Mongabay.co.id

Kini Warga Desa di Grobogan Mudah Peroleh Air Bersih

 

Kala kemarau, biasa Yenni Puspita, tak bisa tidur nyenyak pada malam hari. Setiap malam,  dia harus memikul air dari sumur Sendang, berjarak 600 meter dari rumahnya, di Dusun Mojolegi, Kecamatan Bandungharjo, Kecamatan Toroh, Grobogan, Jawa Tengah.

Tak selalu malam, kadang pagi dan siang hari, dia mencari air, bahkan ke desa sebelah, berjarak belasan kilometer.

“Sumur di dusun kalau kemarau ada, tapi dikit. Antri tiga hari kadang dapat sekali air. Antri sampai tengah malam, kadang menginap,” katanya pada Mongabay akhir April.

Menuju kampung Yenni, perlu empat jam dari Yogyakarta, pakai sepeda motor.

Dua tahun ini kondisi mulai berubah. Kini, paralon air sudah terpasang di rumah, ada jamban, beli mesin cuci, bikin dapur  sekaligus tempat cuci piring.

“Sekarang putar kran air mengalir. Ada biaya bulanan keluar, tapi bisa mengasuh anak dan berladang,” kata Yenni.

Yenni memikul kelenting, tong air terbuat dari tanah liat, berisi sekitar 10 liter, sejak kelas dua SD. Awalnya, dia ikut temani ibunya mencari air. Ketika mampu menggendong kelenting, sebelum sekolah, dan sore hari, dia harus ambil air sedikitnya empat kelenting tiap hari.

Kala makin dewasa, kelenting dia ganti jerigen plastik, memuat 20 liter air. Pinggul Yenni menjadi tumpuan jerigen air yang digendong pakai kain panjang, terus menerus. Hingga bagian pinggul menghitam dan mengeras.

Kata Yenni, hampir semua pinggul perempuan di dusun itu hitam, orang bilang kapalan. Awalnya perih, tetapi dia tahan. Demi air bersih, dia tak mengeluh.

Sejak Juli 2017, tidur malam nyenyak, air di rumah Yenni mengalir langsung sejak ikut langgaran air bersih pada Badan Pengelola Sarana Penyediaan Air Minum dan Sanitasi (BPSPAM) Tirta Langgeng.

Di Dusun Banyu Urip, tiap rumah terpasang meteran air, ada 125 sambungan, rata-rata tiap rumah punya satu tandon berkapasitas 500 liter. Instalasi paralon mengalirkan air bersih ke kamar mandi dan dapur.

Yenni, teringat ketika susah air. Dia harus hemat air, bahkan tak mandi pagi walau harus bersekolah. Hanya cuci muka dan gosok gigi. Mandi sebelum sekolah, hanya ketika musim hujan, dari tadahan hujan.

Ibunya pernah bilang agar tak sembarangan memakai air. Keperluan minim, masak dan minum kambing lebih didahulukan.

Ketika air susah, bahkan mengganggu kebersihan pribadinya terutama saat menstruasi.

Bahkan ketika dua kali masa hamil, dia tetap menggendong air dari sumur Sendang ke rumah. “Alhamdulillah,  kandungan dan bayi sehat,” katanya.

Ada sekitar 100 keluarga di kampungnya, bekerja jadi buruh tani. Perempuan bertugas nimba dan bawa air. Suami kadang-kadang membantu, karena pagi hingga sore di ladang.

Serupa juga dikatakan Tarni, warga Dusun Jamus, Desa Mangin, Kecamatan Purwodadi. “Cebok bareng dengan mandi. Jika kemarau mandi jarang. Dulu warga banyak kena diare dan disentri. Kini tak ada lagi,” katanya.

Tarni bercerita, kini air mudah. Dua toren besar dibangun di dusun, air mengalir langsung ke rumah warga. Warga bangun kamar mandi dan jamban. Walau harus banyar, Tarni tak keberatan.

“Yang penting ada air, daripada antri. Kasihan anak-anak tak ada yang urus,” katanya.

