Mongabay.co.id

Air Bersih yang Begitu Dinanti Masyarakat Sekitar Gambut

Sungai di Rikit Gaib, Kabupaten Gayo Lues yang sumber airnya begitu penting bagi kehidupan masyarakat. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Apa yang sangat dibutuhkan masyarakat yang berada di sekitar lahan gambut saat ini? Terlebih ketika kemarau datang? Apakah peningkatan dan perbaikan ekonomi atau pembangunan insfrastruktur?

“Air bersih, air yang dapat dikonsumsi. Itu yang paling utama, apalagi saat kemarau begini,” kata Malik, warga Dusun Sungai Pedada, Desa Simpang Tiga Jaya, Kecamatan Tulungselapan, Kabupaten OKI, Sumatera Selatan, Selasa (19/06/2018).

“Percuma ada jalan bagus, tapi air bersih tetap sulit,” lanjutnya.

Desa ini berada di lahan gambut yang hanya berjarak sekitar tiga kilometer dari garis pantai. Tidak ada sumber air bersih yang dapat dikonsumsi. Air sungai yang berwarna coklat, hanya dapat digunakan untuk mencuci dan mandi setelah disaring. Air yang dikonsumsi adalah air mineral yang dibeli galonan. “Harganya Rp10 ribu per galon, sehari minimal dua galon,” katanya.

Jika tidak ada pasokan air mineral dari luar, warga pun mengambil air dari sumur yang berada di Pulau Maspari. Jaraknya berkisar 25 kilometer dari dusun tersebut. “Biasanya, kami mengambil air ke Maspari pada musim kemarau panjang,” jelas Malik.

 

Sungai yang airnya begitu penting bagi kehidupan masyarakat. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Desa Simpang Tiga Jaya, dan desa lainnya yang berada di tengah gambut seperti Simpang Tiga Makmur, Sungai Lumpur, atau Sungai Batang, termasuk juga seluruh desa transmigran di Kecamatan Air Sugihan di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), merupakan desa baru yang terbentuk karena program transmigran dan eks lokasi pemukiman dan kantor pekerja perusahaan HPH. Tepatnya, pada 1980-an dan 1990-an. Sebelumnya, tidak ada warga yang membangun desa di wilayah ini dikarenakan tidak adanya sumber air bersih yang dapat dikonsumsi. Hanya manusia rawang yang menetap, sebagai nelayan sungai.

Sejumlah desa tua yang berada di pesisir timur Kabupaten OKI, umumnya berada di tanah mineral dan dekat sungai. Berdasarkan pantauan Mongabay Indonesia, bentang alam wilayah pesisir timur Kabupaten OKI berupa hamparan rawa gambut yang terdapat tanah mineral seperti kumpulan pulau-pulau. Di pulau-pulau inilah desa dibangun bersama kebunnya. Air dari sumur di tanah mineral ini yang dikonsumsi masyarakat.

Bagaimana kondisi air bersih di pulau atau tanah mineral tersebut? “Sekarang ini tidak dapat lagi dikonsumsi. Airnya mulai coklat dan kelat. Kami juga harus menyaringnya sebelum digunakan untuk mencuci,” kata Heru, warga Desa Riding, Kecamatan Pangkalan Lampam, Kabupaten OKI, Selasa (19/06/2018).

Kenapa ini terjadi? “Mungkin karena sudah habisnya hutan di lahan gambut sehingga air gambut menyebar ke bawah tanah mineral desa ini,” katanya.

 

Hutan yang terjaga akan membuat air tetap mengalir. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Guna mendapatkan kebutuhan air bersih untuk keluarganya, Heru mengaku membeli air mineral tiga galon atau 60 liter seharga Rp12 ribu setiap hari. Tapi saat musim kemarau, kebutuhan menjadi 200 liter atau satu drum seharga Rp40 ribu.

Setiap keluarga di Desa Riding dipastikan membeli air mineral, hanya dibedakan kebutuhannya. Jika rata-rata setiap keluarga membeli 40 liter, maka air mineral yang dibeli sekitar 2.000 kepala keluarga di desa ini sebanyak 80 ribu liter atau Rp16 juta per hari.

Jika dilihat dari data kependudukan Kabupaten OKI, jumlah kepala keluarga di wilayah gambut sekitar 65 ribu yang tersebar di Kecamatan Pedamaran, Pedamaran Timur, Pampangan, Pangkalan Lampam, Cengal, Tulungselapan, Sungai Menang dan Air Sugihan. Sehingga, air mineral yang dibeli warga sebanyak 2,6 juta liter atau Rp520 juta per hari atau Rp15,6 miliar per bulan!

 

Air bersih yang begitu penting bagi kehidupan makhluk hidup. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Butuh teknologi air bersih               

Paisal dari Bakau, sebuah lembaga pemberdayaan masyarakat, yang saat ini bekerja di Desa Penanggoan Duren, Kecamatan Tulungselapan, Selasa (19/06/2018), menjelaskan keberadaan air bersih merupakan harapan utama masyarakat yang berada di sekitar gambut. “Saat ini tidak ada lagi air sumur atau dari sungai di lahan gambut yang dapat dikonsumsi,” katanya.

“Semua keluarga di sini membeli. Jadi yang dibutuhkan masyarakat adalah teknologi sederhana yang dapat mengelola air gambut layak konsumsi,” terangnya.

 

Air bersih adalah kebutuhan utama manusia dan makhluk hidup lainnya. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Perubahan bentang alam juga menyebabkan warga mengalami kesulitan sumber air. Sebagian warga membuat sumur bor. “Tapi itu hanya sementara, sebab ke depannya membuat tanah amblas. Kembalinya hutan di lahan gambut yang dapat menjaga pesisir timur OKI tidak krisis air lagi,” ujarnya.

Harapan adanya teknologi mengelola air gambut sehingga dapat dikonsumsi, juga disampaikan Malik dan Heru. “Kami butuh sekali. Biarlah jalan darat lamban ke dusun ini tapi air bersih tersedia. Kami dibantu apa saja senang jika berkaitan dengan air bersih,” tandas Malik.

 

 

Exit mobile version