Mongabay.co.id

Miris…Dugong Mati Terdampar di Polman, Malah Dijual untuk Konsumsi

Seekor dugong atau duyung ditemukan mengambang tak bernyawa di perairan Dusun Garassi, Desa Nepo, Kecamatan Wonomulyo, Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat, Sabtu (26/5/2018).

Dugong tersebut berukuran panjang 2,5 meter dan lebar 1 meter, berat sekitar 400 kg. Butuh 10 orang untuk mengangkatnya.

Safaruddin, nelayan yang pertama kali menemukan dugong tersebut, mengakui menemukan dugong tersebut di laut sudah dalam keadaan mati. Ia kemudian berusaha memindahkannya ke pantai.

Andry Indryasworo Sukmoputro, Kepala Balai Pengelola Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar mengakui adanya kasus dugong tersebut dan sudah berkoordinasi dengan Muhammad Yusri dari Sahabat Penyu, salah satu komunitas mitra BPSPL di Polman.

“Itu kasus di mana masyarakat katanya menemukan dugong dalam keadaan mati dan dibawa ke daratan, lalu oleh salah satu penggiat konservasi penyu yaitu saudara Yusri, Ketua Sahabat Penyu, binaan BPSPL Makassar, melakukan pengecekan ke lapangan dan memastikan dugong sudah dalam keadaan mati. Kini kasusnya sudah ditangani Polair untuk ditindaklanjuti,” katanya.

baca : Terjerat Jaring Nelayan, Begini Nasib Duyung di Konawe Utara Ini…

 

Dugong atau duyung sepanjang 2,5 meter ditemukan warga di Dusun Garassi, Desa Nepo, Kecamatan Wonomulyo, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, pada Selasa (26/05/2018) lalu. Kondisi dugong ketika ditemukan sudah mati meski masih terlihat segar. Foto: Muhammad Yusri/Sahabat Penyu/Mongabay Indonesia

 

Andry belum bisa memastikan penyebab terdamparnya dugong tersebut namun sedang diselidiki apakah memang menjadi target buruan.

“Kita masih memantau kasusnya, Pak,” ungkapnya.

Muhammad Yusri, aktivis dari Sahabat Penyu, ketika dihubungi Mongabay, mengakui mendapat informasi tentang dugong tersebut dari telepon seorang warga sekitar pukul 07.00 pagi. Ketika ia tiba di lokasi menemukan kondisi dugong tersebut sudah dalam kondisi tak bernyawa, meski masih dalam kondisi segar. Ia melihat beberapa luka di tubuh dugong tersebut.

“Saya sekitar 15 menit di lokasi mengecek kondisi dugong, mendokumentasikannya dan mencari cara penanganannya. Seorang warga bertanya dugong itu mau diapakan, saya sarankan agar segera dikubur tapi harus panggil polisi sebagai saksi,” ungkapnya.

Usulan Yusri ternyata ditentang oleh seorang warga, yang mengakui telah menghubungi petugas dari Dinas Kelautan Polman bernama Jufri, yang menyuruh agar dugong itu dibawa ke dinas lewat jalur laut.

“Saya sarankan agar dikubur di lokasi saja karena di dinas itu tak ada lokasi yang tepat untuk mengubur dugong tersebut, tapi nelayan itu bersikeras. Akhirnya dugong tersebut dibawa mereka.”

baca : Dugong Ditemukan Mati dan Dipotong-potong di Sungai Sempur Rupat Riau

 

Berdalih untuk dibawa ke Dinas Kelautan Polman, Sulawesi Barat, dua nelayan yang mengangkut dugong tersebut malah membawanya ke Pulau Battoa untuk dijual ke seorang pedagang ikan di pulau seharga Rp200 ribu. Foto: Muhammad Yusri/Sahabat Penyu/Mongabay Indonesia

 

Yusri mengakui sempat menelepon pihak dinas mengklarifikasi permintaan tersebut, namun awalnya hubungan telepon tak tersambung. Setelah beberapa lama kemudian tersambung pihak dinas mengaku tak ada permintaan tersebut. Tak ada staf dinas yang bernama Jufri.

