Mongabay.co.id

Warga Protes Rencana Waduk Lompatan Harimau, Pemerintah Riau Kirim Surat Penolakan ke Pusat

Ribuan warga beberapa desa di Rokan Hulu, aksi ke Kantor Gubernur Riau, meminta daerah ini menolak pembangunan waduk yang bisa mengancam kehidupan mereka. Waduk itu, rencana untuk PLTA dan pengairan sawah. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

 

Sekitar 1.500 warga Desa Cipang Kiri Hulu, Cipang Kiri Hilir, Cipang Kanan dan Tibawan,  berkumpul di Desa Banjar Datar, Kecamatan Rokan IV Koto, Kabupaten Rokan Hulu, Riau, pekan pertama Mei lalu. Mereka hendak ke Pekanbaru,  menggunakan 21 mobil, 23 truk dan dua ambulans. Warga protes dan menolak rencana pembangunan Waduk Serbaguna Rokan Kiri atau Waduk Lompatan Harimau, karena mengancam ruang hidup mereka.

Beranjak sekitar pukul 4.00 sore, mereka melewati medan sulit, jurang dengan kondisi tanah tak mulus. Sesekali mereka harus mengurangi laju kendaraan untuk melewati tanah berlubang.

Langit mulai gelap. Setelah mendapati jalan beraspal, mereka berhenti beberapa saat di sepanjang badan jalan untuk makan malam berbekal makanan dari rumah.

Perjalanan mereka lanjutkan melewati Kecamatan Ujungbatu. Tiba depan Polsek Tandun, kendaraan mereka dihentikan polisi. Kaca depan kendaraan ditempel nomor. Tiap penumpang diminta turun untuk diperiksa. Isi mobil juga diperiksa.

“Ini untuk kebaikan dan keselamatan kita bersama. Bapak-bapak mau diperiksa?” kata seorang polisi dari atas truk.

Linda dan Lidya dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru sempat protes. Mereka coba negosiasi karena kondisi sudah cukup kemalaman. Kala itu, lewat pukul 22.00.

“Kalau diperiksa satu persatu seperti ini memakan waktu lama, Pak,” kata Lidya.

“Tidak lama kok. Personil kami banyak. Percaya pada kami,” kata seorang polisi lain.

Kala itu, warga hampir saja marah karena mendengar kabar Rio Andri yang mengkoordinir mereka ditangkap polisi bersama dua temannya. Masyarakat dari barisan kendaraan belakang turun dan setengah berlari ke depan.

Ternyata tak berlangsung lama karena, tiba-tiba Rio, muncul di tengah antrian kendaraan saat polisi yang melakukan pemeriksaan.

“Saya ditanya jumlah masyarakat dan kendaraan yang mengangkut. KTP saya juga diminta,” kata Rio.

Dia kemudian diminta menenangkan masyarakat dan meyakinkan mereka bahwa dia baik-baik saja. Keadaan berangsur tenang. Pemeriksaan terhadap masyarakat dan masing-masing kendaraan terus dilakukan.

Dengan pengawalan polisi di depan dan ujung barisan kendaraan, ribuan masyarakat tiba di Gedung Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau sekitar pukul 3.00 dinihari.

Pukul 09.00, Rabu (9/5/18), masyarakat memadati satu jalur Jalan Diponegoro melewati Jalan Gajah Mada,  menuju Kantor Gubernur Riau. Mereka berhenti di depan gerbang yang dijaga polisi dan Satpol PP. Lalu lintas Jalan Sudirman sekitar bundaran akhirnya dialihkan.

Unjukrasa dimulai oleh Rio Andri sebagai koordinator lapangan. Bersama teman-teman  mahasiswa paguyuban Rokan Hulu, mereka gantian berorasi dari atas kepala mobil pick up.

Para datuk atau tokoh adat empat desa juga dipanggil ke atas mobil menyampaikan keluhan soal rencana pembangunan Waduk Serbaguna Rokan Kiri. Mereka berpakaian adat.

Semua menolak pembangunan waduk. Mereka tak ingin sejarah hilang, sumber kehidupan lenyap, dan kampung tenggelam apalagi dipindahkan. “Di mana tali pusat kami ditanam, di situlah kami dikuburkan,” kata Padrison, Datuk Sati dari Cipang Kanan.

Mereka ingin bertemu dengan Plt Gubernur Riau Wan Thamrin Hasyim. Pemprov Riau diminta menyampaikan aspirasi warga ke pemerintah pusat. “Plt gubernur harus berani buat surat penolakan dan mengirim ke presiden,” kata Rio.