Suparti, tetangga Tarni mengatakan, dulu tak bisa tidur, jika ember di belakang rumah tak ada air. Apalagi ketika menstruasi, dia khawatir kena penyakit kelamin karena jarang dibersihkan pakai air. Jika anak pakai air, dia sering ngomel. “Pakai air jangan boros. Kencing tak usah pakai air,” kata Suparti.

Tarni dan Suparti gunakan air bersih hanya untuk menanak beras, minum dan memasak sayur. Cebok juga pakai air, tetapi hanya segayung. Tiap warga miskin di kampung itu mayoritas tak punya jamban. Buang kkotoran di kebun, lalu kotoran ditutup daun jati. Sedangkan mandi tak jadi rutinitas pagi mereka, apalagi jika kemarau.

Suparti becerita, suatu malam bertengkar mulut dengan suami, penyebabnya tak ada air segayung pun di rumah. Jerigen yang antri di Sendang di hutan jati sejak siang, belum juga dapat giliran.

“Pingin nangis, marah. Ndilalah lagi menstruasi dan air susah. Pelampiasan ke suami, kasihan dia (suami),” kata Suparti, mengenang.

Sudarwanti tetangga Suparti, juga punya cerita pedih ketika sulit air. Suaminya yang kerja di tegalan milik lahan perhutanan sosial, dan anaknya buruh bangunan di Purwodadi. Dia tinggal bersama anak ragil yang menderita lumpuh, dan hanya bisa duduk.

Dia punya sumur sedalam tujuh meter, namun hanya tampung air hujan. Ketika kemarau semua mengering, di kampungnya menggali sumur yang bisa mengeluarkan air sangat sulit.

Jika punya uang lebih,  dia membeli air bersih pakai mobil tangki, merogoh koncek Rp150.000. Air bersih 4.000 liter akan diisikan ke sumur dan hanya cukup dua minggu. Hitung-hitungan Sudarwanti, uang beli air lebih banyak dari uang beli beras dalam sebulan.

“Agar hemat, lebih baik antre di sendang. Capek, lelah, tapi lebih murah dibandingkan beli setangki air bersih,” kata Sudarwanti.

Kini air sudah mudah didapat. “Memang bayar, tapi jauh lebih murah dari pada beli air bersih pakai mobil tangki,” katanya.

Sudarwanti mulai bangun jamban. Dulu air susah, hingga tidak mungkin bikin jamban.

 

Air dari sumber mata air dialirkan ke toren di kampung, baru dialirkan ke rumah-rumah warga melalui meteran air. Foto Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

 

 

***

Awal penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat (Pamsimas) masuk ke kampung Yenni, bermula dari Suwadi, saat ini menjabat Kepala Desa Bandungharjo pada 2009,  dapat program Pamsimas Rp275 juta.

Sadar kekeringan melanda desa sudah lama Suwadi membor air di Dusun Masuhan. Seketika itu pula Suwadi membentuk Badan Pengelola Sarana Penyediaan Air Minum dan Sanitasi (BPSPAM) Tirta Makmur untuk mengelolanya.

Namun belum sempat dikelola, sumur bor yang jadi tumpuan warga mengering. Istilah Suwadi, sudah jadi monumen, tak lagi menghasilkan air. Lalu dia menjajaki Dusun Harjowinangun. Dia dengar ada mata air di sana.

Paralon sudah terpasang di rumah-rumah warga. Tak sampai sebulan, debit air menurun.

Suwadi frustasi, dana sudah habis. Suwadi berspekulasi. Tak pakai hitungan ilmiah, langsung tentukan titik dan dibor di Dusun Bodag. Hasilnya pengeboran berhasil, air lancar mengaliri Dusun Masuhan dan Sambiroto lewat jaringan pipa. Warga di Dusun Mojolegi termasuk Yenni dengar kabar itu. Dia minta penyambungan pipa dari Bodag ke kampung, tetapi Suwadi kehabisan uang.

Air mengalir dari jarak sumur bor ke kampung Yenni sekitar dua kilometer. Awalnya, BPSPAM sempat tak yakin air akan mengalir, karena jalur naik turun.

