Mongabay.co.id

3 Tahun Penjara untuk Penjual Kulit Harimau Sumatera, Pantaskah?

Harimau Sumatera, salah satu target buruan para pedagang satwa liar ilegal. Indonesia perlu meningkatkan database dan kemampuan kajian biologi molekuler untuk membantu proses penyelidikan kejahatan terhadap satwa liar. Foto: Rhett A. Butler

Kristina Lumban Raja, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Medan, menuntut M. Ilyas, pedagang kulit dan bagian tubuh harimau sumatera melalui Facebook, hukuman tiga tahun penjara. Juga, denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan.

Jaksa menyatakan, terdakwa terbukti melanggar pasal 40 ayat (2) jo Pasal 21 ayat (2) huruf d UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAE) jo Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis tumbuhan dan Satwa.

“Bedasarkan fakta, saksi-saksi yang dihadirkan dalam persidangan, semua barang bukti, termaksud pemeriksaan terdakwa, menguatkan bahwa Ilyas melanggar pasal yang dimaksud di atas,” jelasnya usai sidang, Rabu (16/5/2018).

Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa merusak kelestarian alam hayati dan ekosistemnya. Hal meringankan, terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya. Terdakwa bersikap sopan di persidangan dan belum pernah dipidana.

“Menutut terdakwa tiga tahun penjara, denda Rp100 juta, subsider enam bulan kurungan, dan membayar biaya persidangan sebesar Rp50.00,” jelas Kristina, dihadapan Ketua Majelis Hakim Riana Pohan.

Baca: Menanti Vonis Maksimal Hakim untuk Penjual Kulit Harimau Sumatera

 

M. Ilyas (baju merah di gari) dituntut 3 tahun penjara dan denda Rp100 juta karena menjual kulit harimau dan bagian tubuh satwa dilidungi melalui Facebook. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Jaksa juga menuntut barang bukti dirampas untuk dimusnahkan. Yaitu, satu lembar kulit harimau sumatera panjang (95 cm) dan lebar (35 cm), kalung dan kuku harimau, serta dua kulit harimau berbentuk tapak kaki. Juga, taring beruang dan empat kuku macan.

“Tuntutan ini kami nilai sudah tepat, membuat terdakwa jera dan tidak mengulangi perbuatannya setelah bebas nanti. Kami berharap majelis hakim sependapat untuk menghukum terkdawa,” jelasnya.

M. Ilyas, terdakwa, tidak melakukan pembelaan tertulis, hanya lisan. Terdakwa mengaku tidak mengetahui bila barang dagangannya itu dilindungi undang-undang dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan itu.

“Saya tahu setelah saya ditangkap polisi kehutanan, Bu Hakim. Saya mohon majelis hakim mengurangi hukuman, tidak seperti tuntutan jaksa, ” ungkapnya sambil menundukkan kepala.

Usai mendengarkan pembelaan terdakwa, majelis hakim menjadwalkan sidnag pekan depan dengan agenda putusan hukuman. Terdakwa diperintahkan tetap ditahan.

Baca juga: Jual Bagian Tubuh Satwa Liar Dilindungi, Lelaki Deli Serdang ini Diamankan Petugas

 

Inilah barang bukti yang diamankan petugas SPORC Brigade Macan Tutul dari sebuah rumah tersangka M Ilyas, Senin (29/1/2018). Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Marak

Panut Hadisiswoyo, Direktur Yayasan Orangutan Sumatera Lestari – Orangutan Information Centre (YOSL-OIC), mengatakan, kasus perdagangan satwa dilindungi dan bagian tubuhnya masih marak. Pihaknya tengah membantu pemerintah membongkar kasus-kasus tersebut.

“Kami berharap, pemerintah dan semua pemegang kebijakan bisa mendorong pengadilan agar memberikan hukuman maksimal sesuai undang-undang yang berlaku,” jelasnya.

 

https://www.youtube.com/watch?v=Ru3RQ24ZnKQ&feature=youtu.be

 

Firman Naibaho, Analis Perdagangan Satwa, Forum Investigator Zoo Indonesia kepada Mongabay usai persidangan mengatakan, sejak awal pihaknya sudah menduga kalau tuntutan jaksa penuntut umum akan jauh dari harapan. Itu tidak lebih karena hukuman di Undang-Undang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAE) masih rendah. Hukuman maksimal hanya lima tahun dan denda maksimal Rp100 juta.

Jaksa dinilai tidak berani mengambil terobosan dengan mengajukan tuntutan hukuman maksimal, walau hanya lima tahun. Ini tidak akan memberikan efek, karena dalam aturan perundang, terdakwa bisa saja mendapatkan remisi dan sebagainya.

“Artinya, jika majelis hakim hanya menjatuhkan hukuman dua pertiga dari tuntutan jaksa penuntut umum, praktis, terdakwa hanya menjalani hukuman penjara sekitar dua tahun,” jelasnya.

 

Kalung kuku harimau, kuku dan taring beruang, serta kuku macan ini diamankan petugas dari pelaku. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Namun, dia mengapresiasi tuntutan jaksa penuntut umum soal barang bukti yang dirampas untuk dimusnahkan. Tidak ada alasan dari pihak manapun agar barang bukti disita, untuk dijadikan bahan pendidikan dan penelitian ilmu pengetahuan. Karena, semua barang bukti kasus Ilyas ini sudah ada di wilayah lain Indonesia dan jumlahnya cukup banyak.

“Kita apresiasi tuntutan jaksa. Berikutnya, segera revisi UU KSDAE Nomor 5 tahun 1990 dengan hukuman maksimal jadi minimal. Ini bentuk keseriusan perlindungan satwa,” jelas Firman.

 

Foto utama: Harimau sumatera di habitatnya. Foto : Rhett A Butler/Mongabay.com

 

 

Exit mobile version