Mongabay.co.id

Puluhan Tahun, Warga Jombang Hirup Aroma Limbah Beracun

Tumpukan karung plastik berisi material menyerupai tanah membentang di sepanjang pematang sawah, di Desa Sidokampir dan Kendalsari, Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Di beberapa rumah warga, tidak sedikit juga yang memanfaatkan material ini sebagai tanah timbunan. Hingga akhirnya diketahui, material yang mereka gunakan itu adalah abu slag alumunium. Material yang masuk kategori limbah B3 (Bahan Berbahaya Beracun).

Sejak beroperasi 1970-an, para pelaku industri menengah kecil alumunium ini tidak mengetahui bahwa bahan yang mereka olah itu merupakan B3. Undang-undang yang mengatur limbah B3 baru keluar 2009, sementara para pengusaha mendapat sosialisasi pada 2011.

“Sebelumnya tidak tahu, karena perusahaan sudah beroperasi sebelum peraturan diterbitkan. Rata-rata dimanfaatkan lagi, sebagian dicetak untuk batangan alumunium,” terang Jarot Subiyantoro, pengurus Asosiasi Pengusaha Aluminium Indonesia (Aspalindo) Jombang.

Setelah ada pelarangan di Jombang, Jarot bingung, mau dikemanakan limbah ini. Jarot menyatakan, limbah tersebut diperoleh dari pabrik besar, dalam dua minggu sekitar 20 ton. “Terakhir dihentikan, karena saya tidak mau ambil limbah yang sudah tidak bisa diolah,” katanya.

 

Pengendara sepeda motor melintasi jalan di tengah sawah yang berisikan tumpukan limbah abu slag alumunium. Foto: Ecoton

 

Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Jawa Timur, Bali Nusa Tenggara, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Beny Bastiawan mengatakan, pihaknya telah ditugasi untuk menyelesaikan persoalan ini. Penyegelan dan pengamanan wilayah yang terdampak serta mengandung limbah B3 telah dilakukan. Sampel material telah diambil, khususnya di Kecamatan Sumobito dan Kecamatan Kesamben.

“Kami melakukan penyegelan dan terbukti ada limbah B3-nya. Kita harap, masyarakat tidak lagi membuang limbah ke tempat yang sama. Kalau urusan produksi kami serahkan ke pemprov dan pemkab, tapi pada prinsipnya sudah tidak ada lagi pembuangan limbah di wilayah Jombang,” papar Beny kepada Mongabay akhir pekan lalu.

Sambil menunggu penyelidikan, Balai Pengamanan dan Gakkum KLHK akan meminta industri kecil yang masih beroperasi menyediakan lahan pengelolaan limbah bersama atau komunal di lokasinya sendiri. Kami akan memeriksa perusahaan atau pengusaha guna mengetahui asal limbah itu.

Kedepan, industri arus memiliki instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) atau tempat pengolahan limbah khusus. “Untuk IPAL, diserahkan dan dikoordinasikan oleh DLH Provinsi dan DLH Kabupaten Jombang. Kemudian akan disupervisi oleh Dirjen Pengelolaan Limbah B3 KLHK,” lanjut Beny.

 

Limbah abu slag alumunium yang mengeras. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Sejak 1970

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Jombang, Yudhi Ardiyanto mengatakan, pemanfaatan limbah aluminium di Jombang telah berlangsung sejak 1970. Ada juga limbah B3 yang diproses di Jombang, seperti aki bekas, televisi bekas, serta PCB. “Kami melakukan langkah dan upaya sesuai kewenangan, khususnya limbah B3.”

Yudhi mengungkapkan, penelitian dan kajian Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang menyebutkan, ada gangguan pernafasan di masyarakat Kesamben dan Sumobito. Dari pemeriksaan ibu hamil, ditengarai sudah ada yang terganggu livernya. “Limbah sebaiknya ditumpuk atau disimpan di lokasi produksi sendiri,” katanya.

