Mongabay.co.id

Warga Nilai Tambang Semen Itu Hama Perusak di Pegunungan Kendeng

Puluhan perempuan Pegunungan Kendeng, Pati, Jateng turun ke sawah memperingati Hari Kartini 2015. Foto : JMPPK

Ribuan petani di Lereng Pegunungan Kendeng, berkumpul di monumen Patmi, di Desa Larangan, Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah,  awal Mei lalu. Mereka datang dari berbagai daerah seperti Grobogan, Blora, Pati, Rembang, Kudus dan Semarang. Mereka tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK), sedang mengadakan lamporan, ritual adat mengusir hama pertanian.

Gunretno dihubungi Mongabay Minggu, mengatakan, lamporan punya makna,  upaya menangkal dan mengusir berbagai jenis hama atau penyakit pertanian. Bagi mereka, simbol hama ini adalah pabrik semen yang mengepung dan merusak pegunungan kapur Kendeng.

Ritual ini, katanya, merupakan permohonan petani tertindas pada Sang Khalik, untuk memberikan keadilan hakiki.

“Petani di Lereng Kendeng tertindas berbagai hama kebijakan yang tak sejalan pemberdayaan petani dan ulah hama pejabat yang tak berpihak pada lingkungan dan petani,” katanya.

Lamporan malam itu mulai dari makam pahlawan Manggolo Seto di Desa Brati, sekitar pukul 20.00. Obor mulai menyala dan tembang dandang gulo, lagu keselamatan alam maupun manusia dinyanyikan para Kartini Kendeng dan ribuan warga. Tembang Kidung Pangkur sebagai lagu tolak bala atau musibah juga dinyanyikan.

“Tembang-tembang itu untuk menolak segala ancaman bagi keselamatan bumi dari berbagai hama dan bencana.”

Selama ini, katanya,  petani terutama Sedulur Sikep,  tak pernah kesulitan dengan hama pertanian seperti wereng, celeng,babi, tikus dan lain-lain. Alasan mereka karena pola pertanian organik, bahkan dalam setahun ada waktu ketika lahan harus berhenti tanam untuk istirahat.

Dia bilang, hama yang jadi ancaman besar di Pegunungan Kendeng yakni pabrik semen. Hama ini akan memusnahkan kehidupan petani.

Pabrik semen, katanya, tak hanya makan padi, tetapi lahan tempat tanam juga bisa hilang, seiring kemusnahan ribuan mata air karena batu kapur tertambang, jadi semen.

“Hama juga ada dalam rupa pemimpin atau calon pemimpin yang tak berpihak pada petani dan lingkungan,” katanya

Petani Kendeng, katanya, patut waspada ancaman hama modern berupa kebijakan manusia serakah yang berdampak lebih merusak.

Bambang Sutikno,  warga Desa Wukirsari, Kecamatan Tambakromo juga berjalan kaki bersama ribuan petani menuju monumen dan langar Yu Patmi.

“Kami petani di Kendeng bersatu mempertahankan kelestarian Pegunungan Kendeng sebagai rasa syukur atas berkat Sang Pencipta menciptakan karya agung berupa Pegunungan Kendeng,” katanya.

Pegunungan ini, katanya, memberikan kehidupan melalui sumber-sumber mata air dan tanah subur.

 

Ritual lamporan. Ribuan petani Kendeng di Monumen dan Langgar Yu Patmi, 6 Mei 2018, menolak hama pabrik semen. Foto: JMPPK/ Mongabay Indonesia

 

Calon pemimpin

Gunretno menyinggung soal dua calon gubernur yang akan berlaga pada pemilihan kepala daerah (pilkada). Dia bilang, dua kali debat kandidat, calon Gubernur Jateng,  tak ada mementingkan sisi lingkungan hidup.

Dari dua debat cagub, tak ada yang membahas keselamatan masyarakat dari ancaman pertambangan semen terutama  di Pegunungan Kendeng, dengan kasus terus bergulir sejak lama.

Bambang pun meminta,  Presiden merenungkan betapa besar kerusakan jika kebijakan industrialisasi pabrik semen berlanjut.

Di Pati, kata Bambang, izin lingkungan PT Sahabat Mulya Sakti (SMS), anak usaha Indocement,  seharusnya masa berlaku sudah habis.

Warga meminta, Pemerintah Pati dan Jateng,  tak memperpanjang izin. Warga sudah melayangkan surat resmi ke berbagai jajaran pemerintahan pada 7 Desember 2017.

Dia bilang, dalam dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) SMS menyatakan,  67% warga menolak rencana pabrik semen dan penambangan. Jumlah itu akan makin membesar karena warga makin sadar.

Merah Johansyah Ismail, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional, mengatakan, terlihat jelas pemimpin dan calon gubernur Jateng,  tak berpihak penyelamatan lingkungan.

Dua kali debat cagub Jateng, katanya,  tak ada satupun membahas keselamatan warga Pegunungan Kendeng.

Catatan Jatam, ada 120 izin usaha pertambangan (IUP) diobral di tahun politik sepanjang 2017-2018. Izin-izin batu kapur itu dengan penambangan mayoritas di Pati dan Rembang.

Dari dua kali debat, terlihat kualitas tak bermutu. “Kami menduga kuat para cagub tak mewakili rakyat Jateng yang sedang bergulat pada krisis ekologi, tetapi mewakili investor tambang yakni pabrik semen,” katanya.

Pertahana, katanya, sudah melawan putusan yang berkekuatan hukum tetap dan melanggar Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).  Calon lain,  juga mendukung pabrik semen. “Keduanya sama-sama tak peduli lingkungan dan pro tambang.”

Rekomendasi KLHS tahap I Pemerintah Jateng,  tahun lalu harus membekukan izin tambang di atas Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih,  selama proses penetapan Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK).

Tak boleh ada aktivitas tambang apapun, dan tak boleh ada izin baru.  Faktanya,  semua tak dijalankan.

“Bawaslu, KPUD dan KPK harus menginvestigasi dana kampanye para kandidat gubernur Jateng. Jatam mencurigai,  izin tambang lahir ada hubungan dengan mobilisasi biaya politik, karena ada celah sponsor dana politik dari swasta,” ucap Merah.

Ivan Wagner dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang berpendapat serupa. Dia mengatakan, Jateng miliki berbagai ancaman lingkungan dan kehidupan warga terutama,  berbagai proyek ambisius dan kebijakan-kebijakan tak pro lingkungan.

Contoh, Pegunungan Kendeng, katanya, kendati sudah ada KLHS yang menyatakan pegunungan ini berfungsi lindung dan tak boleh ada penambangan, tetapi belum ada tindak lanjut atas rekomendasi itu.

Dia juga soroti dua kali debat kandidat cagub Jateng yang sama sekali tak menyentuh persoalan lingkungan. Kondisi ini, katanya, memperlihatkan, gambaran keduanya tak berpihak permasalahan lingkungan Jateng yang sudah kritis.

 

Keterangan foto utama: Puluhan perempuan Pegunungan Kendeng, Pati, Jateng turun ke sawah memperingati Hari Kartini 2015. Foto : JMPPK

 

Exit mobile version