Mongabay.co.id

Berikut Upaya Antisipasi Berulangnya Kebakaran Hutan dan Lahan di Kalteng

Kabupaten Pulang Pisau merupakan satu dari kabupaten di Kalimantan Tengah, yang paling menderita akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tahun 2015. Menurut Sipongi (KLHK, 2015) lahan seluas 98.784,73 pun terbakar habis. Untuk koordinasi, maka peran KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) dianggap penting untuk mencegah berulangnya karhutla di masa datang. Apalagi di lokasi yang lahan gambutnya sudah rusak, seperti eks Proyek Lahan Gambut (PLG) Satu Juta Hektar.

Joko Listyanto, Kepala KPH 31 Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau yang membawahi lokasi Blok C eks PLG menyebut banyak tantangan yang dihadapi oleh KPH 31 dalam mencegah kebakaran hutan dan lahan. Termasuk minimnya infrastruktur seperti jalan yang sulit dijangkau jika terjadi kebakaran; serta luasnya wilayah yang tak imbang dengan jumlah anggota UPT Kahayan Hilir.

Luas wilayah KPH unit 31 adalah 369,958 hektar. Ia terbagi dalam 10 blok dan 2.306 petak, terdiri dari hutan lindung 149,243 hektar dan hutan produksi 220,715 hektar. Kawasan ini 70% diantaranya merupakan lahan gambut sehingga rentan terjadi kebakaran. Data KPH Unit 31, kebakaran 2015 terparah terjadi di KPH Unit 31, terjadi di daerah Sebangau. Saat itu belum terbentuk tim pemantau apapun.

Baca juga: Tiga Tahun Sejak Kebakaran Hebat, Bagaimana Kondisi Lahan Gambut itu Sekarang?

“Meski begitu, di unit 31 ini kami tetap berupaya lakukan pencegahan karhutla. Kami lakukan rehabilitasi hutan dan lahan, pemberdayaan masyarakat dengan pola perubahan sosial dan masyarakat serta program perlindungan hutan dan ekosistem,” jelas Joko.

Hal itu sekarang menjadi pembelajaran, Unit 31 telah bekerjasama dengan para pihak. Seperti  tim respon api dari Manggala Agni, SKPD terkait, serta kepolisian. Regu-regu kecil yang lakukan patroli juga disiagakan untuk memantau titik api.

 

Pembuatan Sekat-Sekat Kanal

Selain mencegah kebakaran, hal penting yang harus dilakukan adalah membasahi dan menanam kembali area gambut yang bekas terbakar.

Membasahi gambut dilakukan dengan membangun tabat atau sekat-sekat kanal. Sekat ini penting sebagai pengatur hidrologi air di kawasan gambut. Dengan air dan kadar kelembaban gambut terkontrol, maka tanah menjadi basah, dan tak lagi mudah terbakar. Saat diperlukan, sekat dapat dibuka dan ditutup.

Saat berkunjung ke lokasi Blok C bulan Mei lalu, Mongabay Indonesia melihat kontruksi kayu berjajar menutup saluran kanal primer dari Blok C ke arah Desa Kalawa sudah terbangun. Untuk mengalirkan air, sebuah saluran kecil diantara konstruksi dibuat. Konstruksi dirancang agar aliran air tetap mengalir yang tak akan menimbulkan konstruksi terganggu atau jebol.

 

Tabat (sekat) kanal di handil Desa Garung, Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng. Sekat ini dibangun oleh masyarakat. Foto: Indra Nugraha/Mongabay Indonesia

 

Di atasnya tertumpuk sebidang tanah selebar kira-kira sepuluh meter, yang menahan aliran air yang mengalir dari kanal primer. Dengan demikian gambut yang berada di sekitarnya kembali menjadi basah.

“Dengan penyekatan kanal, maka ketersediaan air tetap melimpah walau musim kemarau. Gambut basah kembali sehingga terhindar dari resiko kebakaran hutan dan lahan,” kata Wanson, Kepala Desa Garung yang menemani perjalanan.

