bank sampah yang dia buat bersama istrinya,  Marwati. Sampah-sampah ini disulap jadi alat pembayaran untuk mengakses layanan kesehatan masyarakat di kecamatan ini.

“Pembayaran pengobatan ini jadi jalan keluar bagi setiap warga yang seringkali terkendala biaya berobat,” katanya.

Gagasan Saprullah dan Marwati sekitar lima tahun lalu, muncul kala melihat kondisi perekonomian warga di wilayah ini. Banyak warga hidup dalam keterbatasan. Dengan, berobat ke klinik berbayar sampah, mereka berharap, memudahkan mereka berobat ketika sakit.

“Dulu kerja di lingkungan hidup. Saya melihat pengelolaan sampah di Konawe,  kurang baik. Kemudian di Kecamatan Uepai juga begitu, sampah kurang tertata, maka kami bernisiatif seperti ini,” katanya.

Sebelum fokus mengelola sampah bersama sang istri, Saprullah pernah menjadi pegawai negeri di Dinas Lingkungan Hidup Konawe.

Daerah ini mayoritas warga sebagai petani. Sampah plastik, salah satu masalah karena banyak berceceran, dibuang begitu saja.

“Di Konawe ini khusus daerah saya tinggal banyak petani. Kalau plastik dibiarkan begitu bisa jadi ancaman. Oke, misalkan hari ini tidak berdampak, bagaimana 10 tahun nanti?”

 

Berkah bagi warga

Berobat dan membayar pakai sampah jadi berkah bagi masyarakat Konawe terutama Kecamatan Uepai. Riswan, warga setempat usia 56 tahun mengatakan, ada klinik bank sampah sangat membantu dia dan keluarga.

Kan biar tidak ada uang bisa kita langsung berobat. Memang saya punya kartu BPJS, tapi kalau mau ke rumah sakit pertama jauh terus ada lagi biaya-biaya tambahan, maka saya memilih berobat di klinik saja,” katanya.

Mawarti menceritakan, setelah ada bank sampah, tercatat sekitar 1.800 warga pemeriksa kesehatan di klinik mereka. Rata-rata membayar pakai sampah plastik, dan yang rutin membayar pakai sampah tercatat 116 orang.  Mereka sebagian besar memeriksakan keadaan gula darah, kolesterol sampai penyuluhan.

“Pak Riswan juga peserta kami. Di sini ada keluhan juga tentang keadaan diri mereka dan periksa karena sakit. Kalau penyakit khusus itu kami beri rujukan,” kata Mawarti.

 

Sampah dan pelayanan kesehatan di Konawe

Bicara soal sampah dan pelayanan kesehatan di Kabupaten Konawe, bisa dibilang menyedihkan. Kamis lalu,  saya melihat di pinggiran jalan protokol, sampah berserakan di sepanjang jalan. Di beberapa bak sampah juga kurang terurus.

Dinas Kebersihan kurang maksimal mengelola sampah, sikap masyarakat masih abai sampah menambah buruk kelola sampah di kabupaten ini.

Padahal, Kabupaten Konawe, telah dua kali mendapatkan Adipura dari Kementerian Lingkungan Hidup, pada masa pemerintahan Bupati Kery Saiful Konggoasa dan Parinringi.

Sampah, bukan hanya masalah Konawe, juga problem Indonesia, bahkan dunia. Indonesia, menghasilkan 187,2 juta ton sampah plastik di lautan. Catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, penggunaan kantong plastik di Indonesia, lebih 1 juta permenit. Setiap tahun, produksi kantong plastik menghabiskan sekitar 8% produksi minyak dunia atau 12 juta barrel minyak dan 14 juta pohon.

Bagaimana pelayanan kesehatan dan biaya pengobatan di Konawe?  Warga masih mengeluhkan biaya pengobatan dan obat-obatan mahal. Tidak saja di wilayah-wilayah terpencil, di ibukota kabupaten pun isu kesehatan banyak kendala dan kritikan, termasuk soal sarana dan prasarana jadi penyebab penanganan pasien lamban.

Ide Marwati dan Saprullah, berobat berbayar sampah, menjadi oase di tengah himpitan dua masalah itu…

 

Foto utama: Marwati dan Saprullah, yang mencetuskan ide, berobat bayar dengan sampah. Foto: Kamarudin/ Mongabay Indonesia

 

Sampah plastik ini disortir. Sebagian diambil pengumpul sampah, yang lain ada buat kerajinan, seperti bunga dan lain-lain. Foto: Kamarudin/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version