Mongabay.co.id

Pemilihan Gubernur Sultra, Adakah Kandidat Peduli Lingkungan?

Laut, tempat hidup orang Bajo di Sulaw,esi Tenggara sudah tercemar limbah nikel. Ada amdal saja kondisi laut tercemar seperti ini, bagaimana kalau tak ada? Foto: Kamarudin/ Mongabay Indonesia

Eksploitasi kekayaan alam Sulawesi Tenggara,  seakan tak berkesudahan. Izin-izin keluar kepada para pebisnis ekstraktif pertambangan dan perkebunan. Antara lain tambang ada di Buton, Kolaka Raya (Kolaka dan Kolaka Utara), Konawe Raya melingkupi (Konawe, Konawe Selatan, dan Konawe Utara) dan Bombana. Daerah yang biasa dikenal dengan Bumi Anoa ini memilik kandungan aspal, emas, batubara, nikel dan marmer.

Pengelolaan kekayaan alam buruk menciptakan bencana di mana-mana, dari banjir, tanah longsor, kerusakan lingkungan maupun pencemaran baik darat, laut dan udara.

Pada 27 Juni ini, Sultra salah satu dari 171 daerah di Indonesia yang akan pemilihan kepala daerah. Para kandidat diharapkan, mempunyai kepekaan hingga tak jadikan lingkungan Sultra lebih buruk.

Sayangnya, dua kali debat publik jelang pemilihan Gubernur dan Wakil di Sultra oleh KPU, tak menyinggung soal lingkungan. Bahasan KPU hanya fokus pada tiga tema utama, yakni, reformasi birokrasi dengan mengangkat sub tema tata kelola dan inovasi pemerintahan, pelayanan publik dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.

“Padahal kerusakan lingkungan lahir dari tema-tema itu. Kebijakan lahir dari situ. Bagaimana sumber daya alam diobral dengan dalih kelola dan inovasi pemerintah,” kata Kisran Makati,  Direktur Walhi Sultra, dalam diskusi bertema “Kemana Isu Lingkungan Dalam Visi dan Misi Calon Gubernur Sultra,” usungan Mongabay Indonesia, Walhi Sultra dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Sultra, awal Juni lalu.

Hadir sebagai pembicara selain Kisran juga Ketua AJI Kendari,  Zainal A Ishaq, dan Ketua Jurusan Ilmu Lingkungan Fakultas Ilmu Lingkungan dan Kehutanan UHO Lies Indriyani serta calon gubernur.

Dari peserta pilgub, hadir calon Gubernur Sultra Hugua, pasangan Ali Mazi-Lukman Abunawas (AMAN), diwakili Direktur AMAN Center La Ode Rahmat Apiti. Pasangan calon Gubernur Rusda Mahmud-LM Sjafei Kahar,  maupun perwakilan tak hadir.

Walhi, kata Kisran, mendorong masalah lingkungan jadi perhatian para kandidat. “Publik berharap agar gubernur terpilih bisa atasi masalah lingkungan,” katanya, seraya bilang, lingkungan baik dan sehat akan memengaruhi kesehatan masyarakat.

“Kalau lingkungan tak baik dan tak sehat atau tercemar, akan berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat. Harusnya masalah lingkungan dapat perhatian lebih,” katanya.

Dia menilai, tiga pasangan ini tak jadikan isu lingkungan prioritas. Malah, katanya, pasangan calon lebih berhasrat mengeksploitasi alam.

Meskipun begitu, dia berharap, siapapun terpilih, bisa memperhatikan kondisi lingkungan yang makin krisis.“Contoh banjir di Konawe Utara. Ini sudah jadi pertanda kita sedang dalam darurat ekologis.”

 

Banjir bandang di Kolaka Utara. Foto: Walhi Sultra/ Mongabay Indonesia

 

Lies Indriyani, Ketua Jurusan Ilmu Lingkungan UHO mengatakan, yang harus jadi perhatian pemerintah adalah pemenuhan keperluan masyarakat dan penurunan angka kemiskinan.

“Kita bukan hanya bicara daya tampung, juga daya dukung lingkungan. Kami lihat, nilai ekonomi lebih dipentingkan dibandingkan jangka panjang lingkungan,” katanya.

La Ode Rahmat Apiti, mewakili pasangan Ali Mazi-Lukman Abunawas menyinggung Nur Alam, Gubernur Sultra yang ditangkap KPK karena terlibat masalah tambang.

Di Sultra, katanya, ada 400 izin pertambangan beroperasi. “Sultra sudah jadi hutan belantara IUP. Tambang ini cukup masif dan karena uangnya gede dan segar. IUP diobral hingga terjadi berbagai macam bencana. Belum lagi soal budaya dan sosial.”

Untuk itu, katanya, ke depan harus pembenahan tata kelola. “Harus ada keberanian antara gubernur dan bupati.”

Calon Gubernur Hugua mengatakan, tegas kepedulian terhadap lingkungan. Awalnya, Hugua jadi wakil gubernur berpasangan dengan Asrun, yang kini jadi tersangka KPK.

“Seluruh kehidupan ini saling keterkaitan dan terintegrasi. Untuk itu harus dikelola secara harmonis. Bicara lingkungan bicara tentang kehidupan masyarakat,” katanya.

Hingga kini, data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sultra, IUP 498 terdiri dari operasi produksi dan eksplorasi. Izin-izin ini terbit saat Nur Alam jadi Gubernur Sultra.

Di Bombana, misal, di Pulau Kabaena,  hampir tiap hujan deras melanda terjadi banjir dan tanah longsor. Korban jiwa, rumah terbawa arus dan gagal panen.

Di Kecamatan Kasipute, warga mengalami penyakit aneh, seperti lumpuh layu. Warga terpapar limbah B3 dan merkuri dari tambang emas. Di pulau yang dulu dikenal sebagai lumbung padi kerajaan Gowa ini, terjadi krisis ekologi. Kemudian di Konawe Selatan, hutan dirambah oleh perusahaan tambang.

Di Konawe Utara, laut tercemar. Ratusan nelayan yang menggantungkan hidup terpaksa gulung tikar. Banyak anak tak sekolah karena orang tua tak bisa melaut. Banjir bandang berulang kali. Ribuan rumah terendam dan rusak.

Hingga masa Gubernur Sultra, Nur Alam selama dua periode dari 2008-2018 berakhir,  tak ada perbaikan tata kelola tambang.

 

Keterangan foto utama: Laut, tempat hidup orang Bajo sudah tercemar limbah nikel. Foto: Kamarudin/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version