Mongabay.co.id

Mengakses Informasi Darurat Bencana yang Relevan

Warga Bali terutama di wilayah terdampak letusan Gunung Agung memantau informasi yang dikeluarkan Pos Pengamatan Gunungapi Agung. Populer dengan sebutan Magma VAR. Mengakses informasi bencana pada sumber yang relevan membantu kesiapsiagaan dalam kondisi darurat.

Termasuk saat letusan yang melontarkan batu pijar ke lereng gunung yang menimbulkan kebakaran hutan dari kawah gunung sampai radius 2 km dari puncak pada Senin (2/7/2018) malam sekitar pukul 21.04 WITA. Ini babak baru erupsi gunung Agung sejak 2017.

Lontaran bola api ke arah lereng gunung pada malam hari saat waktu tidur dan jadwal tayang Piala Dunia ini menyiagakan warga. Dengan mudah ditangkap layar ponsel karena kobaran api saat gelap lebih jelas. Video-foto ponsel ditambah rekaman CCTV di beberapa pos pemantauan detik-detik letusan bola api itu pun dalam beberapa menit tersebar.

baca : Bagaimana Nasib Hewan yang Terdampak Awas Gunung Agung?

 

Batu pijar terlontar dan membakar lereng saat erupsi Gunungapi Agung pada Senin (02/07/2018) malam pukul 22.04 WITA. Foto: Pusat Data Informasi dan Humas BNPB

 

Dentuman terdengar sayup-sayup dari kota Denpasar, sekitar 80 km dari Gunung Agung. Pasti lebih mengguncang bagi warga yang lebih dekat puncak. “Seperti bola api,” ujar Made Selamat, warga yang rumahnya berjarak dalam radius 12 km dari puncak gunung setinggi lebih dari 3 km di Kabupaten Karangasem itu.

Namun desanya Tulamben berada di pesisir berhadapan dengan Gunung Agung jadi selalu mendapat jarak pandang terbuka ke puncaknya. Apa pun sitausi erupsi, sangat mudah dipantau dari kawasan ini.

Nah untuk memastikan apa yang terjadi, warga tergantung pada info Magma VAR agar tak termakan berita bohong atau hoaks. Pusat Pengendalian Operasional Bencana (Pusdalops) pun membagi laporan pembacaan tim Magma.

Telah terjadi erupsi G. Agung, Bali pada tanggal 02 Juli 2018 pukul 21:04 WITA dengan tinggi kolom abu teramati ± 2.000 m di atas puncak (± 5.142 m di atas permukaan laut). Kolom abu teramati berwarna kelabu dengan intensitas tebal condong ke arah barat. Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 24 mm dan durasi ± 7 menit 21 detik.

Erupsi terjadi secara Strombolian dengan suara dentuman. Lontaran lava pijar teramati keluar kawah mencapai jarak 2 km. Saat ini G. Agung berada pada Status Level III (Siaga) dengan rekomendasi.

baca : Melihat Suksesi Alam Pasca Letusan Gunung Agung Bali

 

Setelah letusan Gunungapi Agung, pada Senin (02/07/2018) malam, angin ke arah Barat dan Barat Daya membuat debu vulkanik menjangkau Jawa Timur dengan cepat. Foto: PVMBG BMKG

 

Masyarakat di sekitar Gunung Agung dan pendaki/pengunjung/wisatawan agar tidak berada, tidak melakukan pendakian dan tidak melakukan aktivitas apapun di Zona Perkiraan Bahaya yaitu di seluruh area di dalam radius 4 km dari Kawah Puncak G. Agung. Zona Perkiraan Bahaya sifatnya dinamis dan terus dievaluasi dan dapat diubah sewaktu-waktu mengikuti perkembangan data pengamatan G. Agung yang paling aktual/terbaru.

Masyarakat yang bermukim dan beraktivitas di sekitar aliran-aliran sungai yang berhulu di Gunung Agung agar mewaspadai potensi ancaman bahaya sekunder berupa aliran lahar hujan yang dapat terjadi terutama pada musim hujan dan jika material erupsi masih terpapar di area puncak. Area landaan aliran lahar hujan mengikuti aliran-aliran sungai yang berhulu di Gunung Agung.

Magma VAR yang dibuat tiap 6 jam secara berkala ini sangat dinanti warga yang aktif memantau sejak dinyatakan erupsi tahun lalu ini. Disebar di grup-grup komunikasi seperti wartawan dan jaringan desa siaga atau Pasebaya Gunung Agung.

baca : Merintis Pengelolaan Ekosistem Gunung dan Laut Pasca Letusan Gunung Agung. Seperti Apa?

 

Beberapa jam setelah meletus pada Senin malam (02/07/2018), foto CCTV memperlihatkan titik api mengecil di kawasan puncak Gunung Agung, Bali. Foto: PVMBG BMKG

 

Sementara data visual seluruh gunung yang sedang aktif di Indonesia dan pembacaannya lebih lengkap ditemukan di website Magma Indonesia.