Akhirnya Suwadi menemui petugas Badan Kredit Kecamatan (BKK) Purwodadi untuk pinjam kredit pemasangan pipa atas nama BPSPAM.

BKK merupakan perusahaan milik daerah berbentuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Suwandi mengajukan kredit Rp50 juta untuk membangun jaringan pipa menuju Mojolegi. Yenni dan tetangga mengajukan kredit BKK Air sebesar Rp1,4 juta untuk menyambung pipa ke rumah. Yenni mengangsur setiap bulan.

Suwadi dan BPSPAM belum punya cara memastikan sumber air yang dipakai warga bisa berkelanjutan dalam waktu lama.

Suwandi mengimbau setiap warga di dekat sumur bos agar manjaga kelestarian air. Suwadi ganti BPSPAM Tirta Makmur jadi Tirta Langgeng, kini melayani 436 rumah penduduk di Bandungharjo.

“Nama Langgeng berarti air abadi, sama seperti doa Suwadi, semoga air di sumur abadi,” katanya.

Soal manajemen dan teknis pengelolaan air, BPSPAM memastikan air mengalir ke tiap rumah pelanggan. Kepala desa akan memantau pelaksanaan. Kalau ada persoalan tanggung jawab kepala desa.

Suwadi mendorong Perdes pengelolaan air, karena semua aset desa termasuk BPSPAM akan didorong masuk ke Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

Problem terbesar mencari air di karst Grobogan, Purwodadi, harus bikin sumur dalam, melalui perhitungan kawasan Cekungan Air Tanah (CAT). Walaupun gunakan geolistrik untuk melihat lapisan air tanah, namun peluang error 30%. Sekarang air mengalir baik, sebagian masa hidup warga dilewati dalam kekeringan.

“Semoga air langgeng, abadi. Sudah puluhan tahun warga sulit air, jangan sampai terulang lagi,” kata Suwadi.

Dari data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Grobogan lewat laman resmi, mengenalkan Kabupaten Grobogan sebagai daerah sarat relief pegunungan kapur dan perbukitan diselingi dataran rendah. Dengan kondisi geografis itu, secara umum cenderung sulit mendapatkan sumber air tanah di Grobogan.

Simpanan air hujan sulit diandalkan sampai kemarau berakhir, lantaran terlalu sedikit.

Dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Grobogan, pada 2015, orang-orang di Kecamatan Karangrayung,  hanya menemui rata-rata enam hari hujan dalam sebulan. Bandingkan dengan daerah yang tergolong paling kering di Semarang, Kampung Deliksari. Di sana orang masih berjumpa hujan 14 hari dalam sebulan.

Budiono, Kepala Desa Mangin, Kecamatan Karangrayung, Grobogan bercerita,  Juli-Agustus atau musim kemarau, tak ada hujan sama sekali, sumber air kering. Dusun Jamus di Desa Mangin paling kering. Hampir seluruh penduduk kesusahan air.

Rata-data penduduk desa bekerja sebagai tani penggarap lahan Perhutani.

“Dulu kekeringan di Jamus luar biasa mengerikan, jamban pun sangat minim, beberapa warga kena disentri,” katanya, akhir April lalu.

Warga desa yang punya uang, bisa membeli air bersih dari tangki. “Sekali waktu, jika punya uang lebih. Untuk mencapai Jamus, 4.000 liter air tangka bayar Rp150.000.”

Mobil tangki menempuh 29 kilometer dari Ibukota Grobogan, Purwodadi. Melewati sebagian besar jalan dusun yang berbatu.

“Jika uang berlebih beli air tangki, jika tak punya cari air di Sendang hingga bermalam, kasihan warga,” kata Budiono.

Saat mencalonkan diri jadi kepala desa, sekitar 6.300 jiwa di Kecamatan Karangrayung, perlu air bersih. Dia terpanggil mewujudkan keinginan warga.

Desa Mangin, pedesaan yang nyaris tak tersentuh layanan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Purwa Tirta Dharma, Grobogan. Pada 2014, hanya ada 40 sambungan PDAM di Mangin, itupun bukan sambungan rumah penduduk.

