Mongabay.co.id

Banyumas Darurat Sampah. Ada Apa?

Dua bulan terakhir, Banyumas, Jawa Tengah (Jateng) mengalami gonjang-ganjing soal sampah. Sebagai kota kecil, ternyata persoalan sampah sudah mulai mengemuka. Setiap hari, setidaknya ada 960 ton setiap harinya.

Lalu mengapa bisa terjadi gonjang-ganjing sampah?

Pada awalnya, terjadi penolakan terhadap pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA) Kaliori di Desa Kaliori, Kecamatan Kalibagor, Banyumas. TPA tersebut merupakan tempat pembuangan setelah TPA Gunung Tugel di Kedungrandu, Kecamatan Patikraja ditutup.

Pada Senin (2/4) silam, sekitar 200 warga desa setempat mengadakan demo. Mereka memblokade jalan menuju TPA Kaliori. Alasan warga memang cukup kuat, karena terjadi pencemaran lingkungan akibat TPA tersebut. Warga menyebutkan kalau pencemaran tidak hanya bau, tetapi juga air. Bahkan ada sumur yang biasanya dapat dimanfaatkan warga, kini tidak bisa lagi akibat pencemaran tersebut. Kemudian air yang keluar dari TPA Kaliori juga mencemari sawah.

“Sudah tiga tahun belakangan, kami bisa panen. Sebab, sawah tak dapat ditanami akibat pencemaran TPA. Airnya coklat masuk ke sawah dan membuat padi tidak tumbuh,”ungkap Parno (53) salah seorang warga penggarap sawah di desa setempat.

baca : Dampak Pencemaran Limbah Sampah, Sawah tak Bisa Ditanami, Air Berwarna Coklat

 

Sampah menggunung di sekitar jalan protokol Kota Purwokerto, Banyumas, Jateng, akibat sejumlah TPA ditutup. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Sehingga kerugian yang ditimbulkan cukup besar bagi warga setempat. Slamet (50) petani penggarap lahan tersebut mengatakan kalau setiap tahunnya, satu petak sawah yang dikerjakan petani mampu menghasilkan Rp7 juta per tahun. Kalau empat tahun, berarti ada kerugian hingga Rp28 juta. Warga Kaliori telah sepakat untuk menutup dan memblokade TPA setempat.

Akhirnya, Pemkab Banyumas tidak memaksa pembuangan sampah ke TPA Kaliori. Pemkab juga memberikan tali asih kepada petani yang dirugikan akibat pencemaran air TPA. Akibat blokade dan penutupan TPA di Kaliori, membuat Pemkab Banyumas mengambil opsi berbeda yakni membuang sampah di tempat pembuangan sementara (TPS) Tipar, Kecamatan Ajibarang, Banyumas. Padahal, selama ini TPS Tipar merupakan tempat pembuangan untuk kecamatan-kecamatan di wilayah barat Banyumas.

Ternyata, hanya berjalan sebulan lebih, warga Tiparkidul yang tergabung dalam Forum Silaturahmi Masyarakat Peduli Lingkungan Hidup (FSMPLH) melakukan blokade di TPS setempat pada Selasa (22/5) lalu. “Kami memblokade karena ada kesepakatan dengan Pemkab Banyumas, kalau pembuangan sampah dari wilayah timur Banyumas ke TPS Ajibarang hanya sampai Senin (21/5),” kata Koordinator FSMPLH Ajibarang Suyoto Bayu.

Ia meminta truk-truk yang membawa sampah dari wilayah timur Banyumas untuk putar balik. Sebab, sesuai dengan kesepakatan, ada batasan waktu pembuangan sampah dari wilayah timur ke TPA Tipar. Apalagi, memasuki Ramadan volume sampah mengalami peningkatan volumenya.

baca : Banyumas Canangkan Satu PNS, Satu Kg Sampah Plastik dalam Satu Bulan

 

Salah satu tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) di Kelurahan Purwanegara, Kecamatan Purwokerto Utara, Banyumas, Jateng, yang ditutup sementara. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Pemkab juga kemudian mencoba untuk membuang sampah ke bekas TPA Gunung Tugel. Namun, sama saja ada penolakan oleh warga sekitar terutama penduduk Kelurahan Karangklesem, Kecamatan Purwokerto Selatan. Pemkab Banyumas juga tidak memaksakan pembuangan di lokasi setempat.

Berdasarkan perhitungan dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH), ada 40 truk sampah terutama dari wilayah Kota Purwokerto yang sebagian besar masuk TPA jadi menumpuk di tempat-tempat penampungan sementara sampah di sekitar pinggir jalan raya. Dari 40 truk tersebut, ada tujuh truk yang dapat masuk ke tempat pengolahan sampah terpadu (TPST). Di Purwokerto, sudah ada tujuh TPST, namun satu TPST baru mampu menampung satu truk setiap harinya. Praktis ada 33 truk sampah yang tidak terangkut. Bahkan, kemudian truk-truk untuk sementara tidak beroperasi.

