Mongabay.co.id

Jangan Kotori Bumi di Hari Lebaran yang Suci

 

Sebuah pesan menarik disampaikan Dr. Yenrizal Tarmizi, pakar komunikasi lingkungan dari UIN Raden Fatah Palembang, kepada umat muslim yang merayakan Idul Fitri 1439 H. Selain saling memaafkan sesama manusia, kita juga memohon ampun kepada Tuhan, pencipta alam semesta, tak lupa “minta maaf” kepada Bumi karena secara sadar telah merusaknya.

Dosa-dosa yang telah diperbuat manusia, dapat dilihat dari berbagai kerusakan bentang alam yang berujung bencana. Manusia juga memproduksi berbagai racun yang menyebabkan kematian, penyakit dan penderitaan makhluk hidup lainnya, yang kita rasakan saat ini.

“Sudah sepantasnya, manusia mohon maaf kepada Bumi dan berkomitmen untuk memperbaiki sekaligus menjaganya,” ujarnya, Selasa (12/06/2018).

 

Julang sulawesi merupakan burung endemik Sulawesi yang berperan penting menjaga ekosistem hutan dan meregenerasi pepohonan. Foto: Rhett Butler/Mongabay.com

 

Yenrizal berharap, pada Idul Fitri ini umat muslim yang merayakan bersama keluarga dan kerabat tidak banyak menggunakan sampah plastik. “Misalnya, berbelanja dengan membawa kantong belanjaan dari rumah atau tidak menggunakan air minum kemasan berbahan plastik.   Jangan sampai, ketika merayakan Lebaran, justru berbuat dosa dengan merusak Bumi,” lanjutnya.

Yenrizal mengajak para pemudik menanam pohon di dusun atau kampung halamannya. Pohon-pohon yang ditanam itu, selain menjaga Bumi, juga sebagai kenangan di masa mendatang.

Aksi menanam pohon di kampung halaman ini disambut baik pegiat Teater Potlot, teater yang fokus pada persoalan lingkungan hidup. “Ya kita minta seluruh aktivis Potlot untuk menanam pohon di kampung halamannya. Tidak harus banyak, dan tidak harus di hutan. Bisa ditanam di halaman rumah, kebun, atau di tepi jalan. Saya bersama keluarga akan menanam di Labuhan Maringgai Lampung, kampung halaman istri,” kata Conie Sema, Ketua Teater Potlot, Rabu (13/06/2018).

 

Pohon tidak hanya bermanfaat bagi kehidupan manusia tetapi juga untuk satwa dan menghijaukan Bumi. Foto: Rhett Butler/Mongabay.com

 

Sumatera Selatan mulai panas  

Musim kemarau mulai terasa di Palembang dan daerah lain di Sumatera Selatan. Dua pekan terakhir, suhu siang hari berkisar 30-33 derajat Celcius. Aktivitas pembakaran lahan pun mulai terpantau tim Karhutlah Sumsel yang langsung melakukan pemadaman di lahan mineral. Sebagaimana terjadi di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Muaraenim, Lahat, Musirawas, dan Ogan Ilir.

Rabu (13/06/2018), dilaporkan ada enam titik api, yakni di Pampangan, Kabupaten OKI; Sungai Keruh, Kabupaten Musi Banyuasin; Muara Lakitan dan Muara Kelingi, Kabupaten Musirawas; Merapi, Kabupaten Lahat; dan Lawang Kidul, Kabupaten Muaraenim.

 

Titik api yang terpantau di Lembak, Kabupaten Muaraenim, Sumatera Selatan, 13 Juni 2018. Foto: Dok. Tim Darkarhutlah Sumsel

 

Dr. Najib Asmani, Koordinator Tim Restorasi Gambut (TRG) Sumsel, yang dihubungi Rabu mengatakan, sejauh ini belum ada kebakaran di lahan gambut. Ada beberapa laporan titik api yang dilaporkan di lahan gambut Kabupaten OKI, namun setelah dilakukan ground check ternyata bukan. Titik api ada di lahan mineral, yang segera diatasi.

“Setiap hari dilakukan patroli udara dan darat. Kita tidak mau lengah sedikit pun. Kita tidak mau titik api menjadi kebakaran besar, terutama di lahan gambut. Kita berusaha maksimal, Asian Games di Palembang harus bebas asap,” katanya.

Selain itu, guna menjaga lahan gambut tetap basah, ratusan sekat kanal sudah dibuat baik melalui BRG, perusahaan, maupun swakelola masyarakat. Termasuk juga membuat embung dan sumur bor guna mendapatkan air untuk pemadanan jika terjadi kebakaran di lahat gambut.

“Setiap ada titik api segera dibuat garis polisi. Pelaku dan pemiliknya langsung diproses hukum,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version