Termasuk peringatan atau hasil observasi bagi penerbangan (VONA) yang juga menjadi rujukan bagi calon pengguna perjalanan udara dalam kondisi kesiapsiagaan. Di sini ada detail informasi terkait keamanan penerbangan.

Dalam situsnya ini disebutkan Multiplatform Application for Geohazard Mitigation and Assessment in Indonesia (MAGMA Indonesia) adalah aplikasi multiplatform (web & mobile) dalam jaringan berisikan informasi dan rekomendasi kebencanaan geologi terintegrasi (gunungapi, gempabumi, tsunami, dan gerakan tanah) yang disajikan kepada masyarakat secara kuasi-realtime dan interaktif.

Sistem ini dibangun dan dikembangkan secara mandiri oleh PNS Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) sejak tahun 2015 dengan menggunakan teknologi terkini berbasis open-source. MAGMA Indonesia meliputi aplikasi yang digunakan secara internal/pegawai (analisis data dan pelaporan) maupun eksternal/publik (informasi dan rekomendasi). Prinsip utama MAGMA Indonesia adalah mengubah data menjadi informasi dan rekomendasi yang mudah dipahami oleh masyarakat umum.

baca : Pengungsi Menambang Material Erupsi Gunung Agung

 

Tampak depan situs Magma Indonesia dari BMKG yang paling banyak menampilkan analisis terbaru soal aktivitas gunungapi di seluruh Indonesia. Foto: situs Magma Indonesia

 

Devy Kamil Syahbana, pengelola sistem ini adalah salah satu narasumber utama yang bisa menjelaskan dengan gamblang. Wartawan kerap menemuinya di Pos Pemantauan Gunungapi Agung di Rendang, Karangasem.

Informasi warga yang tidak panik juga bermanfaat. Misalnya Made Selamat yang rutin mengabarkan. Dua jam setelah letusan bola api yang membakar setengah lereng gunung menyampaikan hanya terlihat hutan gunung agung yg terbakar tidak ada lahar yang meleleh.

“Kalau dilihat warga makin siaga. Tidak ada kepanikan beda dengan sebelumnya. Di jalan terlihat ramai lalu lalang kendaraan tapi tidak sampai ada kemacetan,” urai Selamat.

Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merangkum informasi dalam siaran pers yang juga disebar lewat jaringan komunikasi online dan akun twitternya @Sutopo_PN.

Dalam peristiwa ini, ia memaparkan Senin (2/7/2018) dari pagi hingga sore hari, Gunung Agung mengalami beberapa kali erupsi kecil dengan tinggi abu vulkanik sekitar 1.000 meter hingga 2.000 meter. Pada Senin malam tiba- tiba masyarakat sekitar Gunung Agung dikejutkan letusan disertai dengan suara ledakan keras disertai dengan lontaran batu pijar.

Relawan Pasebaya melaporkan bahwa lontaran lava pijar dari puncak Gunung Agung ke lereng bagian timur hingga timur laut ke daerah Culik dan Dukuh di Kabupaten Karangasem. Selain itu juga mengarah ke bagian barat dan selatan. Akibatnya hutan di puncak kawah terbakar cukup luas.

Masyarakat sekitarnya langsung melakukan evakuasi mandiri. Turun ke desa-desa yang aman. Status Gunung Agung tetap Siaga (level 3) dengan radius berbahaya 4 km dari puncak kawah.

Pantauan satelit Himawari BMKG menunjukkan bahwa sebaran abu vulkanik dominan mengarah ke barat. Hingga saat ini Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai di Denpasar Bali masih beroperasi normal. Demikian pula bandara di Banyuwangi, Jember dan Lombok.

Citra Satelit Himawari juga rutin disebarkan dari pembacaan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang memperlihatkan pergerakan debu vulkanik. Dalam peristiwa letusan batu pijar ini dalam enam jam, pergerakan debu vulkanik Gunung Agung dengan cepat sudah melewati daratan Jawa Timur karena angin ke arah Barat-Barat Daya.

Masyarakat dihimbau untuk tetap tenang. Jangan terpancing pada isu-isu yang menyesatkan. “Gunakan semua informasi terkait kegunungapian dari PVMBG sebagai lembaga yang resmi. Gunung Agung telah dipasang berbagai peralatan sistem peringatan dini yang lengkap dan terus beroperasi dengan baik,” sebutnya.

Evakuasi dilakukan dengan tetap tertib. Masyarakat yang melakukan evakuasi dihimbau tidak keluar dari wilayah Kabupaten Karangasem tetapi cukup berada di daerah Kawasan Rawan Bencana (KRB) II agar memudahkan penanganan pengungsi.

 

Exit mobile version