 

Tumpukan limbah abu slag alumunium ini digunakan sebagai jalan menuju permukiman, letaknya juga dekat kandang ayam warga. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Timur, Diah Susilowati menjelaskan, pihaknya akan membenahi industri kecil yang ada. Catatan DLH menunjukkan, 66 industri berada di Kecamatan Kesamben, dan 22 industri di Kecamatan Sumobito. Total, 88 industri kecil.

Terkait limbah alumunium yang telah ditimbun tahunan, dia menyebutkan, akan diteliti kandungannya apakah bisa digunakan sebagai agregat infrastruktur bangunan atau tidak. “Apakah untuk tanggul atau jalan, istilahnya remediasi. Tapi, harus ada rekomendasi dari Litbang Kementerian PU,” kata Diah.

DLH provinsi mengupayakan pembuangan limbah tidak meluas, karena pemantauannya sulit dilakukan. Selain itu akan dipetakan pula prioritas perbaikan. DInas juga akan melakukan pembinaan terhadap industri-industri kecil, karena aktivitas mereka masih diperbolehkan sebatas menghabiskan material yang ada. Limbah abu slag tersebut tidak boleh ditimbun lama, maksimal tiga bulan. “Akan dibuat penimbunan sementara di lahan mereka agar tidak tercecer limbahnya,” jelasnya.

Dinas pun akan meningkatkan pengawasan, termasuk pemberian sanksi andministrasi. Untuk usaha kecil, sebelumnya akan diberi pembinaan. “Jangka panjang, Pemerintah Provinsi Jawa Timur akan membangun pengolahan limbah khusus B3 di Mojokerto, karena selama ini diikirim ke Cileungsi, Bogor,” jelas Diah.

 

Aktivis Ecoton menunjukkan tumpukan limbah B3 abu slag alumunium di Jombang. Foto: Ecoton

 

Lapor

Direktur Ecoton Prigi Arisandi mengungkapkan, praktik pembuangan limbah B3 di Jombang telah dilaporkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2016. Kembali dilaporkan pada 2017.

Dampak abu slag alumunium ini, kata Prigi, tidak hanya pada lingkungan tapi juga makhluk hidup. “Ini problemnya karena perizinan, transportasi, pengolahan, pemanfaatan, dan pengawasannya di pusat. Para pemain atau pelaku usaha berbuat curang, karena DLH Kabupaten dan DLH Provinsi longgar pengawasannya.”

Ecoton mencatat, ada 136 pengusaha kecil, sedang, dan besar, di Sumobito dan Kesamben, yang menerima material dari industri besar di Surabaya, Geresik, Mojokerto, Bandung, Bekasi, Tangerang, dan Karawang. “Industri besar ini kita sebut industri primer, menghasilkan dros aluminium yang di dalamnya ada rendeman alumunium sekitar 30 persen. Ini juga masuk kategori limbah B3. Seharusnya menjadi tanggung jawab industri besar, tapi malah menjualnya ke 136 industri tadi,” terangnya.

Ecoton mencatat, ada 105 titik lokasi penimbunan limbah abu slag alumunium di empat kecamatan, yaitu Jogoroto, Peterongan, Sumobito, dan Kesamben. Temuan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang dan Kementerian Kesehatan mencatat, 90 persen pekerja di industri pengolahan limbah alumunium menderita gangguan paru-paru. “Bahkan kami menemukan beberapa warga di Sidokampir dan Buduk Sidorejo sakit setelah rumah atau daerahnya ditimbuni abu alumunium.”

Ecoton mendorong clean up atau pemulihan lokasi yang dijadikan pembuangan limbah, meski diperkirakan membutuhkan banyak biaya. Hitungan Dirjen Pengolahan Sampah dan Limbah B3 sekitar Rp29 miliar untuk pemulihan lahan sepanjang 40 meter. Sementara, di empat kecamatan tersebut ada puluhan ribu meter. “Kita tidak rela bila APBN digunakan untuk menanggung beban ini,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version