Mongabay.co.id

Gambut Rusak, Inilah Dampak Nyata yang Dirasakan Masyarakat Palembang

 

Tiga tahun terakhir, harga ikan gabus di pasar Palembang menjelang Idul Fitri melambung tinggi. Jika di hari biasa kisaran Rp30 ribu, kini menjadi Rp150 ribu per kilogram.

“Permintaan tinggi, sementara stok ikan gabus terbatas. Jadi harga pasaran meroket untuk ikan gabus. Ikan sungai lainnya tetap normal,” kata Irin, pedagang ikan di Pasar Sentosa, Plaju, Palembang, Sabtu (9/6/2018).

Ikan gabus yang hidup di air tawar, khususnya di rawa gambut ini, memiliki banyak nama lokal di Indonesia seperti bocek atau kutuk. Di Palembang, ikan ini merupakan bahan baku untuk pembuatan pempek. Pada saat lebaran Idul Fitri, setiap rumah di Palembang seakan wajib membuat pempek, seperti halnya ketupat. Daging ikan gabus akan membuat cita rasa makanan terasa lengkap.

Sekitar 10 tahun lalu, gabus mudah didapatkan di semua wilayah Palembang ketika rawa dan sungainya masih terjaga kebersihannya. “Mancingnya menggunakan umpan kodok. Tapi saat ini, sulit didapat sebab banyak rawa di Palembang ditimbun. Kalaupun masih ada lokasinya ya di parit kampung,” kata Mamad, seorang pemancing yang tinggal di Talang Putri, Palembang.

Baca: Ikan Air Tawar Mendesak untuk Dilindungi Populasinya, Kenapa?

 

Nelayan tradisional yang menggantungkan hiduonya dengan mencari ikan di laut dengan peralatan sederhana. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia             

 

Pengakuan Mamad beralasan, sebab menurut data Walhi Sumsel tahun 2010, dari 22 ribu hektar luasan rawa di Palembang saat ini hanya tersisa 30 persen. Ada kemungkinan, angka itu terus berkurang sebab hampir setiap saat terjadi penimbunan rawa.

Irin menjelaskan ikan sungai yang masuk ke Palembang Ulu semuanya dari Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Ogan Ilir, dan Banyuasin. Sebagai informasi Palembang yang dibelah Sungai Musi menjadi dua wilayah administratif, Palembang Ulu dan Palembang Ilir.

Baca: Kini Mencari Ikan di Sungai Musi Butuh Jala Panjang

 

Ikan seluang yang merupakan salah satu spesies Rasbora spp. Sumber foto: Wikipedia/Creative Commons Attribution-ShareAlike 3.0. 

 

Namun setiap tahun, jumlah pasokan ikan air tawar yang sulit dibudidayakan seperti gabus, betok, toman, terus menurun, terutama ikan gabus.  “Banyak daerah yang dulunya lumbung ikan seperti dari Pangkalan Lampam atau di Tulung Selapan sudah tidak menghasilkan ikan untuk dijual karena banyak rawanya dijadikan perkebunan,” kata Irin yang sudah berdagang ikan sekitar 30 tahun.

“Kami akhirnya terpaksa menjual juga ikan hasil budidaya seperti nila, patin dan lele,” lanjutnya.

Baca: Manfaat Ikan Gabus, Sumber Protein Tinggi Penyembuh Penyakit

 

Ikan gabus. Foto: Wie146/Wibowo djatmiko/Wikimedia Commons/Lisensi Dokumentasi Bebas GNU

 

Luas rawa gambut di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) sekitar 75 persen dari luas kabupaten tersebut yaitu 1,9 juta hektar. Selama ini, hampir setiap hari ratusan ton ikan air tawar non-budidaya dikirim ke Palembang dan kota lainnya. Kini sekitar 700 ribu hektar rawa gambut tersebut menjadi perkebunan sawit dan HTI sehingga produksi ikan air tawar non-budidaya pun terus menurun.

“Jika kondisi bentang alam terus berubah, khususnya di wilayah rawa gambut, bukan tidak mungkin   pempek akan menjadi kuliner mewah. Bukan lagi milik semua lapisan masyarakat seperti sekarang ini, karena ikan air tawarnya habis,” kata Rido JC, pegiat lingkungan hidup, kepada Mongabay Indonesia, beberapa waktu lalu.

 

 

Exit mobile version