Mongabay.co.id

Ikan Endemik Sungai Brantas Terancam Keberadaan Arapaima

Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) mengkhawatirkan kelestarian ikan endemik atau ikan asli Sungai Brantas, Jawa Timur, setelah ditemukan sejumlah ikan Arapaima gigas yang dilepas liarkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

Direktur Eksekutif Ecoton, Prigi Arisandi mengatakan, temuan ikan Arapaima di Sungai Brantas oleh warga di Desa Mlirip Rowo, Kecamatan Tarik, Kabupaten Sidoarjo, akan mengancam keberadaan ikan asli Sungai Brantas karena sifat ikan Arapaima yang invasif dan predator.

“Lepasnya ikan monster dari Amazon ini mengancam kelestarian ikan-ikan endemik di Kali (sungai) Brantas. Ikan ini jenis invansif, dia predator, maka dia akan memakan ikan-ikan asli di Kali Brantas,” kata Prigi Arisandi, kepada Mongabay, Kamis (28/6/2018).

Temuan oleh warga di Sungai Brantas, menunjukkan ukuran ikan Arapaima yang besar dengan berat sekitar 30 kilogram, serta panjang lebih dari 1,5 meter. Pemilik ikan berinisial HG, dan sedang menjalani pemeriksaan oleh Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan (KIPM) Wilayah Surabaya I, dan pihak Gakkum KLHK.

baca : Ikan Arapaima, Ikan Berbahaya yang Masuk ke Indonesia

 

Ikan Arapaima gigas. Foto : Rhett Butler

 

Diungkapkan oleh Prigi, pemilik ikan sempat menyebutkan bahwa ia memiliki 30 ekor ikan Arapaima, dan menolak disebut melepasliarkan, karena ia memeberikan atau menitipkan kepada temannya. Penyelidikan awal yang dilakukan petugas, Empat ekor ikan terdapat di kolam budi daya di rumah milik HG, di Desa Canggu, Mojokerto. Sedangkan 18 ekor yang lain berada di rumah HG di Desa Trosobo, Sidoarjo.

Pemilik ikan Arapaima juga menyebutkan, bahwa untuk memelihara ikan-ikan Arapaima miliknya itu, dibutuhkan sedikitnya 30 kilogram ikan nila dan mujaer sebagai pakanannya.

“Pemiliknya mengatakan, sehari itu bisa mengkonsumsi 30 kilogram ikan nila dan ikan mujaer. Jadi dia memang ikan yang rakus, kebutuhan konsumsinya tinggi, maka otomatis ikan ini akan dapat menghabisi ikan-ikan asli yang ada di Kali Brantas,” kata Prigi.

Ecoton juga menemukan beberapa hal setelah membedah ikan, yaitu ditemukan ikan dalam kondisi matang gonad atau siap bertelur. Kondisi Sungai Brantas sendiri menyerupai habitat asli Arapaima di Sungai Amazone, Amerika Selatan, sehingga sangat mendukung perkembangbiakan ikan predator ini.

“Kalau penanganan ini lama, dan dalam seminggu ini tidak dievakuasi semua, maka akan ada ledakan populasi ikan monster Amazon ini. Maka populasi ikan asli Brantas juga akan punah,” ujarnya.

baca : Bagaimana Mencegah Ikan Asing Berbahaya Masuk ke Perairan Indonesia?

 

Ikan Arapaima gigas. Foto : Rhett Butler

 

Ecoton bersama masyarakat yang berada di sekitar Kali Brantas telah melakukan upaya konservasi dan perlindungan ikan sungai Brantas sejak tahun 2000. Keberadaan ikan Arapaima yang dilepasliarkan ini mengancam lebih dari 25 spesies ikan asli Brantas.

“Kami telah berupaya merehabilitasi Brantas agar kembali menjadi habitat bagi 25 spesies ikan asli Brantas, seperti rengkik, jendil, papar, palung dan keting. Kami juga telah membangun kawasan suaka ikan, sebuah kawasan yang sehat dan mendukung berkembangbiaknya ikan. Arapaima ini tentu menjadi ancaman kawasan suaka ikan Kali Brantas,” kata Andreas Agus Kristanto Nugroho, Direktur Konservasi Sungai, Ecoton.

Ecoton mendesak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), untuk mengambil upaya hukum terhadap pelaku pelepasan ikan predator asal Amazone ini. Pelaku pelepas ikan monster ini harus diberi sanksi dan hukuman berat, sebagai efek jera dan peringatan bagi masyarakat penghobi ikan hias, agar tidak membuang ikan kategori invansif ke sungai.

