Mongabay.co.id

Pegiat Lingkungan: Penyelamatan Lingkungan Harus Jadi Prioritas

Seratus orang dari organisasi lingkungan hidup dan mahasiswa berbagai kampus beraksi di bundaran Gatot Subroto, Medan, Sumatera Utara (Sumut). Mengambil tema kepedulian lingkungan hidup, mereka menyuarakan penyelamatan lingkungan yang harus dilakukan.

Mereka membawa spanduk penolakan perusakan hutan di kawasan hutan Batang Toru, yang berada di tiga kabupaten yaitu Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan. Mereka juga menolak perusakan kawasan hutan untuk pertambangan dan energi, serta perusakan pesisir pantai yang menghancurkan wilayah kelola rakyat. Ada juga tuntutan soal darurat agraria dan krisis ekologi yang harus dituntaskan.

“Kami mendesak pemerintah mencabut semua izin korporasi yang menjalankan usaha di dalam kawasan hutan dan juga di Batang Toru,” jelas Roy Lumban Gaol, Staff Campaign Walhi Sumut kepada Mongabay, usai orasi beberapa waktu lalu.

“Banyak kasus kerusakan lingkungan hidup di Sumut yang harus mendapat perhatian pemerintah. Namun, sejauh ini tidak ada calon kepala daerah yang bertarung di pilkada Sumut mengangkat atau memprioritaskan isu lingkungan,” tegas Roy.

 

Alih fungsi lahan jadi kebun sawit menjadi ancaman keberadaan keragaman hayati di Sumatera Utara. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Dalam aksi memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia itu, pengunjuk rasa menggelar teatrikal tentang masyarakat yang hidup menderita di sekitar kawasan hutan yang dibuka perusahaan. Mereka juga khawatir akan kepunahan orangutan tapanuli, orangutan kalimantan dan orangutan sumatera, serta harimau sumatera yang habitatnya terganggu.

Dana Prima Tarigan, Direktur Eksekutif Walhi Sumut menilai, komitmen pemerintah di provinsi belum maksimal dalam urusan pengelolaan sumber daya alam. Ini terlihat dari program dan kebijakan yang tidak menunjukkan tata kelola yang baik.

Walhi juga melihat pada pemilihan kepala daerah ini, tidak ada satu pun pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang fokus pada lingkungan hidup.

“Tidak ada program-program spesifik yang ditawarkan kepada masyarakat dalam menjamin hak masyarat atas lingkungan sehat. Padahal itu amanat UUD 1945 pasal 28H, UU No 32 tahun 2009 tentang lingkungan hidup. Di Sumatera Utara ada dua pasangan calon gubernur yang bertarung,” jelasnya.

 

Kehidupan orangutan tapanuli harus diperhatikan dari segala hal yang mengancamnya. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Menurut Dana, program-program dan komitmen kedua pasangan calon masih seputar isu populis. Sebut saja peningkatan ekonomi, kesehatan, pendidikan, kemiskinan, infrastruktur serta pelayanan publik, yang belum tentu dapat direalisasikan.

“Dalam debat antar-calon yang berlangsung dua kali, Walhi Sumut menilai belum ada komitmen politik yang kuat dari kedua pasang calon untuk perlindungan kawasan hutan dan lingkungan. Hal ini mengindikasikan, degradasi lingkungan dan kerusakan hutan belum dianggap penting,” jelasnya.

 

 

Berdasarkan data yang dihimpun Walhi Sumut, bencana ekologis di Sumatera Utara setiap tahunnya meningkat hampir 70 persen, disebabkan buruknya pengelolaan sumber daya alam. Saat ini, Sumatera Utara memiliki hutan seluas 3.055.795 hektar yang terancam aktivitas industri ekstraktif seperti HTI, HPH, pertambangan, serta perkebunan sawit.

Kawasan pesisir, kondisinya juga kritis akibat pertambangan pasir laut, illegal fishing, konversi hutan mangrove menjadi perkebunan, serta tambak skala besar. Berdasarkan pengolahan data Walhi Sumut, luas hutan mangrove saat ini sekitar 187.322,07 hektar yang lebih dari 70 persen kondisinya rusak.

“Upaya serius untuk merehabilitasi mangrove harus dilakukan, dan kami belum melihat ada komitmen politik dari pasangan calon gubernur dan wakil yang ada. Mangrove memiliki cadangan karbon yang banyak dalam upaya mitigasi perubahan iklim. Kita tunggu komitmen kedua pasangan calon ini untuk menjaga lingkungan Sumatera Utara agar tidak bertambah parah,” tandas Dana.

 

 

Exit mobile version