Mongabay.co.id

Berkah Air dari Umbul Jumprit

Beberapa biksu mengambil air sebagai sarana upacara Waisak 2018 dari mata air Jumprit. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

Hiasan teratai dan kamboja mengambang di kolam kecil. Air tampak begitu jernih. Tak jauh dari mulut goa, tempat air berasal ada bangunan mirip candi. Sebagaimana tempat pemujaan, di dekatnya lelehan lilin menutupi sebagian permukaan altar. Air ini berasal dari mata air atau umbul Jumprit.

Beberapa biksu berpakaian serba oranye mendekat ke kolam sambil membawa kendi. Bau wangi menguar dari dupa yang dibakar.

Perlahan kendi lalu diisi air, ditingkahi suara tetesan air yang berasal dari dinding tebing yang jatuh ke kolam. Kendi-kendi itu akan dibawa ke candi Mendut, sebelum sampai ke Borobudur esok harinya di perayaan Waisak 2018 atau 2562 Buddhis Era, pada Selasa (29/5/18).

“Air berkah akan diberangkatkan ke Mendut dan Borobudur untuk menyambut detik-detik Waisak,” kata Martinus Nata, wakil ketua panitia pengambilan air berkah, Senin (28/5), di Umbul (mata air) Jumprit, Desa Tegalrejo, Kecamatan Ngadirejo, Temanggung.

Sebelumnya telah dilakukan pengisian 12.000 botol air, yang dibagikan kepada umat Buddha. Mereka hadir pada upacara Waisak di Borobudur, bersama umat Buddha dari negara lain yang merayakan di sana.

“Hari ini adalah acara pemberkatan air menjadi air berkah,” katanya.

Pemberkatan dilakukan majelis-majelis umat Buddha Indonesia. Biksu-biksu yang mewakili dewan sangha dan majelis ada yang berpakaian oranye, putih, juga hitam.

 

 

Makna air

Air memiliki kedudukan penting dalam kepercayaan umat Buddha. Sebegitu penting hingga air kerap dipakai dalam upacara-upacara keagamaan. Bukan kebetulan jika air juga sangat penting bagi kehidupan semua makhluk.

“Air melambangkan intisari ajaran sang Buddha. Air memberikan kesejukan, mengobati kehausan spiritual, dan memupuk perkembangan spiritual kita,” kata Martinus, hari itu dia memakai rompi hitam bertuliskan Walubi. Walubi adalah kependekan dari Perwakilan Umat Buddha Indonesia.

Seorang biksuni dari Majelis Umat Buddha Theravada Indonesia (Majubuthi), Maitri Kusala, menambahkan air juga bermakna membersihkan.

“Kadang-kadang jiwa manusia itu diliputi jiwa kotor, dengan rasa benci, keserakahan, kesombongan, egois. Serakah akan kedudukan, serakah akan kekayaan. Dengan air suci ini manusia diharapkan bisa sadar akan jiwanya, lalu pelan-pelan untuk koreksi diri sendiri.”

“Makna pengambilan air dalam rangka memperingati hari Tri Suci Waisak ialah air suci ini untuk membersihkan jiwa kita, jiwa manusia.”

Disebut Tri Suci karena untuk memperingati kelahiran, penerangan sempurna, dan wafatnya sang Buddha.

Harapannya, kata biksu perempuan ini, umat manusia seluruh dunia sadar harus berjiwa seperti sang Buddha.

“Penuh cinta kasih, saling bantu terhadap sesamanya. Tanpa memandang aliran, agama. Jangan memikirkan kepentingan diri sendiri. Untuk Indonesia diharapkan bisa rukun, sadar akan kebodohan kita.”

Di bagian lain bhante Pabbakaro dari DPP Walubi mengatakan,  air juga mengandung makna kesejukan, kesuburan, kerendahan hati.

“Air selalu mengalir pada daratan yang rendah. Mempunyai makna untuk selalu mempunyai sikap yang rendah hati, tidak sombong, senantiasa mawas diri, di dalam kehidupan.”

 

Para biksu membawa jerigen saat acara pengambilan air Waisak di Jumprit. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

Dia pun berkisah bagaimana awal mula sejarah air berkah ini di dalam agama Buddha. Sang Buddha mengambil air berkah di Vesali sebuah kota kuno di India. Saat itu,  di sana terjadi kekeringan, dan wabah penyakit.

“Padahal seharusnya pada musim itu adalah musim hujan,” katanya.

Mengetahui itu,  Buddha diikuti para biksu memercikkan air suci, sambil dibacakan parita Ratana Sutta. Buddha membacakan Ratana Sutta ini kepada umatnya selama tujuh hari. Akhirnya kebahagiaan, kesehatan, dirasakan kembali oleh warga di Vesali.

 

 

Jejak Majapahit

Di pintu masuk umbul Jumprit terdapat bangunan candi khas peninggalan situs Buddha. Ada pula dua buah patung penjaga yang menjadi penanda situs yang sama.

