Mongabay.co.id

Menjaga Sumber Air Gayo Lues, Merawat Kehidupan Bersama di Leuser

Kabupaten Gayo Lues merupakan hulu tiga daerah aliran sungai (DAS) terpanjang di Aceh. Ada DAS Alas-Singkil, DAS Tamiang, dan DAS Tripa. Air yang bersumber dari pegunungan Leuser ini, mengalir hingga ke Samudera Hindia di barat dan selatan Aceh, serta ke Selat Malaka di pantai timur Aceh.

Data GIS Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) menunjukkan, luas hutan di Kabupaten Gayo Lues adalah 554.820 hektar. Rinciannya, Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) seluas 201.672 hektar, hutan lindung (221.010 hektar), hutan produksi (30.385 hektar), hutan produksi terbatas (26.714 hektar), hutan produksi konversi (656 hektar), dan APL (74.383 hektar).

Namun tutupan hutan di Gayo Lues ini berkurang. Pada 2017, Luas TNGL menjadi 192.261 hektar, hutan lindung (198.699 hektar), sedangkan hutan produksi konversi sudah tidak tersisa lagi. Sebagian besar, kehilangan tutupan hutan tersebut akibat pembukaan lahan perkebunan ilegal yang berpadu dengan pembalakan.

 

Sungai di Rikit Gaib, Kabupaten Gayo Lues yang sumber airnya begitu penting bagi kehidupan masyarakat. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Padahal, stabilitas debit air di hulu, sangat bergantung pada kelestarian hutan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Perambahan, pembalakan liar, hingga alih fungsi lahan merupakan ancaman utama terjaganya kualitas sumber air tersebut.

“Di Gayo Lues itu, sebagian DAS mulai rusak akibat berbagai kegiatan ilegal,” ujar TM Zulfikar Koordinator Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) Wilayah Aceh.

Dia menunjuk secara umum kondisi daerah aliran sungai di Provinsi Aceh, termasuk di Gayo Lues, keadaannya memprihatinkan lantaran semua bantara sungai telah berubah fungsi menjadi perkebunan dan kegiatan Galian C.

Perambahan juga masih terjadi di pinggiran DAS, yang mengakibatkan datangnya erosi dan tanah longsor.

“Pepohonan dengan jarak 100 meter dari sungai tidak boleh ditebang. Namun, saat ini, aturan tersebut tidak terlihat, kondisinya sudah parah sehingga harus menjadi keprihatinan semua pihak,” ungkapnya.

 

Air bersih yang penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup di Gayo Lues dan sekitar ini harus terus dijaga. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh Saminuddin B. Tou [saat menjabat] menyebut pelibatan masyarakat menjadi penting untuk menjaga kelestarian ekosistem Leuser, khususnya yang ada di Gayo Lues.

“Ketika masyarakat sadar untuk melindungi sumber air, dengan sendirinya, kegiatan-kegiatan ilegal seperti perambahan, pembalakan liar, hingga perusakan sempadan sungai tidak akan dilakukan lagi,” ungkapnya.

Menurutnya, pihaknya sedang mendorong agar warga masyarakat setempat, sebagai pihak yang paling berkepentingan dengan air, dapat menjaga dan melestarikan sumber air yang mereka butuhkan.

“Kalau kerusakan DAS dibiarkan dan berbagai kegiatan ilegal tidak dihentikan, maka hutan di atas DAS akan rusak juga. Harus ada tindakan, jangan tunggu bencana yang menghampiri,” ucapnya.

 

Inilah Sungai Agusen atau hulu DAS Alas-Singkil di Kabupaten Gayo Lues. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Belajar dari Desa Sangir, Gayo Lues

Berbekal keresahan maraknya kerusakan lingkungan, Ahmad, seorang warga Desa Sangir, Kecamatan Dabun Gelang, Kabupaten Gayo Lues, coba mengajak lima desa lain yang bergantung pada sub DAS Rikit Gaib di DAS Tripa, untuk mencari solusi perihal defisit air bersih.

Dia pun mengajak dan bekerjasama dengan masyarakat Desa Blang Temung, Pangur, Pepalan, Uning Gelung, dan Panglima Linting untuk melindungi DAS.

“Perambahan yang terjadi, membuat sumber air yang berperan untuk kebutuhan rumah tanggga dan pengairan sawah kami terancam. Air bersih berkurang saat kemarau, banyak petani yang mengeluh akan sawahnya,” jelas Ahmad, yang saat ini menjadi Kepala Desa Sangir (23/4).

 

Hutan pinus yang berbatasan langsung dengan hutan di Gayo Lues ini merupakan bentang alam yang sangat indah sekaligus harus dijaga kelestariannya. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Dari berbagai kesepakatan dan pertemuan yang dibuat, masyarakat tak mau sumber air yang merupakan urat nadi kehidupan itu rusak. Bagi mereka, jika DAS rusak dampaknya bukan saja mereka yang rasakan, tetapi masyarakat yang ada wilayah hilir Aceh pun akan merasakannya.

Setelah kesepakatan antar desa terjalin, mereka pun bertemu dengan pihak-pihak terkait. Ada Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah V serta Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Gayo Lues, yang selama ini mengambil airnya dari Desa Sangir.

“Kami, masyarakat di enam desa, sepakat untuk melindungi sumber air. Kami yakin, hutan akan terjaga, kalau perekonomian masyarakat juga diperhatikan. Dengan begitu, tidak ada lagi masyarakat yang bakal merambah,” tutur Ahmad.

 

Air bersih yang mengalir di sungai tidak hanya digunakan masyarakat Gayo Lues untuk kebutuhan sehari-hari tetapi juga untuk pengairan sawah. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Hasil kerjasama dengan para pihak, sekarang masyarakat mengembangkan tanaman perkebunan yang ramah lingkungan seperti kopi, aren, dan beberapa jenis tanaman hutan. Tujuannya untuk melindungi area resapan di sekitar Sungai Aih Kiri yang bermuara ke sub DAS Rikit Gaib.

Mengajak masyarakat menjaga sumber air bukan urusan mudah. Terlebih, menjelaskan pentingnya menjaga hutan beserta isinya. Menurut Ahmad, butuh waktu tahunan, mengajak masyarakat Desa Blang Temung, Pangur, Pepalan, Uning Gelung, dan Panglima Linting, untuk peduli air.

“Sekitar lima tahun, sejak saya belum jadi kepala desa, saya sudah mulai ajak masyarakat untuk tidak merusak hutan didekat sungai.”

Awalnya, tidak semua masyarakat mengindahkan ajakan menjaga hutan Ahmad, banyak pula yang menentangnya. Terlebih banyak masyarakat dari enam desa tersebut hidup dari membuka hutan untuk lahan perkebunan didalam hutan termasuk kegiatan illegal logging.

“Saya terus mengajak demi kebaikan bersama, agar sawah dan lahan pertanian tidak kering ketika kemarau datang. Mereka baru sadar dan menjaga hutan karena sudah 10 tahun terakhir, mulai kesulitan mendapatkan air untuk persawahan dan lahan pertanian saat musim kemarau,” tutupnya.

 

 

Exit mobile version