Desa Mangin, Karangrayun, termasuk 28 desa dari 11 kecamatan dari 19 kecamatan di Grobogan, yang mengalami keterpurukan panjang jika kemarau tiba. Pada 2017, dua kecamatan yang mengalami kekeringan ekstrem yakni Kecamatan Karangrayun dan Kedungjati.

PDAM selaku perusahaan BUMD yang menyediakan air minum perpipaan bagi warga, belum bisa menjangkau 82 desa dari 11 kecamatan itu.

Data Dewan Pengurus Daerah Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia menyebutkan, penduduk Grobogan yang mendapat layanan PDAM tak sampai 8%, sebagian besar di perkotaan, pedesaan hanya 14%.

“Ketika terpilih, program pertama saya wujudkan keinginan warga dapatkan air bersih,” katanya.

 

Ketika toren air belum berdiri di kampung Dusun Jamus, warga mendapatkan air bersih secara bergilir dari paralon-paralon di pinggir jalan kampung. Foto Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

 

Awal upaya mendapatkan air bersih di Dusun Jamus, ketika Budiono, terpilih jadi pemimpin desa itu. Dia menyusun rencana pengelolaan air. Dia pakai dana alokasi khusus untuk pengelolaan air bersih di dua dusun, tak termasuk Jamus.

Budiono menyodorkan proposal kepada Bappeda Grobogan, untuk memasukkan program Pamsimas.

Setahun kemudian, rumah-rumah di Dusun Mangin dan Dusun Setren,  sudah dihampiri paralon sambungan dari sumber air Pamsimas berjarak tiga kilometer dari dusun-dusun itu.

Namun Budiono,  mendengar warga mengeluh, lantaran air tidak terbagi rata. Warga paling jauh dari sumber air mendapat sedikit air, kadang tidak sama sekali. Ada yang mendapati lumpur dari keran air yang dibuka.

Dia putar otak agar mendapatkan sumber air lebih banyak. Dongeng masa kecil tentang Mangin melintas di kepala Budiono.

Kata Budiono, desa ini juga disebut Pulo Mangin. Pulo itu seperti pulau, ada di tengah perairan. Pasti ada sumber air lain lagi. Tanpa landasan ilmiah, dia bertekad mengebor sawah,  yang merupakan bengkok, upah jabatan sebagai kepala desa. Budiono yakin akan mendapatkan air dari sana.

“Saya yakin banyak air di sana (Pulu Mangin),” kata Budiono.

Persoalan muncul,  dia tak punya biaya. Dana desa yang dinanti-nanti tak kunjung tiba. Kala itu, kemarau 2017 kian dekat.

Budiono dengan kabar Desa Tawangharjo dan Bandungharjo, yang pinjam uang dari BKK untuk air bersih. Dia lantas mendatangi BKK Kecamatan Karangrayung. Ketika dapat pinjaman BKK, dia mengebor sawah bengkok.

Sumur bor keluar air saat mata bor mencapai kedalaman 16 meter. Lima sumur lain dibuat di sekitar itu dengan kedalaman sama.

Sekarang, di Desa Mangin, tandon-tandon air di tiap dusun sudah terbangun. Budiono telah membentuk BPSPAM. Dia namai Tirta Kamardikan, berarti air kemerdekaan. Warga harus membayar dengan berlangganan seperti Yenni, Tarni, Suparti dan Sudarwanti.

Saat ini,  Budiono mengelola SPAM di Dusun Gedad dan Mangin dibiayai Pamsimas, Dusun Pulo dan Nanggung dibiayai DAK.  Sedangkan SPAM di Dusun Jamus dan Setren, dari dana Desa.

Kini 87 sambungan rumah di Dusun Jamus terdiri dari 150 keluarga mendapatkan sambungan air bersih. Dusun Setren 64 saluran atau 150 keluarga. Untuk menyambung langsung akses air ke rumah kena biaya Rp700.000-Rp1 juta.

Musfarayani, Engagement Program Manager Water.org mengatakan, data 2017, United Nation Water (badan PBB urusi air) melaporkan, dua pertiga penduduk dunia mengalami kekurangan air selama satu bulan setiap tahun.

