Mongabay.co.id

Gua ini Telah Ditinggali Manusia selama 78,000 tahun. Teori Migrasi Manusia Berubah?

Transisi dari Middle Stone Age (jaman batu pertengahan) ke Later Stone Age (jaman batu akhir) di Afrika telah diperdebatkan sebagai perubahan signifikan dalam evolusi teknologi, budaya, dan kognitif manusia.

Selama ini, para peneliti hanya fokus meneliti tentang hal ini di Afrika bagian selatan. Namun baru-baru ini, sebuah ekskavasi di Kenya memberikan pembuktian baru. Di dalam jaringan gua Panga ya Saidi di Rift Valley di Kenya, para peneliti menemukan sebuah ruangan besar seluas lebih dari 320 m2 yang dipercaya telah  ditempati oleh Homo sapiens selama 78.000 tahun.

Studi baru yang diterbitkan dalam jurnal Nature Communications ini menawarkan sebuah bukti bagaimana teknologi manusia dan budaya telah berubah selama waktu itu.

Gua ini terletak di tempat yang unik, sebuah ecotone di mana padang rumput dan hutan tropis pesisir bertemu. Karena itu, penghuni gua bisa mengeksploitasi sumber daya dari kedua lingkungan berbeda tersebut.

Lokasi ini juga telah melindungi  gua dari fluktuasi iklim selama ribuan tahun.  Kekeringan mungkin berdampak pada padang rumput atau hutan di wilayah tersebut pada waktu-waktu tertentu, namun tim peneliti internasional dan interdisipliner menyatakan bahwa situs Panga ya Saidi  telah menerima banyak hujan. Inilah yang mungkin menjadi penjelasan mengapa manusia memutuskan untuk  terus menerus tinggal di tempat ini sejak menemukannya.

baca : Fosil Manusia Purba Ini Ditemukan di NTT, Bisa Jadi Referensi Global Baru

 

Gua Panga ya Saidi di Rift Valley di Kenya, tempat ditemukan bukti bahwa homo sapiens telah menghuni sejak 78.000 tahun yang lalu. Foto : Mohammad Shoaee/Smithsonianmag.com

 

Artefak tertua yang ditemukan di gua adalah peralatan Zaman Batu Pertengahan yang berusia sekitar 78.000 tahun. Perubahan yang berbeda terjadi pada lapisan yang lebih baru yang muncul 67.000 tahun yang lalu di Zaman Batu Akhir, di mana peralatan menjadi jauh lebih kecil, dan menunjukkan perubahan dalam teknologi. Namun, lapisan berikutnya yang berusia 60.000-50.000 tahun mengungkapkan campuran jenis alat dari kedua era.

Hal ini berlawanan dengan keyakinan para arkeolog yang menyatakan bahwa perubahan terjadi selama “revolusi” teknologi di mana teknologi baru dengan cepat dan diadopsi secara luas, dan teknologi lama ditinggalkan.

Perhiasan yang dipakai oleh para penghuni gua mempunyai kisah perubahannya sendiri. Manik-manik paling awal yang pernah ditemukan di Kenya, yang berumur antara 67.000 hingga 63.000 tahun yang lalu, berasal dari bebatuan dalam gua. Mulai 33.000 tahun yang lalu manik-manik yang terbuat dari kulit kerang yang diambil dari pantai di sepanjang Samudera Hindia sekitar 15 km jauhnya menjadi aksesori pilihan. Sekitar 25.000 tahun yang lalu, manik-manik dari telur burung unta menjadi trend, sebelum akhirnya  kembali ke kerang sekitar 10.000 tahun yang lalu.

Benda-benda dekoratif atau ritual lainnya seperti tulang berukir dan potongan oker merah ditemukan di seluruh lapisan, yang juga menunjukkan bahwa tidak ada “revolusi” budaya atau kognitif yang signifikan di situs Panga ya Saidi. Jika digabungkan, alat dan artefak dekoratif melukiskan gambaran budaya yang berubah perlahan seiring waktu.

baca : Citarum, Sungai Harum yang Pernah Menjadi Pusat Peradaban Manusia

 

Peralatan manusia purba yang ditemukan di Gua Panga ya Saidi di Rift Valley di Kenya. Diri kiri ke kanan : alat Ochers merah terbuat dari cangkang laut, telur cangkang ostrich, alat tulang, close-up alat tulang yang menunjukkan bekas goresan. Foto : Francesco D’Errico dan Africa Pitarch/sciencedaily

 

Temuan penting lainnya di gua adalah apa yang tidak ada di sana — banyak makanan laut. “Meskipun relatif dekat dengan pantai, kami tidak memiliki bukti bahwa populasi populasi di dalam gua bergantung pada  sumber daya pesisir,” kata penulis laporan Michael Petraglia dari Institut Max Planck untuk Ilmu Sejarah Manusia “Sebaliknya, mereka bergantung pada daratan, sumber daya terestrial di hutan tropis dan ekosistem padang rumput mereka.”

Itu menambah bukti yang berkembang bahwa manusia purba tidak hanya mengikuti sumber daya pesisir. Sebaliknya, itu menunjukkan bahwa manusia dapat beradaptasi dan mampu bertahan hidup di habitat pedalaman juga. “Temuan-temuan di Panga ya Saidi bertentangan hipotesis tentang penggunaan pantai sebagai semacam superhighway yang menyalurkan migrasi manusia dari Afrika, dan di sekitar tepi Samudra Hindia,” kata Petraglia.

Peneliti utama proyek ini, Nicole Boivin dari Max Planck memprediksi pengetahuan ini akan menyebabkan pergeseran dalam cara memahami evolusi manusia. “Wilayah pesisir Afrika Timur dan hutannya dan telah lama dianggap marginal bagi evolusi manusia sehingga penemuan gua Panga ya Saidi tentu akan mengubah pandangan dan persepsi para arkeolog,” kata Boivin.

Panga ya Saidi berhenti ditinggali oleh manusia belum lama, dan saat ini situs tersebut masih  digunakan oleh penduduk setempat untuk upacara keagamaan dan pemakaman.

 

Exit mobile version