Umbul Jumprit sendiri masuk wilayah hutan yang dikelola Perhutani, di area Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kedu Utara, Resot Pemangku Hutan (RPH) Kwadungan Petak 8A, Bagian Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH) Temanggung.

Sehari-harinya, mata air Jumprit dimanfaatkan oleh warga desa untuk air minum, mandi, dan cuci. Mereka mengalirkan lewat selokan kecil dan pipa-pipa menuju bak penampungan. Warga biasa membuat bak penampungan di depan rumah.

Menurut Mujoko, petugas Perhutani, meski mata air hanya satu titik namun debit terbilang besar. Sumber terletak di ujung goa. Agak ke bawah dari goa ada sepasang makam yang dikenal sebagai eyang Nujum Majapahit atau Ki Jumprit. Keduanya diduga suami istri.

“Yang memakai air umbul Jumprit warga desa Katekan, Giripurno, Tegalrejo, Canggal, Kentengsari, Mento, kecamatan Ngadirejo. Bahkan PDAM Temanggung juga memanfaatkan,” katanya.

Dari bukti-bukti yang ada seperti patung, gapura, dan legenda yang dipercaya masyarakat sekitar diperkirakan situs Jumprit adalah peninggalan kerajaan Majapahit.

Majapahit adalah kerajaan Hindu Buddha yang pada masa kejayaannya pada abad ke-14 berpusat di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Wilayah kekuasaan diperkirakan pernah sampai ke Thailand dan melahirkan tokoh pemersatu Nusantara, patih Gadjah Mada.

Terletak di bawahnya, Desa Purbosari, ditemukan candi Liyangan, yang bercirikan sebagai candi Hindu. Di dekatnya juga ada sumber air yaitu di tepi situs. Diperkirakan candi Liyangan merupakan pusat permukiman Mataram Hindu sekitar abad kesembilan.

Sebelumnya,  situs ini terkubur sedalam 15 meter, ditemukan kembali oleh para penggali pasir. Diperkirakan situs Liyangan terkubur material letusan Sindoro.

 

 

Di kawasan hutan Jumprit masih bisa ditemukan pohon berusia ratusan tahun, seperti cemara dan beringin. Kawasan ini juga habitat berbagai macam satwa.

“Ada burung jalak, monyet, musang, luwak. Menjangan ada di atas di Gunung Sindoro. Cemara yang dekat pintu masuk itu ratusan tahun.”

Kala pemberkatan air Waisak tampak beberapa monyet ekor panjang mendekat ke arah para biksu. Sepertinya mereka tertarik dengan buah-buahan di meja pemberkatan.

Selain dingin dan jernih sumber air Jumprit juga tak pernah kering.

“Musim kemarau tetap mengalir. Musim hujan meluber. Debit per detik 85 liter, itu dulu. Sekarang belum tahu.”

Mata air Jumprit adalah hulu Sungai Progo, mengalir hingga laut Selatan pulau Jawa. Itu sebabnya banyak orang percaya mata air Jumprit memiliki kekuatan.

“Bukah hanya umat Buddha, umat yang lain juga. Warga desa, setiap selesai panen tembakau di sini ada selamatan memakai ingkung. Diikuti warga Jumprit sekitar 300 orang, biar diberi keselamatan.”

“Kalau yang percaya, airnya menyembuhkan penyakit, doa-doanya terkabul,” kata Mujoko.

 

 

Situs mata air

Dalam prosiding seminar geografi Universitas Negeri Yogyakarta 2014, Arif Ashari mengungkapkan, dari sembilan situs kuno yang dijumpai di lereng timur Gunung Sindoro, enam berhubungan erat atau berdekatan dengan mata air. Keenam mata air itu adalah Katekan, Liyangan, Endongsewu, Traji I-III, dan Jumprit. Sebaran mata air ini membentuk semacam sabuk mata air.

Juga dijelaskan, jumprit berasal dari penamaan kawasan sumber daya air anak Sungai Gangga di India. Jumprit berasal dari kata tatajuma prittayajna.

Selain itu,  kawasan air di Sungai Gangga ada yang bernama paragya. Nama Sungai Progo, kemungkinan berasal dari kata ini. Beberapa desa sekitar juga berasal dari istilah Buddha seperti pritan dari kata parita, dan demek dari darmapada.

Gunung Sindoro diketahui berusia lebih muda dibanding Sumbing yang kini tak aktif. Sindoro masih mengeluarkan asap putih di bagian puncak, sebagai bagian dari aktivitas vulkanik.

 

 

Keterangan foto utama: Beberapa biksu mengambil air sebagai sarana upacara Waisak 2018 dari mata air Jumprit. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

Pipa-pipa air minum yang menuju ke beberapa desa bersumber dari Umbul Jumprit. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia
Pintu masuk di mata air Jumprit berbentuk gapura candi. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia
Exit mobile version