Menurut laporan Bank Dunia, akibat kekurangan air lebih ngeri dari pinggul menghitam. Satu dari empat anak berusia di bawah lima tahun mengalami  pertumbuhan kerdil yang mempengaruhi perkembangan otak dan kemampuan berpikir. Jutaan anak kerdil ditemui di India, Nigeria, Pakistan, dan Tiongkok.

Data Kementerian Kesehatan 2017, masih ada 37,2% atau sekitar 9 juta anak di Indonesia tumbuh kerdil.

Data diterbitkan World Water Council 2017 menyatakan, kematian oleh air mencapai 3.5 juta jiwa, lebih tinggi dari kematian kecelakaan mobil dan AIDS. Di Afrika, 319 juta orang mewakili 32% penduduk kawasan gurun, tak memiliki persediaan air aman untuk minum. Diperkirakan 42% dari semua rumah sakit di Afrika, tak memiliki akses  air bersih.

WaterAid pada 2016 menyebutkan, hampir 76 juta warga India hidup dengan pasokan air seadanya. Setiap hari, puluhan ribu warga India harus melewati sungai menggunakan rakit. Sungai-sungai ini sudah terkontaminasi dengan limbah plastik, industri, maupun limbah rumah tangga. Akibat tak tersedia air bersih, risiko gangguan kesehatan hingga potensi kelahiran prematur dapat meningkat.

Sedangkan di Indonesia, meski kaya sumber daya air, sejumlah wilayah justru kerap dilanda krisis air bersih. Indonesia masuk daftar negara dengan penduduk terbanyak yang tak bisa mengakses air bersih.

Indonesia berada di peringkat keenam dari 10 negara. Ada sekitar 32 juta orang di tanah air hidup tanpa air bersih. Potensi ketersediaan air bersih dari tahun ke tahun cenderung berkurang karena daerah tangkapan air rusak dan pencemaran lingkungan diperkirakan 15-35% per kapita per tahun.

Perilaku lain yang juga memicu krisis air bersih di Indonesia adalah pengambilan air tanah yang tidak proporsional, baik industri maupun pertanian. Di hulu, katanya,  tidak ada penambahan air meresap, di tengah terjadi pengambilan berlebih hingga   kawasan pantai air tanah tercemar air laut (intrusi).

Ironisnya, kekeringan dan krisis air bersih terjadi di beberapa daerah meski telah memasuki musim penghujan. Di saat beberapa kota besar mengalami kebanjiran akibat curah hujan tinggi, justru permasalahan krisis air bersih dan kelangkaan air masih melanda kota-kota lain di Indonesia.

“Di Indonesia ada 7,6 juta anak kerdil. Jumlah itu memakan porsi 37,2% dari total jumlah anak Indonesia di bawah lima tahun,” katanya.

Menurut Musfarayani, baru 37% penduduk Indonesia terlayani air minum perpipaan. Lalu, 37 juta penduduk desa yang sebagian besar masyarakat miskin masih minum dari sumber tidak terjamin. Pelayanan air minum di Indonesia melalui air perpipaan olahan PDAM dengan profil 117 PDAM sakit, kurang sehat ada 119.

Berdasarkan data 2015,  pelayanan akses air minum aman di Jateng baru 75,76% di perkotaan dan 68% perdesaan. Untuk mencapai universal akses 100% pada 2019, masih perlu tambahan cakupan 24.24% kota dan 32% perdesaan.

Pemprov Jateng sedang menyusun program sistem penyediaan air minum (SPAM) regional di tujuh kawasan berada di 20 kabupaten kota. “Total kapasitas air 4.000 liter perdetik.”

 

Yenni Puspita menunjukkan lokasi Sendang . Sumur yang dulu jadi  tempat pengambilan air ketika musim kemarau. Foto Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

 

Dukungan kredit

Kredit air mendapat dukungan Water.org. Koesnanto, Direktur BKK Purwodadi mengatakan, didukung Water.org yang memiliki program water credit, menyokong lembaga keuangan mikro yang membiayai BKK Purwodadi.