 

***

Hari itu, Presiden Joko Widodo berkunjung ke Riau, dalam kaitan peremajaan sawit rakyat di  Kepenghuluan Pelita, Kecamatan Bagan Sinembah, Rokan Hilir.

Wan Thamrin Hasyim, mendampingi presiden. Siangnya, mereka bertemu pengurus OSIS se-Pekanbaru di Pangkalan Udara Roesmin Nurjadin. Sorenya, mereka langsung bertolak ke Masjid Raya An Nur Pekanbaru memperingati Hari Lahir Nahdlatul Ulama ke 92.

Masyarakat tetap menunggu. Sekitar pukul 14.00, setelah menunaikan shalat dan makan bersama di trotoar samping kantor gubernur, mereka kembali berkumpul depan gerbang dan lanjut orasi.

Ahmad Hijazi, Sekda Riau, Masperi Asisten II dan Manahara Samosir perwakilan Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWS) III menemui masyarakat. Mereka gantian bicara dan kompak mengatakan,  tak bisa keluarkan surat penolakan pembangunan Waduk Serbaguna Rokan Kiri.

Alasannya, usulan pembuatan waduk langsung disampaikan Ahmad, mantan Bupati Rokan Hulu ke pemerintah pusat. “Jadi yang harus buat surat penolakan bupati langsung,” kata Ahmad.

April lalu, masyarakat sudah berunjukrasa depan Kantor Bupati Rokan Hulu. Protes itu ditanggapi Bupati Sukiman dengan berdialog bersama perwakilan masyarakat. Dua hari kemudian, Sukiman mengeluarkan surat penolakan atas pembangunan waduk ini.

Dalam surat itu, Sukiman meneruskan surat Camat Rokan IV Koto Nomor: 100/PEM/IV/2018/175 tertanggal 23 April 2018. Juga, berita acara musyawarah penolakan pembangunan waduk oleh masyarakat Cipang Kiri Hilir, Cipang Kiri Hulu, Cipang Kanan dan Tibawan.

 

Warga menggunakan mobil sampai truk aksi ke Pekanbaru, dari Rokan Hulu, Riau. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Sukiman menembuskan surat ke Gubernur Riau, Ketua DPRD Riau dan Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera III.

“Jadi kami minta Plt Gubernur Riau mengeluarkan surat yang sama ke Presiden Jokowi. Begitu alurnya,” kata Riki Zaputra, Dosen Universitas Lancang Kuning dari Cipang Kiri Hilir.

Ahmad Hijazi tetap dengan sikapnya. Masyarakat yang ketika itu duduk langsung berdiri dan sempat dorong-dorongan. Mereka kembali ditenangkan dan diminta duduk lagi.

Masperi kemudian bicara dengan seseorang lewat sambungan telepon yang katanya dari BWS Sumatera III.

“Ini orang dari balai wilayah sungai sudah menerima surat penolakan dari Bupati Rokan Hulu. Dia akan mengantar langsung ke Jakarta,” kata Masperi, saat telepon masih tersambung.

Dia sempat meminta perempuan dalam sambungan telepon itu bicara langsung dengan menempelkan handphone ke pengeras suara. Tak ada suara keluar. “Pokoknya begitulah bapak-bapak. Intinya kita menolak pembangunan waduk itu,” ucap Masperi dengan bahasa Rokan.

Masyarakat menyambut pernyataan itu dengan tepuk tangan. Meskipun begitu, mereka tetap meminta Plt Gubernur Riau mengeluarkan surat penolakan. Mereka tak ingin datang dari jauh dan pulang tanpa hasil.

 

Pemerintah Riau bikin surat penolakan

Ahmad Hijazi akhirnya menuruti keinginan masyarakat dan meminta waktu untuk membuat surat itu. Lebih kurang satu jam kemudian, Hijazi datang lagi membawa surat namun belum ditandatangani. Surat yang dibuat juga kurang tegas perihal penolakan.

Hijazi diminta mengubah surat itu. Dia meminta waktu lagi untuk menemui Wan Thamrin Hasyim, yang sudah berada di tengah perayaan Harlah NU. Sayangnya, sampai langit mulai gelap dan Jokowi meninggalkan Pekanbaru, mereka tak kunjung menemui masyarakat.

Masyarakat sempat mengancam akan bermalam depan gerbang kantor gubernur. Beberapa perwakilan mereka mengatakan, surat itu akan diselesaikan malam itu paling lambat pukul 19.00 dan akan dikirim ke Jakarta dalam waktu tiga kali 24 jam.

