Mongabay.co.id

Foto: Satwa Liar Penjaga Ekosistem Danau Toba

 

Sejumlah pengamat dan pegiat konservasi satwa liar Sumatera Utara, beberapa bulan terakhir melakukan survei keanekaragaman hayati di sekitar Danau Toba.

Chairunas Adha Putra, pengamat dan pegiat konservasi satwa liar Sumatera  Utara, saat diwawancarai Mongabay di Medan mengatakan, dari pemantauan yang mereka lakukan empat bulan terakhir, setidaknya ditemukan 78 jenis burung. Ada jenis endemik serta satwa yang dilindungi Undang-undang Konservasi Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAE).

Secara umum jenis burung yang terpantau adalah pelatuk sumatera, tangkar-uli sumatera, dan sikatan ninon.

Selain berbagai jenis burung, tim juga menemukan berbagai jenis mamalia di sekitar kawasan Danau Toba, diantaranya siamang, yang masuk satwa dilindungi dan statusnya terancam punah akibat kerusakan habitatnya di alam. Selain itu ada juga monyet pemakan daun yang ditemukan di area survei yang mereka lakukan. Tupai, beberapa jenis amfibi dan reptil juga ditemukakan.

“Berbagai jenis satwa kami temukan di kawasan Danau Toba. Mengejutkan juga, ada satwa yang masuk kategori dilindungi dan terancam punah, serta ada yang endemik sumatera,” jelasnya.

 

Acridotheres javanicus atau Javan Myna. Foto: Chairunas Adha Putra

 

Alpaharpactes mackloti (Sumatran Trogon). Foto: Chairunas Adha Putra

 

Yang menjadi kekhawatiran saat ini adalah, masifnya pembangunan untuk wisata di Danau Toba, mulai dari hotel hingga infrastruktur lainnya. Semua itu menuju kawasan hutan, tempat hidup berbagai satwa di dalamnya. Ini menjadi kekhawatiran tersendiri bagi pengamat serta penggiat konservasi satwa liar Sumatera    Utara.

Chairunas yang pernah menemukan satwa langka bernama kadal merah tanpa kaki di kawasan hutan Batang Toru yang sudah seabad tak terpantau ini, menganggap pembangunan infrasturktur di kawasan Danau Toba bisa mengancam kehidupan spesies kunci di sana.

 

Culicicapa ceylonensis (Grey headed Canary-flycatcher). Foto: Chairunas Adha Putra

 

Dicrurus leucophaeus (Ahsy Drongo). Foto: Chairunas Adha Putra

 

Menurut dia, untuk wilayah hutan yang memiliki nilai konservasi tinggi, diharapkan tidak ada pembangunan di wilayah tersebut. Areal yang atau fungsinya sudah tidak maksimal lagi boleh dilakukan pembangunan di daerah tersebut. Kondisi habitat harus ketat diperhatikan.

“Di hutan alami, sebaiknya tidak dilakukan pembukaaan kawasan. Jikapun harus, wajib memiliki manajemen dan rencana yang baik. Membuka hutan, salah satu hal yang harus diperhatikan adalah detil eksosistem yang jangan sampai terganggu sehingga habitatnya rusak, ” jelasnya.

 

Eumyias indigo (Indigo Flycatcher). Foto: Chairunas Adha Putra

 

Sumatran Woodpecker. Foto: Chairunas Adha Putra

 

Jika lingkungan diabaikan akan mengakibatkan kepunahan lokal. Berbagai jenis satwa endemik akan hilang karena habitatnya tidak ada, dan tidak akan bisa bertahan hidup. Kepunahan lokal ini mempengaruhi nilai konservasi wilayah itu sendiri.

 

Thomas Leaf Monkey. Foto: Chairunas Adha Putra

 

Temuan

Chairunas dan timnya juga menemukan kadal endemik sumatera yang sejak tahun 1933 belum ditemukan lagi, sampai akhirnya mereka berhasil melihatnya di kawasan Danau Toba

Saat ini, pihaknya tengah menyusun publikasi ilmiah untuk temuan mereka tersebut. Lokasi habitatnya juga sangat penting untuk konservasi. Ini diperkirakan menjadi habitat terakhir bagi kadal endemik tersebut.

 

 

“Kami belum dapat mempublikasikan kadal endemik sumatera yang kami temukan di kawasan hutan Danau Toba ini karena lagi disusun jurnal ilmiahnya. Hal terpenting adalah habitatnya di sana harus dijaga dari ancaman. J,ika diabaikan bisa berdampak pada kepunahan,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version