Dia menyebut proses penutupan kanal primer eks PLG blok C, tak ada penolakan dari masyarakat. “Tak ada penolakan dari warga. Warga jarang lewat di kanal primer PLG. Malah sekarang kami bersyukur kanal primer ini ditutup,” katanya.

Untuk penyekatan di kanal primer eks PLG blok C mulai dilakukan Juni 2017 dan dikerjakan oleh BWS (Badan Wilayah Sungai) Kemenpepura.

 

Pelatihan pemadaman api yang dilakukan oleh MPA di kawasan Kereng Bangkirai, Palangkaraya beberapa waktu lalu. Foto: Indra Nugraha/Mongabay Indonesia

 

Di Desa Garung, jelas Wanson telah terbangun total 30 sekat kanal, 5 sekat untuk tiap handil (sungai kecil). Diantaranya handil Baru, Gandis, Kalumpang, Kecap, dan Jejangkit. Pembangunan sekat kanal tersebut dilakukan melalui skema swakelola atas dukungan para pihak seperti Badan Restorasi Gambut (BRG).

“Itu hasil musyawarah di tingkat warga. Sebelum kita lakukan restorasi di gambut, kita minta persetujuan masyarakat. Lewat proses Padiatapa (Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan). Masyarakat setuju pembangunan sekat di handil.”

Untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan pun, Pemdes Garung telah membentuk Masyarakat Peduli Api (MPA) yang beranggotakan 20 orang.

 

***

Di lain pihak Kepala Desa Gohong Yanto Adam mengaku kalau warganya sekarang lebih peduli dengan bahaya kebakaran. Warga Desa Gohong yang mayoritas petani yang dulu menggunakan sistem pertanian lahan berpindah, sekarang pelan-pelan mulai berubah.

Yanto menyebut, sejak dua tahun lalu tak ada lagi warganya yang melakukan ladang berpindah.

“Saat kejadian tahun 2015 itu sekitar 80% lahan gambut terbakar dan itu sangat merugikan masyarakat Gohong. Kebun banyak yang terbakar, bahkan yang sudah masuk usia panen. Masyarakat rugi hilang hasil kebun dan ekonomi. Belum termasuk kerugian kesehatan kami,” ujarn Yanto.

Dia mengaku senang karena sekarang warga desa telah dilatih cara pemadaman api, cara lakukan evakuasi warga, serta bikin lokasi mengungsi bila terjadi kebakaran.

“Dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang ada di Kabupaten Pulang Pisau [yang latih], pada tahun 2016 telah dibentuk Desa Tangguh Bencana,” ujarnya.

Pemerintah Desa juga telah membentuk MPA (Masyarakat Peduli Api) dan MPT (Masyarakat Peduli Tabat). Peralatan untuk memadamkan api jika terjadi kebakaran, pun sudah disiapkan.

Menurut Yanto, saat ini di Desa Gohong, sudah dibangun 200 titik sumur bor. Untuk menguatkan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, pemerintah desa juga telah meningkatkan koordinasi dengan para pihak.

“Kami kerjasama dengan TNI Polri. Kalau Manggala Agni bersama tim MPA  stand by di Posko. Juga ada pertukaran informasi jika ada titik api, info lewat jajaran Babinsa dan Polri.”

Hal serupa dilakukan oleh KPH Unit 31. Menurut Joko, di tahun 2018 pihaknya telah melakukan patroli tiap bulan. Juga lakukan sosialisasi, seperti di Desa Jabiren dan Gohong, dua desa yang masuk wilayah rawan kebakaran.

“Koordinasi dan kolaborasi dengan MPA terus kami lakukan. Kami selalu tukar menukar informasi dengan berbagai pihak,” tutur Joko.

Tak lupa dia pun minta agar ada dukungan anggaran untuk persiapan antisipas kebakaran. “Harapannya perlu terus ada dukungan pemerintah dan para pihak, untuk dana pengadaan sarana prasarana dan pelatihan masyarakat.  Supaya persiapan atasi kebakaran semakin solid,” tutupnya.

 

Exit mobile version