Setidaknya lebih 15.000 jiwa penerima manfaat kredit air dan sanitasi ini. Kredit BKK Air adalah kredit kepada masyarakat perorangan maupun kelompok untuk pembuatan jamban sehat dan pengelolaan air bersih baik sambungan rumah atau PDAM maupun pembuatan sumur.

“Kredit yang diterima debitur bentuk barang jadi bukan uang. Harapannya, pemberian kredit sesuai penggunaan,” katanya.

Dia bilang, meskipun kerja di bank, BKK harus berpartisipasi memastikan kesehatan warga. BKK dalam meminjamkan bantuan ke masyarakat atau BPSPAM harus punya pengurus, tarif, dan laporan keuangan baik. Pinjaman juga bisa untuk memaksimalkan penyediaan air minum, bangun tower, ganti pipa bahkan ganti pompa.

Musfarayani mengatakan, water kredit itu program pembiayaan akses air  dan fasilitas sanitasi untuk memberikan kemudahan masyarakat, terutama yang kurang mampu memiliki sarana air bersih. Termasuk sanitasi sehat dengan mencicil atau kredit sesuai kemampuan.

Kerja sama mulai Mei 2015-Juni 2018 dengan pencapaian target Mei 2018 ada 11.594 dari target 12.000 pinjaman dengan 34.240 penerima manfaat. Realisasi pinjam terserap Rp22, 002 miliar.

 

***

Persoalan akses air bersih dan sanitasi, dari laporan The United Nations Children’s Emergency Fund (UNICEF) 2017, mencatat bahwa 2,1 miliar orang tanpa akses ke air minum, 844 juta orang masih tak memiliki pelayanan air minum yang baik. Juga, 263 juta orang menghabiskan lebih dari 30 menit untuk mengumpulkan sumber air minum di luar rumah mereka, dan 159 orang minum dari sumber yang tidak diproses seperti sungai atau danau.

Akses buruk ke air bersih mengarahkan ke transmisi penyakit seperti kolera, disentri, hepatitis A dan typhoid.

Agen internasional mengestimasikan, 361.000 anak-anak berusia bawah lima tahun meninggal karena diare setiap tahun.

Di 90 negara, pekerjaan meningkatkan sanitasi dasar masih lambat hingga kemungkinan tak bisa mencapai target tahun 2030. Tahun 2025, setengah populasi dunia memiliki masalah dalam mencari akses air bersih.

Anthony Lake, Direktur Eksekutif UNICEF, dalam keterangan tertulis mengatakan, dari 4,5 miliar orang tak memiliki akses ke sanitasi baik, 2,3 miliar tak memiliki pelayanan cukup.  Sedangkan 600 juta orang lain berbagi kamar mandi dengan keluarga lain. Paling mengkhawatirkan 892 juta orang lakukan defekasi di ruang terbuka.

Bambang Brodjonegoro, Menteri Bappenas di Yogyakarta mengatakan,  pemenuhan akses air minum dan sanitasi merupakan prioritas pembangunan nasional. Saat ini,  masalah air minum dan sanitasi sudah masuk dalam rencana jangka menengah nasional (RPJMN) 2015-2019.

Bambang menjelaskan, Indonesia punya target ambisius, yaitu akses air minum harus 100% dan sanitasi juga 100%. Dari data BPS, capaian akses air minum terkini baru 71,14% dan akses sanitasi 67,2%.

Untuk mencapai 100%  masih prlu Rp257 triliun untuk air minum dan Rp273 triliun untuk sanitasi. Sisa kekurangan pendanaan diserahkan pada pemerintah daerah dan swasta.

Ketersedian air, katanya,  sangat berhubungan dengan kemiskinan. Ketersedian air cukup mempengaruhi produktivitas, baik sektor barang maupun jasa.

 

Perempuan di Dusun Jamus memikul air puluhan liter, ketika menunggu proses terbangunnya tandon air di kampung. Foto Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia
Seorang warga menunjukkan kertas angsuran di BKK Purwodadi untuk pinjaman instalasi dan langganan air bersih. Foto Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

 

 

Exit mobile version