Mongabay.co.id

Tertinggi Jenisnya di Dunia, Bagaimana Kesehatan Karang di Perairan Raja Ampat?

Perairan Raja Ampat terkenal dengan tingginya keragaman ikan karang, biota laut dan ekosistem terumbu karangnya. Alasan ini pula yang membuat Raja Ampat masuk dalam kawasan pusat keragaman biota terumbu karang di dunia atau yang disebut dengan The Coral Triangle Initiative (CTI). Suatu inisiatif  yang diprakarsai enam negara, Indonesia, Filipina, Palau, Papua Niugini, Kepulauan Salomon dan Timor Leste.

Sebuah penelitian dari Australian Institute of Marine Science (AIMS) menobatkan Raja Ampat sebagai lokasi jumlah jenis karang dalam satu kawasan terbanyak, yaitu 540 jenis. Tak ada lokasi manapun di bumi ini yang mampu menyamai keragaman karang seperti halnya Raja Ampat.

Hasil studi G.R Allen menyebut ada 284 jenis dalam satu lokasi atau sekali penyelaman, yang menjadikan keragaman tertinggi di Raja Ampat tertinggi di dunia. Adapun total jenis ikan karang di Raja Ampat dilaporkan sebanyak 1.074 jenis, tertinggi ketiga setelah Teluk Maumere, Flores, Indonesia (1.111 jenis), dan Milne Bay Province, PNG (1.109 jenis).

Tak salah jika perairan Raja Ampat sangat mempesona. Beberapa spot penyelaman terkenal diantaranya Reefs End, Blue Magic, Cape KRI. Bahkan di depan Dermaga Arborek dan Sawandarek pun begitu kaya dengan keragaman dan kelimpahan karang, jenis ikan, dan biota lain.

Di lokasi-lokasi selam ini, divers dapat menyaksikan beragam biota. Di titik selam Cape KRI, Blue Magic, dan Reefs End dapat dijumpai kelompok (schooling fish) ikan sweetlips yang selalu berkelompok pada kedalaman 30-an meter serta jenis ikan napoleon (Chellinus undulatus) yang juga ditemukan di lokasi ini. Di lokasi Manta Sandy dapat dijumpai pari manta yang datang untuk pembersihan diri dari bakteri (cleaning station) dengan bantuan cleaner fish.

Sebagai seorang peneliti dengan melihat  begitu kayanya ragam jenis yang ada di Raja Ampat dan kelimpahan jenisnya, penulis terusik dengan pertanyaan, bagaimana kondisi kesehatan karang yang ada di Raja Ampat?  Tulisan ini hendak berbagi sebagian hasil riset yang telah penulis lakukan.

 

Karang terinfeksi penyakit BBD pada Pachyseris speciosa (kiri atas) dan Montipora sp (kanan atas). Sementara penyakit Skeletal Eroding Band menginfeksi karang Acropora sp (kiri bawah) dan White syndrome pada karang Acropora sp (kanan bawah). Foto: Ofri Johan

 

Apa itu Kesehatan Karang?

Secara teori, penyakit karang dan kesehatan yang mengganggu kesehatan karang ini disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur atau virus yang diawali oleh stress atau gangguan akibat suhu, sedimentasi, predasi ikan atau oleh predator lain.

Sebagai informasi, saat ini para peneliti telah mengidentifikasi sebanyak 27 jenis penyakit karang di seluruh dunia. Di Indonesia, beberapa jenis penyakit yang dijumpai adalah Black Band Disease (BBD), White Syndrome (WS), Brown Band Disease, Skeletal Eroding Band (SEB), Yellow Band Disease.

Adapun jenis penyakit lainnya belum teridentifikasi, disebabkan keterbatasan keahlian para peneliti Indonesia dalam meneliti berbagai penyakit karang ini. Data kontribusi penyakit karang sebagai penyebab kematian karang pun belum banyak terdata, hal ini berbeda dengan lokasi lain seperti perairan Karibia atau daerah lainnya.

