Setelah dari Desa Mulawarman, saya menuju Desa Santan Tengah, Kecamatan Muarangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Romiansyah, sama seperti Rukka dan Raswi. Di sana, pertambangan batubara sebabkan air bersih di Sungai Santan, tercemar limbah batubara.
Baca juga: Pilkada di Provinsi Batubara, Begini Suara Warga (Bagian 1)
Romiansyah, akrab disapa Nebo mengatakan, desa nereka dikenal sebagai kampung kelapa, adapun budaya desa, yakni kebudayaan sungai. Selain kelapa, masyarakat mayoritas bertani, menanam sayur, jagung, bahkan dulu tanam kopi dan kakao.
“Kini warga hanya tanam kelapa dan jagung,” katanya April lalu.
Kampung ini mayoritas Suku Bugis. Terbagi dari tiga desa, yakni Desa Santan Hulu, Santan Tengah dan Santan Hilir. Ketiga desa terhubung melalui sebuah sungai, yakni Sungai Santan.
Nebo ingat, dulu keseharian selalu di sungai. Semua transportasi penghubung antardesa, bahkan ke kota besar melalui jalur sungai. Bahkan dulu keperluan air bersih gratis dari Sungai Santan.
Kala perusahaan tambang dating, semua berubah. Tambang batubara izin di kawasan hutan lindung di hulu Sungai Santan. Sumber air bersih hilang.
Banjir besar juga sering terjadi dan menenggelamkan desa. Pada Maret 2018, air setinggi satu meter menenggelamkan desa, dan gagal panen.
Dulu, perusahaan berjanji, sebagus apapun jalan perusahaan nanti, akan ada jalan pula di kampung. Faktanya, kata Nebo, janji tinggal janji.
Bagaimana pemerintah daerah? Nebo nilai, mereka hanya diam atas berbagai tindakan pelanggaran perusahaan. Gubernur, bahkan tidak berpihak pada warga terdampak, bahkan mendukung perusahaan.
“Jadi pilgub besok saya tetap konsisten tak akan memilih, mereka tak ada yang peduli masyarakat yang menjerit akibat terdampak tambang batubara,” kata Nebo.
Setelah membaca visi dan misi para calon gubernur, tak ada yang mengangkat penyelamatan lingkungan hidup dan masyarakat sekitar pertambangan batubara.
Dari keempat kandidat, katanya, tak ada memiliki rekam jejak baik dan pro lingkungan hidup.
Apa kata pegiat lingkungan di Samarinda? Pradarma Rupang, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang Kaltim mengatakan, pada 2005 ketika pemilihan langsung kepala daerah, obral izin tambang lahir.
Kini, di Kaltim ada 1.194 izin usaha pertambangan (IUP) versi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Data itu berbeda dengan Dinas Pertambangan Kaltim menyebut ada 1.404 IUP di Kaltim.
Jatam Kaltim meyakini, ada data siluman, ada perbedaan sekitar 210 izin sebenarnya tidak bisa dijelaskan hingga sekarang, bahkan KPK dan KESDM tidak bisa memverifikasi.
“Dugaan kuat kami ada rente di balik terbit izin oleh pemerintah kabupaten atau kota,” katanya.
Celah-celah korupsi di sektor pertambangan banyak di setiap lini, dari proses hulu hingga hilir. Sejak penerbitan izin, ditenggarai ada dugaan koruspi.
Catatan Jatam, saat penerbitan dokumen-dokumen teknis ditenggarai jadi ladang korupsi, seperti dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) punya nilai untuk diloloskan, nominal sekitar Rp50-Rp60 juta, belum termasuk dokumen reklamasi, pasca tambang.
Dia bilang, begitu banyak daya rusak tambang terutama soal keselamatan rakyat. Di Samarinda, tambang mengkapling 71% dari luas kota, menelan korban 17 jiwa, mayoritas anak-anak.
Samarinda jadi korban terbesar karena hampir sebagian izin-izin itu deka pemukiman, tambang juga menurunkan daya tahan tubuh warga kota dan dua kabupaten di Kaltim. Sebagian besar keluhan-keluhan masyarakat di rumah sakit di wilayah dekat tambang adalah inpeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan TBC.
Pada sektor pertanian dan pangan, Kaltim paling terpukul. Pertanian Kaltim tiap tahun mengalami degradasi lahan. Alih fungsi lahan 100.000 hektar dari pertanian menjadi tambang. Di Kaltim, lahan persawahan hanya 117.000 hektar, luasan panen hanya 69.000 hektar, tak sampai 1% daratan Kaltim (12,7 juta hektar).
“Batubara panglima dalam hal menempati ruang hidup di Kaltim,mencapai 5,3 juta hektar, setara 43% dari luasan Kaltim.”
Terkait para kandidat gubernur Kaltim, kata Rupang, Jatam meragukan keberpihakan mereka pada isu-isu kelestarian lingkungan, ekologi bahkan pada krisis rakyat.
Catatan Jatam, hampir semua tak memiliki prestasi atau rekam jejak dalam menyelesaikan problem rakyat. Keempatnya ditengarai tersandera kepentingan-kepentingan bisnis tambang.
Dari visi misi empat pasangan calon itu, tak ada hal besar terkait konservasi lingkungan maupun perlindungan dan keselamatan rakyat. “Para kandidat tak ada berbicara mengenai jalan keluar dari krisis.:
Rupang berharap, KPK hadir menyusuri dari rekam jejak biaya-biaya kampanye para kandidat ini.