“Mendengar info tersebut, saya panik dan segera menelepon pihak Polair. Mereka kemudian datang dengan dua speed mencari nelayan tersebut, namun sudah tidak ditemukan.”

Karena tak menemukan warga yang membawa dugong tersebut, Polair kemudian mencari tahu orang yang bernama Jufri, orang yang diakui sebagai staf di Dinas Kelautan Polman. Diketahui kemudian bahwa Jufri ini adalah pedagang ikan setempat. Dari Jufri inilah kemudian diperoleh informasi keberadaan dugong tersebut, yaitu dibawa ke Pulau Battoa, yang masih dalam wilayah administrasi Polman.

Di Pulau Battoa ini Polair menemukan ikan tersebut sudah dalam keadaan terpotong-potong, dan sebagian sudah dijual kepada warga. Selain mengamankan sisa potongan yang ada, Polair juga mengamankan dua warga yang tadinya membawa dugong tersebut.

baca : Miris.. Masih Banyak Nelayan Berburu Duyung di Bintan Riau. Begini Ceritanya..

 

Polair Polres Polman, Sulawesi Barat yang segera melakukan pengejaran terhadap warga yang mengangkut dugong tersebut akhirnya berhasil mengamankan pelaku. Ketika ditemukan kondisi dugong sudah terpotong-potong kecil dan sebagian sudah dibeli oleh warga. Foto: Muhammad Yusri/Sahabat Penyu/Mongabay Indonesia

 

Kasat Polair Polman AKP Jubaidi, sebagaimana dikutip dari media lokal rakyatta.co.id, membenarkan telah melakukan pemeriksaan terhadap dua orang warga yang diduga membawa dugong tersebut menggunakan perahu.

Dari hasil pendalaman kasus, baru diketahui bahwa dugong tersebut awalnya terjaring di jaring kedua nelayan tersebut. Alasan membawanya ke pulau untuk dijual ke seorang pedagang bernama Mama Fadilah seharga Rp200 ribu.

“Saat mengetahui lokasi di mana keduanya menjual ikan duyung tersebut petugas langsung ke sana dan menemukan kondisinya sudah terpotong-potong dan dijual ke masyarakat sekitar pulau untuk konsumsi. Barang bukti berupa kepala ikan dan ekor tersebut sudah diamankan,” katanya.

Selain mengamankan barang bukti dan identifikasi saksi, Polair juga melakukan interogasi, melaksanakan lidik dan koordinasi dengan DKP setempat.

baca juga : Kisah Para Pemburu Dugong di Teluk Bogam

 

Barang bukti berupa dugong yang telah dipotong diamankan Polair Polres Polman, Sulawesi Barat. Foto: Muhammad Yusri/Sahabat Penyu/Mongabay Indonesia

 

Menurut Yusri, wilayah perairan Garassi memang sering ditemukan dugong dan tertangkap jaring nelayan. Apalagi di musim penangkapan ikan penja, sejenis ikan kecil yang merupakan ikan khas daerah tersebut.

“Cuma selama ini kan kalau ada dugong tertangkap biasanya langsung dilepas, karena nelayan sudah tahu kalau itu ikan dilindungi dan bisa ditangkap polisi jika ketahuan menangkap ikan tersebut.,” jelas Yusri.

Hanya saja terkadang masih ada nelayan yang kadang nakal dan tidak mematuhi aturan yang ada.

“Saya lihat warga di sana itu sudah tahu larangan menangkap dugong itu namun memang ada juga yang pura-pura tidak tahu.”

