Mongabay.co.id

Siti Nurbaya: Perusahaan Harus Alokasikan Ruang untuk Kehidupan Satwa Liar

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, menyatakan pihaknya meminta perusahaan hutan tanaman industri maupun hutan produksi, mengalokasikan lahannya untuk wilayah hidup satwa liar.

Pihaknya juga, telah memberitahukan ke pengusaha sawit, bertahap untuk menyisihkan ruang juga bagi kehidupan satwa liar, terlebih dilindungi. Dengan begitu, konflik antara manusia dengan satwa liar, akibat habitatnya yang terganggu, bisa diminimalisir.

Hal tersebut dikatakan Siti Nurbaya usai mengikuti peringatan Hari Bumi, di Lapangan Merdeka Medan, Sumatera Utara, pekan kemarin.

Pernyataan tersebut disampaikannya terkait masih terjadinya konflik satwa dengan manusia, bahkan berujung kematian. Sebut saja, kasus kematian satu individu harimau sumatera di Batang Natal, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), yang ditembak polisi dan ditombak warga, saat masuk perkampungan karena sakit.

Baca: Sadis! Harimau Terluka Dibunuh, Bangkainya Digantung untuk Tontonan

 

Harimau sumatera yang terus saja diburu meski hidupnya dilindungi undang-undang. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Siti juga menyoroti Bonita, harimau sumatera yang menampakkan diri di Riau, tanpa rasa takut. Termaksud juga kondisi satwa kebanggaan lainnya seperti gajah sumatera, orangutan, badak, dan komodo.

“Badak, gajah, orangutan, harimau sumatera dan komodo merupakan spesies istimewa yang mendapat perhatian khusus dunia international. Menjadi penanda alami hutan yang baik dan lingkungan yang sehat dengan kehadiran satwa tersebut. Pemerintah dalam tiga tahun terakhir kerja keras memperhatikan kondisi ini,” terangnya.

 

Gajah Sumatera liar yang mati diduga akibat diracun di perkebunan sawit PT.PISS. Jaraknya tidak sampai satu kilometer dari kawasan TNGL di Langkat, Sumatera Utara. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Siti mencontohkan, kondisi orangutan di Kalimantan saat ini yang habitatnya sebagian terpencar akibat alih fungsi lahan, menjadi perkebunana sawit. Begitu juga yang terjadi di Riau dengan Bonita, habitatnya berubah menjadi hamparan sawit.

“Pihak kami tengah melakukan pendekatan kepada pengusaha perkebunan sawit di Riau, untuk menjaga habitat satwa liar yang ada beserta habitatnya.”

Baca juga: Teror Bonita Berakhir, Horor Deforestasi Terus Berlanjut (Bagian 2)

 

Kawasan hutan Batang Serangan di Langkat, Sumatera Utara, yang merupakan habitat orangutan, kini berubah jadi perkebunan sawit. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Lebih peduli

Siti mengingatkan kepada pekerja kebun sawit, agar lebih peduli dan hati-hati ketika beraktivitas. Apalagi sampai memasuki kantong-kantong harimau yang ada, jangan sampai sendiri. “Jika bertemu harimau, harus dipelajari sifat satwa ini. Jangan pernah membelakanginya, karena dia akan mengincar bagian tengkuk untuk diserang.”

Saat ditanya sifat Bonita yang tidak sama sebagaimana umumnya harimau, Siti menyatakan, pihaknya masih mempelajari apa sebenarnya yang terjadi. Saat ini masih dipelajari Direktorat Jenderal Konservasi, bagaimana riwayat panjangnya. Mungkin beberapa puluh tahun lalu, keturunannya pernah disakiti. “Jika benar, akan terus diperdalam informasinya.”

Mengenai perkembangan UU KSDAE Nomor 5 tahun 1990, menurut Siti, jika dilihat dari draf yang dibuat DPR, setelah dipelajari ada yang berubah secara prinsip. Jika itu terjadi, maka sama saja merubah keseluruhan prinsip konservasi dan sangat rawan.

“Konservasi itu prinsipnya perlindungan, pemanfaatan ekosistem, penopang kehidupan, serta pengawetan keanekaragaman hayati.”

 

 

Dalam draf yang diberikan DPR, hanya ada perlindungan, pemanfaatan, dan pemulihan. Ini berubah sekali dengan prinsip-prinsip universal konservasi. Di sini juga, masih campur kewenangan, pemberian izin didelegasikan kepada pihak lain, bukan negara. Secara ketatanegaraan, kondisi ini masih dipelajari.

Belum lagi, rancangan tersebut berlaku setelah adanya 30 peraturan pemerintah. Artinya, jika undang-undangnya sudah ada namun peraturan pemerintah belum ada, akan sangat rawan dalam pengambilan langkah kedepan.

“Ini yang kami pelajari terus bagaimana baiknya demi konservasi.”

Siti mengatakan, untuk mengatasi hal itu, pihaknya telah berkomunikasi dengan Komisi IV DPR RI. Berkasnya sudah dikirim untuk dibahas.

 

 

Exit mobile version