Hari Darmanto, anggota Badan Pengawas Pemilu Kaltim mengatakan, keempat calon Gubernur Kaltim, aturan batasan sumbangan dana kampanye perorangan Rp75 juta, dan badan hukum Rp750 juta.
Jika dana kampanye diberikan seorang atau badan hukum lebih dari batasan akan diserahkan ke Negara. Tujuannya, mencermati dana kampanye guna mencegah pencucian uang dalam kegiatan pemilu.
Hari bilang, tak ada aturan yang menyinggung soal moral perusahaan, misal, perusahaan sawit atau tambang yang punya rekam jejak buruk seperti mencemari lingkungan, tak bayar pajak, atau merampas lahan masyarakat adat.
“Perusahaan pernah dituntut melakukan kejahatan lingkungan, atau pengerusak lingkungan tidak ada larangan. Ketentuan dana kampanye cuma membatas orang dan badan hukum,” kata Hari.
Rudiansyah, Ketua Divisi Teknis pemilu Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kaltim memastikan, tema debat kampanye menyentuh persoalan krisis ekologi di Kaltim.
“Kita sadari konteks di Kaltim pasangan calon harus berlomba mengembalikan fungsi kawasan yang selama ini tereksplorasi dan tereksploitasi.”
Kalau semua calon pemimpin hanya fokus menggali sumber daya alam, tak ada proses lebih efektif dan sistematis serta kebijakan-kebijakan mengembalikan fungsi-fungsi kawasan itu, bencana ekologis besar menanti Kaltim.
“Kita berharap kandidat yang bertarung di pilgub Kaltim, punya visi kuat mengembalikan fungsi kawasan itu.”
Rudi berharap, pilgub ini menjadi sarana evaluasi bersama para pemilih. Tak hanya melihat sosok calon, katanya, juga pendukung dan penyokong dana kampanyenya.
Harris Retno Susmiyati, pengajar di Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Samarinda, mengatakan, bicara tambang dan perempuan ada beberapa persoalan.
Perusahaan tambang dalam operasi membutuhkan lahan luas, pengambilan lahan mengakibatkan perempuan-perempuan kehilangan wilayah hidup. Mayoritas perempuan Kaltim, katanya, bekerja di sektor pertanian tradisional.
Ketika lahan, dan kebun beralih menjadi tambang, mereka kehilangan akses terhadap tanah.
Data Badan Pusat Statistik Kaltim, pengangguran terbanyak perempuan. Hasil riset yang Harris Retno lakukan, hanya 1,2% perempuan bekerja di sektor pertambangan.
Persoalan lain dari tambang, ada anak-anak tenggelam di lubang tambang. Sudah ada 28 meninggal,dan terbukti yang menyuarakan keadilan bagi korban ialah perempuan.
Hal lain, kualitas air buruk, ketersedian air bersih jadi barang langka, lagi-lagi dampak paling banyak tentu perempuan, dalam keseharian merekalah yang berhubungan dengan ketersediaan air.
“Inilah potret persoalan yang kaitannya dengan perempuan dan pertambangan. Perempuan jadi pihak yang balik besar dampaknya,” katanya.
Respon pemerintah? Lagi-lagi abai. Salah satu bukti, upaya hukum terhadap anak tenggelam di lubang tambang, hanya dua kasus proses hukum. “Itupun pertanggungjawaban secara hukum hanya penjaga lubang, atau satpam. Penanggungjawab perusahaan mereka tetap bebas. Taka da sanksi berat bagi perusahaan, bahkan masih terus aktif merusak lingkungan.”
Mengenai pilgub, Retno, belum lihat kandidat punya solusi terhadap persoalan- yang dihadapi perempuan. Hilangnya mata pencaharian, lingkungan hidup yang baik, sulit air bersih, dan banjir selalu mereka hadapi.
Seharusnya, pada kandidat, berani mengevaluasi atau audit perusahaan tambang, dan berani mencabut izin-izin bermasalah. “Sampai sekarang saya belum lihat ada kampanye politik yang menyuarakan itu.”
Sementara, Herdiansyah Hamzah, akrab disapa Castro, pegiat anti korupsi di Kaltim mengatakan, dari empat calon gubernur, dikaitkan kasus korupsi sumber daya alam, hampir setiap calon tak menyebutkan detail kampanye atau visi misi terkait pemberantasan korupsi. Juga tak sebutkan komitmen anti korupsi pada level pemerintahan termasuk korupsi sektor sumber daya alam.
“Persoalan Kaltim paling urgen bagaimana mengatasi lubang-lubang yang diakibatkan pembiaran hukum, patut diduga ada korupsi di sektor sumber daya alam itu,” katanya.
Daerah kaya sumber alam, jadi lubang korupsi terutama aspek perizinan. Perizinan, katanya, jadi aspek paling lemah dan gampang dibobol, paling mudah lalu lintas tindak pidana korupsi.
Castro bilang, salah satu kelemahan system di Indonesia, menelusuri biaya kampanye. “Kita tidak punya supporting system melacak asalnya. Tidak ada sistem dan regulasi yang mencoba membuat jejaring bahwa perusahaan A punya trackrecord seperti ini, hingga penyelenggara bisa menentukan boleh dan tidaknya menyumbang.”
Soal ijon politik, katanya, terlihat ada peningkatan izin tambang, sawit ataupun transaksi perizinan lain menjelang dan sesudah pilkada. (Bersambung)