Masyarakat diyakinkan untuk kembali ke Gedung LAM Riau sembari menunggu surat. Mereka akan mendatangi lagi kantor gubernur jika janji tak ditepati.

Benar saja, meski lewat dari waktu yang dijanjikan, surat penolakan itu akhirnya diterima masyarakat.

Surat yang ditujukan ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat itu berisi tiga penjelasan. Mengenai usulan Bupati Rokan Hulu periode Ahmad pada 26 Agustus 2014, soal penolakan Bupati Rokan Hulu periode Sukiman pada 23 April 2018 dan terakhir meneruskan penolakan dari bupati.

Surat ditandatangani Ahmad Hijazi atas nama Plt Gubernur Riau. Masyarakat kembali ke desanya masing-masing malam itu juga.

Masyarakat Cipang mengenal proyek strategis nasional Presiden Joko Widodo itu dengan sebutan Waduk Lompatan Harimau. Ia tertuang dalam lampiran Peraturan Presiden nomor 58 tahun 2017 diurutan 191. Namanya Bendungan Rokan Kiri.

Ia dibuat untuk sumber energi listrik dengan kapastitas 74,44 Mw dan sumber irigasi 4.000 hektar sawah masyarakat. Proyek akan mulai beroperasi pada 2019 hingga 2023.

Disebut Lompatan Harimau karena, di situ ada dua tugu batu besar tempat harimau sering melompat. Benda itu akan hilang kalau bendungan tetap dibuat.

Ali Mahmuda, bidang hukum dan kampanye Walhi Riau mengatakan, proyek itu akan menghilangkan sumber ekonomi masyarakat seperti, kebun karet, gambir, sawit, serai sampai palawija.

Di areal itu juga ada rumah peninggalan Syafruddin Prawiranegara, pejuang kemerdekaan yang pernah menerima mandat dari Soekarno sebagai presiden pada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia.

“Ada lagi rumah adat Rokan dan sekitar 20 potensi wisata akan hilang,” katanya.

Satu hari pasca unjuk rasa masyarakat, saya mendatangai Kantor BWS Sumatera III Jalan Cut Nyak Dien, Pekanbaru tepat di belakang Kantor Gubernur Riau.

Bertemu dengan Manahara Samosir,  depan pintu masuk, dia tak mau memberi penjelasan karena itu kewenangan atasan.

Samosir hanya mengatakan, atasannya baru saja berangkat ke Jakarta menjumpai Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sekaligus membawa surat penolakan dari masyarakat dan Bupati Rokan Hulu. Dia meminta saya datang lagi setelah atasannya pulang dari Jakarta.

Selasa 15 Mei 2018, saya datang lagi. Menurut Adam, satpam yang berjaga depan pintu, atasan Samosir adalah Nur Wacidah, pejabat pembuat komitmen. Katanya, pagi itu dia belum datang.

Saya menunggu hingga pukul 11.00 lewat. Adam kembali mengatakan, mungkin atasan dia tak masuk kantor. “Kalau jam segini tak datang pasti dinas ke luar kota. Biasanya dia datang pagi.”

Menurut seorang perempuan yang mendengar obrolan kami, Nur Wacidah, sudah datang dan masuk bersamanya. Adam tetap dengan ucapannya. “Saya dari tadi di sini tak ada lihat dia datang.”

Saya coba masuk dari pintu samping karena orang-orang juga banyak ke luar masuk dari pintu itu. Seorang laki-laki yang hendak masuk toilet mengatakan, Nur Wacidah, sedang rapat di lantai atas.

Saya langsung naik lewat tangga depan toilet. Seorang pria yang berjaga depan ruangan membenarkan Nur Wacidah dalam ruangan. Saat sedang menunggu, Adam naik dan meminta saya turun.

Saya protes karena dia berbohong. Adam tampak kesal dan minta saya tetap turun. Akhirnya terjadi adu mulut.

Seorang pegawai lalu meminta Adam menjumpai Nur Wacidah membawa kartu tanda penduduk saya. Tak berapa lama dia kembali dengan selembar kertas bertuliskan, “maaf saya lagi sibuk.”

Adam mengulurkan tangan meminta maaf. Saya berpesan, agar dia bersikap jujur.

 

Foto utama: Ribuan warga beberapa desa di Rokan Hulu, aksi ke Kantor Gubernur Riau, meminta daerah ini menolak pembangunan waduk yang bisa mengancam kehidupan mereka. Waduk itu, rencana untuk PLTA dan pengairan sawah. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

Ribuan warga Rokan Hulu, protes rencana pembangunan waduk. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia
Exit mobile version