Mongabay.co.id

Kini Mencari Ikan di Sungai Musi Butuh Jala Panjang

Di bawah tahun 1980-an mungkin tidak terbayangkan jika ada warga Palembang menjaring ikan di Sungai Musi menggunakan jala yang panjangnya puluhan meter. Saat itu, siapa saja yang mencari ikan, cukup memancing atau menangkul. Tapi sejak tiga tahun terakhir, ada sejumlah warga Palembang menjaring ikan menggunakan jala yang panjangnya hingga 50 meter. Kenapa?

“Ikan mulai sulit didapatkan di Sungai Musi. Jaring panjang yang kami gunakan saja tidak memuaskan hasilnya,” kata Mang Kamar, warga 14 Ulu Palembang, kepada Mongabay, akhir Mei 2018.

Mang Kamar adalah nelayan sungai di Palembang yang masih bertahan. Setiap sore, bersama tiga temannya dia menjaring ikan menggunakan jala sepanjang 50 meter.

Caranya, jala dipegang lalu dibentangkan di sungai, salah satu ujung jala dibawa nelayan menggunakan perahu ketek ke tengah Sungai Musi. Perlahan, mereka menjaring dengan menyusuri tepian Sungai Musi. Setelah 100 meter, mereka menyatukan kembali jaring untuk dinaikkan ke perahu.

Mang Kamar bersama temannya melakukan aktivitas tersebut dari 14 Ulu hingga Sungai Gerong, yang jaraknya berkisar tiga kilometer.

Berapa rata-rata ikan yang didapatkan setiap hari? “Hanya 30-50 kilogram. Cukup untuk membeli minyak perahu dan uang harian keluarga. Jumlahnya memang kecil, tapi inilah yang bisa kami lakukan buat menghidupi keluarga,” kata Mang Kamar.

Baca: Begini Usaha KKP Selamatkan Ikan Belida Endemik di Sungai Musi. Seperti Apa?

 

Nelayan tradisional yang menggantungkan hidupnya mencari ikan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Jenis ikan yang didapatkan pun tidak sebanyak dulu. Setiap hari yang paling dominan adalah jenis seluang dan juaro. “Sulit sekali mendapat ikan baung, lais, udang satang, apalagi belida. Memang kami pernah mendapatkan ikan belida, tapi saat air Sungai Musi meluap dan sekitar muara Sungai Komering, mungkin dari rawa di hulu,” ujarnya.

Berkurangnya ikan di Sungai Musi, Mang Kamar punya opininya sendiri. “Saya juga bingung kenapa ikan di Sungai Musi berkurang, tapi mungkin banyak rawa yang ditimbun. Misalnya, Jakabaring sudah habis rawanya, padahal dulunya sarang ikan. Selain itu, mungkin karena limbah dari pabrik-pabrik di sekitar Sungai Musi ini.”

Upaya menyelamatkan ikan di Sungai Musi, sebenarnya sudah dilakukan Pemerintah Palembang ketika dipimpin Eddy Santana Putra, sekitar 10 tahun lalu. Ratusan ribu bibit ikan ditaburkan di Sungai Musi, seperti patin, nila, dan lainnya. Aksi itu juga diikuti sejumlah perusahaan, yang turut menaburkan bibit ikan di Sungai Musi.

Sebagai informasi, berbagai pabrik dan industri ada yang beraktivitas di tepi Sungai Musi, mulai dari pabrik PT. Pupuk Sriwidjaya, beberapa industri getah karet, Pertamina, hingga dermaga pengisian batubara.

 

Ikan seluang Iyang merupakan salah satu spesies Rasbora spp. Sumber foto: Wikipedia/Creative Commons Attribution-ShareAlike 3.0.

 

Pemancing mengeluh

Warga yang biasa memancing ikan di Sungai Musi juga mengeluhkan berkurangnya jumlah ikan di sungai yang cukup dikenal di masa lalu sebagai jalur transportasi Kerajaan Sriwijaya dan Kesultanan Palembang ini.

“Sekarang tidak seperti dulu, sudah sulit mendapatkan ikan di Sungai Musi. Kalaupun dapat, mancingnya seharian dan nasib lagi baik,” kata Rudi, warga Plaju.

Oleh karena itu, Rudi dan kawan-kawannya, dalam dua tahun terakhir, setiap akhir pekan pergi mancing ke dusun, misalnya dusun-dusun di Banyuasin atau Ogan Komering Ilir (OKI). “Di dusun pun ikan mulai sulit didapat. Banyak rawa dan lebak ditimbun dijadikan perumahan atau kebun sawit. Pokoknya, mancing hanya menyalurkan hobi, dapat atau tidak tergantung nasib,” ujarnya.

 

Nelayan harus menggunakan jala puluhan meter agar mendapatkan ikan di Sungai Musi. Foto: Taufik Wijaya/Mongabay Indonesia

 

Berkurangnya populasi ikan di Sungai Musi, kata Sutrisman Dinah, jurnalis dan pegiat lingkungan hidup, beberapa waktu lalu, merupakan potret rusaknya daerah aliran sungai (DAS) Sungai Musi.

Sebab, Sungai Musi merupakan muara dari semua sungai besar di Sumatera Selatan, seperti Sungai Ogan, Sungai Komering, Sungai Lematang, dan lainnya. Sungai-sungai itu airnya bukan hanya berasal dari wilayah pegunungan, juga dari daerah rawa gambut tempat berkembangbiaknya ikan-ikan sungai.

“Rusak dan hilangnya rawa gambut di sekitar sungai besar menyebabkan populasi ikan berkurang, termasuk di Sungai Musi,” katanya.

Jika kondisi ini tidak diperbaiki, warga Palembang di masa mendatang mungkin tidak akan lagi melihat atau menikmati ikan-ikan sungai yang telah menyehatkan dan mencerdaskan leluhurnya. “Mereka mungkin hanya senang berfoto di depan patung ikan belido yang ada di Plaza Benteng Kuto Besak,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version