Mongabay.co.id

Satu per Satu Pohon Baobab Purba Mati, Ilmuwan Belum Tahu Penyebabnya

 

Bisa jadi, inilah pohon paling mudah dikenali di dunia. Baobab (Adansonia digitata sp.), pohon purba terbesar di dunia dan ikonik Benua Afrika ini, dikenal karena batangnya yang begitu besar. Bentuknya juga aneh.

Batangnya sering kosong, hingga bisa dijadikan rumah, bahkan bar. Jika seluruh daunnya tumbuh, bentuknya mirip brokoli raksasa. Jika tumbuh normal, batang pohon akan besar dan menjulang setinggi 25 meter.

Baobab tersebar di hampir seluruh negara di Benua Afrika bagian selatan dan timur seperti Angola, Namibia, Sudan, juga Afrika Selatan. Pohon ini juga ditemukan di Madagaskar dan Australia.

Ada kabar menyedihkan dari pohon yang bisa berumur ribuan tahun ini. Satu per satu mereka mati mendadak dalam kurun waktu berdekatan. Salah satunya, pohon Baobab terbesar di Afrika, yakni Platland atau yang juga dikenal Sunland yang digunakan untuk bar yang mampu menampung hingga 15 orang. Pohon ini memiliki keliling 33 meter dan tinggi 19 meter yang berusia 1.000 tahun lebih. Sejak pertengahan 2016, pohon ini mulai membusuk dan November 2017 hancur sepenuhnya.

Para peneliti menyatakan, satu dekade terakhir, banyak pohon Baobab yang mati dan tumbang misterius. Hasil riset yang telah dipublikasikan di Nature Plants menyatakan, satu dekade terakhir sebagian pohon Baobab yang paling tua dan paling besar mati.

Para ilmuwan bertanya penyebab kematian massal tersebut. Mereka mengatakan, penyebabnya bukan penyakit epidemik karena tidak ditemukan adanya infeksi. Hipotesis awal menyebutkan, perubahan iklim sebagai penyebab paling memungkinkan.

“Bencana seperti itu sangat tidak terduga,” kata Adrian Patrut, ahli kimia di Universitas Babe-Bolyai Rumania yang menyelenggarakan survei dan diterbitkan dalam jurnal ilmiah.

“Ada perasaan aneh, pohon yang dapat hidup selama 2.000 tahun atau lebih, dan di masa kita, kita melihatnya sekarat satu demi satu. Secara ilmu statistik, ini kebetulan yang sangat  tidak mungkin.”

“Kami menduga, kematian pohon-pohon Baobab mungkin terkait, setidaknya sebagian, dengan perubahan signifikan dari kondisi iklim yang mempengaruhi Afrika bagian selatan khususnya,” kata Dr. Adrian Patrut dari Babes-Bolyai University di Rumania, yang memimpin tim riset ini, kepada BBC News.

 

Pohon Baobab di Tanzania. Foto: Ferdinand Reus from Arnhem, Holland/Two old ones/Wikimedia Commons/Creative Commons Atribusi-Berbagi Serupa 2.0 Generik

 

Para peneliti telah memantau kondisi pohon-pohon Baobab di Afrika Selatan sejak 2015, dan dari pemantauan ditemukan 8 dari 13 pohon tertua telah sepenuhnya mati. Atau setidaknya, bagian-bagian dari pohon tersebut tumbang.

Dalam satu dekade terakhir di Afrika bagian Selatan memang tercatat peningkatan suhu dan berkurangnya curah hujan. Sementara Baobab sangat bergantung pada musim hujan tahunan.

 

Pohon Baobab/ino paap/Wikimedia Commons/CC-BY-2.0.

 

Ukuran besar dan daya tahan hidupnya, bergantung pada sekitar 70 hingga 80 persen air yang mengisi volume mereka. Jika kebutuhan air tidak tercukupi ketika menghasilkan daun, bunga dan buah, pohon itu akan mati dengan cepat dan roboh.

Negara-negara di selatan Benua Afrika  seperti Botswana, Namibia, Afrika Selatan dan Zimbabwe, beberapa dekade mendatang akan mengalami peningkatan suhu paling tinggi dan menurunnya curah hujan.

 

Pohon Platland di Afrika Selatan. Foto: Adrian Patrut via National Public Radio (NPR)

 

Afrika Selatan memang memanas lebih cepat dibandingkan rata-rata global. Bahkan diperkirakan akan lebih cepat menghangat ketimbang bagian lain di benua itu. Tentunya, Baobab pun makin terancam.

Pastinya, bukan hanya Baobab yang menderita, kekeringan serta perubahan suhu membuat pohon dan hutan pun mengalami hal yang sama di seluruh dunia. (Berbagai sumber)

 

 

Exit mobile version