 

Barang bukti berupa dugong yang telah dipotong diamankan Polair Polres Polman, Sulawesi Barat. Foto: Muhammad Yusri/Sahabat Penyu/Mongabay Indonesia

 

Dugong atau duyung adalah salah satu dari 35 jenis mamalia laut di Indonesia dan merupakan satu-satunya satwa ordo Sirenia, yang area tempat tinggalnya tidak terbatas pada perairan pesisir. Panjang satwa ini bisa mencapai 3 meter dengan berat 450 kg. Bisa hidup hingga 70 tahun. Mampu menahan nafas di air sambil berenang dan mencari makan.

Satwa sejenis herbivora ini juga dikenal sebagai satu-satunya mamalia laut pemakan lamun dan berperan dalam menyeimbangkan ekosistem lamun. Sayangnya satwa yang memiliki beragam macam mitos di berbagai kebudayaan ini masih menjadi objek buruan untuk kebutuhan konsumsi.

Dugong sendiri, bersama dengan spesies paus dan lumba-lumba dari famili Cetacea masuk dalam satwa laut kategori satwa laut ‘Perlindungan Penuh’ sesuai dengan PP No.7/1999 dan PP No.60/2007.

baca : Jokowi : Ikan Putri Duyung Hanya Cerita. Begini 20 Fakta Sebenarnya Tentang Duyung

 

Polair Polres Polman, Sulawesi Barat yang segera melakukan pengejaran terhadap warga yang mengangkut dugong tersebut akhirnya berhasil mengamankan pelaku. Ketika ditemukan kondisi dugong sudah terpotong-potong kecil dan sebagian sudah dibeli oleh warga. Foto: Muhammad Yusri/Sahabat Penyu/Mongabay Indonesia

 

Menurut Andry, penanganan dugong pada dasarnya sama dengan penanganan mamalia laut lainnya. Antara lain prosedurnya adalah mendekati mamalia tersebut secara hati-hati di mana harus dihindari daerah mulut dan ekor. Lubang nafas dan matanya harus dihindarkan dari pasir atau benda-benda asing lainnya, termasuk air.

“Jika mamalia tersebut berada di air, maka harus bopong dan diberikan sokongan agar terapung,” katanya.

Bagi masyarakat Polman sendiri, dugong biasa disebut bale duyung, sementara di Pulau Battoa dikenal dengan nama bale ruyung. Sebagaimana di daerah lain, mengonsumsi ikan ini dianggap memiliki khasiat tersendiri. Termasuk taring, air mata dan minyaknya digunakan untuk bermacam-macam hal, misalnya untuk menolak bala dan mendatangkan rezeki.

Menurut Yusri, melalui komunitas Sahabat Penyu, pihaknya sudah sering melakukan sosialisasi ke masyarakat terkait satwa dilindungi, khususnya dugong dan penyu. Hanya saja sosialisasi lebih banyak dilakukan sebatas pengetahuan tentang manfaat keberadaan satwa-satwa tersebut bagi keberlangsungan ekosistem perairan.

“Kalau untuk perlindungan dan pengawasan kita jarang sentuh karena itu sudah dilakukan oleh pihak lain. Apalagi masyarakat sebenarnya sudah tahu kalau menangkap atau menjaring satwa-satwa tersebut bisa berbuntut hukum.”

 

ilustrasi. Seekor duyung (Dugong dugon) sedang memakan lamun di perairan Filipina. Foto : Jürgen Freund/WWF/Mongabay Indonesia

 

Menurut Yusri, selain masalah dugong tersebut masalah lain yang patut mendapat perhatian di daerah tersebut adalah seringnya ditemukan penyu yang mati terdampar di pantai. Meski belum memastikan, namun pembangunan tanggul di sekitar tersebut bisa jadi menjadi salah satu penyebab adanya dugong dan penyu terdampar.

“Pada tahun ini saja kami sudah menemukan 20 penyu dewasa mati terdampar. Ini banyak sekali dibanding tahun sebelumnya sebanyak 17 penyu sepanjang 2017.”

 

Exit mobile version