Data kesehatan dalam pengamatan penyakit karang juga meliputi faktor pengganggu kesehatan karang (Compromise Health, atau CH). Data CH meliputi predasi oleh predator seperti COT (Crown of Thorn; semacam predator yang memakan karang), gastropoda (Drupella sp), dan ikan. Juga, bentuk respon karena adanya kompetisi karang dengan alga dan spons yang ditunjukkan karang dengan berubah warna menjadi merah muda atau kuning.

Kompetisi karang lunak dan karang keras yang berbeda jenis dalam memperebutkan ruang pertumbuhan, juga menjadi hal yang diteliti.  Masing-masing karang yang berkompetisi mengeluarkan senyawa bio-aktif, yang akan menganggu pertumbuhan karang yang memiliki pertumbuhan yang lebih cepat.

Karena kalah bersaing dengan karang yang tumbuhnya lambat, ciri karang yang pertumbuhannya terganggu akan membentuk pola melingkar. Contohnya, karang yang tumbuhnya seperti meja (tabulate) akan kalah berkompetisi ruang dengan karang masif seperti Favia sp atau Porites sp yang pertumbuhannya lambat, sehingga bentuk tabulate-nya tidak sempurna karena menghindari kooni karang masif tersebut.

Gangguan kesehatan karang pun bisa disebabkan oleh adanya tutupan sedimen, flat worm yang hidup berasosiasi dengan karang.

Apabila karang luka dan kondisi lemah, maka bakteri akan mudah menginfeksi karang. Keberadaan penyakit karang dapat dalam jumlah melimpah (outbreak). Kondisi ini pernah terjadi di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta (2012) namun hanya ditemukan pada perairan dangkal, dibawah kedalaman 3 meter, serta hanya pada karang Montipora sp saja. Outbreak BBD ditemukan pada akhir musim kemarau (musim peralihan) sebelum masuk musim penghujan.

Pada musim peralihan ini kondisi perairan sangat tenang (tidak berarus), terjadi peningkatan suhu dan intensitas cahaya hingga mencapai puncaknya pada suhu dan intensitas (30.18°C dan 7970.16 lux).  Kondisi ini membuat karang mengalami bleaching dan diikuti oleh adanya penyakit White Syndrome sebelum terjadinya outbreak BBD. Hingga saat ini belum ada dilaporkan outbreak terjadi di lokasi lain di Indonesia, selain di Kepulauan Seribu.

 

Kelompok ikan (schooling fish) dari jenis sweetlips di lokasi. Foto: Ofri Johan

 

Lalu penyakit karang apa yang dijumpai di Raja Ampat?

Hasil penelitian jenis penyakit karang yang berhasil teridentifikasi di perairan Raja Ampat diantaranya adalah BBD pada karang Montipora sp, dan Pachyseris speciosa pada lokasi Ayau Kecil, dan Arborek. Sementara penyakit SEB ditemukan menginfeksi karang Acropora sp di lokasi penyelaman Reef End.

Bekas tanda predasi dari COT ternyata dapat memicu karang diserang oleh penyakit karang seperti di Lokasi Arborek, adanya infeksi penyakit White Syndrome dan BBD di lokasi ini. Namun jumlah koloni yang terinfeksi tidak banyak, hanya sekitar 5 koloni saja.

Karang yang menggalami gangguan dari kelompok faktor pengganggu ini umumnya berasal dari Drupella sp, predasi oleh gigitan ikan. Namun, satu hal yang mengembirakan tidak ditemukan Acanthaster plancii.

Lokasi Arborek dilaporkan sebelumnya pernah mengalami serangan predator pemakan karang Acanthaster plancii (dikategorikan COT) dan sudah dilakukan pengangkatan oleh aktivitas penjaga laut dengan keterlibatan masyarakat, dive operator dan organisasi Conservation International (CI) dan The Nature Conservancy (TNC).  Jenis ini diketahui pernah outbreak di perairan Padang pada beberapa pulau pada tahun 2017 lalu.

 

*  Dr. Ofri Johan, M.Si, penulis adalah peneliti pada Balai Riset Budidaya Ikan Hias, Kementrian Kelautan dan Perikanan; ** PurwantoKoordinator monitoring ekologi, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Papua

Exit mobile version