“Ecoton mendorong kepada Kementerian Kelauatan dan Perikanan untuk melakukan upaya-upaya hukum untuk pelaku yang melepaskan ikan di Kali Brantas. Jadi ini jelas sekali, adalah upaya yang secara langsung berdampak pada kerusakan eksosistem di Kali Brantas,” lanjut Prigi.

Pelaku pelepasan ikan Arapaima dapat dijerat dengan UU PPLH 32/2009, atas pelepasan ikan jenis invansif karena dapat mengganggu ekosistem Brantas, dan merusak rantai makanan dan mendorong terjadinya kepunahan ikan-ikan asli Sungai Brantas.

Selain itu, para penghobi ikan maupun penjual ikan hias di pasar ikan, harus diberi pemahaman dan edukasi, untuk mengontrol peredaran ikan infasif seperti Arapaima.

 

Ikan Arapaima gigas. Foto : Rhett Butler

 

Top Predator

Senada dengan Ecoton, Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Jawa Tengah, Setijanto mengatakan pada dasarnya memasukkan ikan asing ke perairan umum akan sangat mengancam ikan endemik. Terlebih jika ikan tersebut ikan yang bersifat predator.

Ikan Arapaima selain predator, ukurannya juga dapat menjadi besar melebihi ikan ikan endemik Indonesia umumnya berarti ikan predator pemangsa Araipama mungkin tidak ada. Hal ini bisa mengganggu keseimbangan ekosistem,” kata Setijanto kepada Mongabay, Kamis (28/06/2018).

Artinya ikan Arapaima merupakan top predator dalam rantai makanan atau tidak ada competitor dalam habitat sungai air tawar.

“Seandainya ikan Araipama bukan predator pun, memasukkan ikan asing tanpa studi relung ekologis terlebih dulu, tidaklah disarankan. Ikan asing tersebut mungkin dapat menjadi kompetitor sumber daya energi dan habitat,” lanjut Setijanto.

Studi relung ekologi yang dimaksud berupa penelitian tentang jenis makanannya suatu spesies, di mana tempat hidupnya, bagaimana perilakunya, bagaimana kondisi fisik kimia perairan persyaratan hidupnya, dan apakah spesies itu merupakan hewan nokturnal (beraktivitas di malam hari) atau diurnal (siang hari).

Setijanto menyarankan tidak boleh melepaskan ikan Arapaima ke perairan umum. “Menurut saya ini sangat berbahaya karena kita juga belum tahu apakah ikan ini ada predatornya yang akan mengkontrol populasinya,” jelasnya.

Setijanto tidak mempermasalahkan ikan Arapaima yang dipelihara di akuarium. “Kalau dijaga di akuarium tidak masalah, asal jangan seperti kasus ikan louhan dan ikan sapu-sapu yang masuk ke perairan umum. Ketika orang bosan memeliharanya, lalu dibuang ke perairan umum, sehingga sekarang berkembang di perairan umum dan mendesak populasi ikan endemik,” tambahnya.

 

Ikan Arapaima gigas. Foto : Rhett Butler

 

Melanggar UU

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengecam aksi pelepasan ikan asing Arapaima sp. yang dilakukan di perairan Sungai Brantas, Mojokerto, Jawa Timur oleh seseorang yang tidak diketahui namanya. Aksi tersebut terekam dalam video dan rekamannya beredar luas di sosial media sejak 25 Juni lalu.

Kepala Pusat Karantina Ikan KKP Riza Priyatna di Jakarta, pada Rabu (27/6/2018) mengatakan, berdasarkan Undang-Undang No.31/2004 tentang Perikanan Pasal 12 ayat (1), disebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan atau kerusakan sumber daya ikan dan atau lingkungannya di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia.

Kemudian, Riza menyebutkan, dalam UU yang sama dalam Pasal 12, ayat (2), disebutkan bahwa setiap orang dilarang membudidayakan ikan yang dapat membahayakan sumber daya ikan, lingkungan sumber daya ikan, dan atau kesehatan manusia di WPP RI.

Tak hanya itu, Riza menegaskan, berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.41/PERMEN-KP/2014 tentang Larangan Pemasukan Jenis Ikan Berbahaya dari Luar Negeri ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia, Ikan Arapaima merupakan salah satu dari 152 jenis ikan berbahaya yang dilarang pemasukannya ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia;

“BKIPM (Balai Karantina Ikan Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan) sudah bekerja sama dengan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Provinsi Jawa Timur, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Dinas Perikanan Kabupaten Mojokerto. Saat ini sedang dilakukan pengumpulanm bahan keterangan di lokasi kejadian,” ungkapnya

 

Exit mobile version