Meski telah melakukan rapat darurat sampah secara maraton pada Kamis dan Jumat (24-25/5), pemkab masih gagal untuk meminta kepada masyarakat di Desa Kaliori agar mau membuka blokade TPA Kaliori. Karena masih buntu, maka pemkab mengirimkan pesan berantai melalui whatsapp (WA) kepada seluruh RT dan RW di daerah perkotaan. Isinya, pemkab mengakui adanya darurat sampah akibat adanya penutupan TPA Kaliori.

Sambil menunggu negosiasi yang dilakukan pleh pemkab, para Ketua RT dan RW di wilayah kota yakni Purwokerto Barat, Purwokerto Timur, Purwokerto Utara dan Purwokerto Selatan untuk mengelola sampah di lingkungannya sendiri terlebih dahulu. Masyarakat diminta menerapkan pengelolaan sampah dengan 3R yakni reduce, reuse dan recycle atau mengurangi, menggunakan kembali dan mendaur ulang.

baca : Dulu Bau dan Mencemari, Kini Jadi Kebun Konservasi

 

Tumpukan sampah yang berada di belakang Pasir Manis, Kota Purwokerto, Banyumas, Jateng, pada Sabtu lalu. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Di sisi lain, Pelaksana harian (Plh) Bupati Banyumas Wahyu Budi Saptono turun dan berdialog dengan warga di sekitar TPA Kaliori agar blokade TPA dibuka pada Sabtu (26/5) malam. Dalam pertemuan tersebut, akhirnya warga mengizinkan adanya pembuangan sampah di TPA Kaliori.

“Setelah adanya persamaan persepsi antara warga dengan Pemkab Banyumas, maka TPA Kaliori bisa dibuka kembali,” ungkap Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setda Banyumas Didi Rudwianto.

Ia mengatakan bahwa sampah-sampah yang selama ini masih ada di tempat-tempat penampungan sementara bisa diangkut menuju ke TPA Kaliori. Di sisi lain, tentu saja, Pemkab bakal membenahi infrastruktur TPA di antaranya adalah pembuatan talud dan bronjong, supaya sampah tidak longsor. “Pembenahan di TPA Kaliori menjadi prioritas,” tegasnya.

Menurut Didi, saatnya pemkab mulai mengubah “mindset” dan kebijakan soal persampahan. Ke depan, pemkab akan menghapus TPA digantikan dengan TPST dalam bentuk hanggar. “Jadi, nantinya sampah-sampah bakal dikumpulkan dalam sebuah hanggar di dalam kompleks TPST. Sehingga sampah-sampah bakal dipilah-pilah antara sampah organik dengan anorganik. Tidak ada lagi nantinya konsep membuang sampah, tetapi memilah sampah dan memanfaatkannya. Dari hitung-hitungan yang ada, sampah yang benar-benar dimusnahkan hanya 10% saja dari total sampah yang ada. Karena yang 90% bisa dimanfaatkan,” ungkapnya.

baca : Limbah Pangan Disulap Jadi Energi Terbarukan dan Pupuk Organik

 

Seorang pemulung tengah mengangkut sisa-sisa sampah yang bisa dimanfaatkan di TPA Kaliori, Banyumas, Jateng. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banyumas Suyanto mengatakan sejauh ini di Purwokerto baru terhadap tujuh TPST dengan luas rata-rata sekitar 300 meter persegi (m2). Sampah yang diolah juga cukup terbatas, hanya sekitar satu truk di masing-masing TPST setiap harinya. Oleh karena itu, kami telah menggagas pembangunan TPST dan penampungan sampahnya dengan pembangunan hanggar. Saat sekarang yang telah berjalan pembangunannya adalah di Ajibarang. Nantinya, lokasi dan infrastruktur TPS luasannya mencapai 1.000 m2,” jelasnya.

Dikatakan oleh Suyanto, untuk membangun TPST dengan bangunan hanggar membutuhkan dana yang tidak sedikit. Setiap TPST kebutuhannya hingga Rp3 miliar. Oleh karena itu, pembangunannya tidak dapat langsung dilakukan semuanya, karena menyesuaikan dengan anggaran APBD Banyumas.

“Selain TPST Ajibarang yang telah dilengkapi dengan hanggar, nantinya ada lima titik TPST lagi. Yakni TPST Banyumas, Sumpiuh, Sumbang, Purwokerto, dan Rawalo. Dalam waktu dekat yang dapat beroperasi memang baru Ajibarang,”katanya.

Ia mengatakan, sebelum TPST tersebut rampung, tentu saja pemkab masih membutuhkan TPA khususnya di Kaliori, Kecamatan Kalibagor. Ia meminta pengertian warga agar untuk sementara sampah tetap dapat dibuang ke TPA Kaliori sambil menunggu pembangunan infrastruktur di lokasi setempat serta pembangunan lima TPST tersebut. Kebijakan baru soal sampah di Banyumas tengah ditunggu realisasinya. Jangan sampai hanya konsep dan tak jelas kenyataannya.

 

Exit mobile version