Mongabay.co.id

Kasus Kebakaran Kebun Sawit Triomas, Begini Kata Saksi Ahli

Kebakaran hutan dan lahan tahun 2015, menunjukkan salah satu bukti tata kelola alam yang belum baik. Foto: Sapariah Saturi

 

Februari hingga Maret 2014, lahan perusahaan sawit, PT Triomas Forestry Development Indonesia (Triomas) di Siak, Riau, terbakar seluas 400 hektar dari 6.335,036 hektar luas hak guna bangunan. Kebakaran terjadi beberapa blok di divisi I, IV dan V. Kasus ini sudah masuk persidangan sejak Februari lalu di Pengadilan Negeri Siak, Riau. Saksi-saksi termasuk para ahli sudah dihadirkan, tak lama lagi jaksa tentukan tuntutan.

Baca juga: Kebun Terbakar, Perusahaan Sawit Triomas, Terjerat UU Lingkungan Hidup

Sumardi, ahli kebakaran dari Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, mengatakan, kebakaran mulai dari blok C14 divisi IV berada di tengah kebun perusahaan.

Analisa Sumardi berdasarkan data pemakaian alat berat perusahaan ketika pemadaman pada 4 Februari 2014 di blok C14, lalu merembet ke blok lain.

Keseluruhan lahan terbakar di kebun Triomas, pada blok C0, C2, C6, C7A, C7B dan B8 untuk divisi I. Divisi IV kebakaran terjadi di blok C14 sampai blok C17 dan blok D15 sampai blok D21. Sedangkan divisi V, kebakaran terjadi di blok E17 sampai blok E18 serta blok F16 sampai blok F17.

Berbeda pandangan dengan Mahmud Arifin Raimadoya, ahli penginderaan jarak jauh dari Institut Pertanian Bogor yang dihadirkan penasihat hukum terdakwa. Dia bilang, api justru berasal dari lahan sagu masyarakat yang berbatasan dengan blok Co divisi I. “Dari situ api menjalar ke divisi IV sampai divisi V.”

Raimadoya melihat hasil rekaman data titik api (hotpsot) dari satelit NOAA pada 12 dan 27 Februari 2014. Saat itu,  titik panas justru banyak muncul di lahan masyarakat. Dia yakin ketika melihat bekas terbakar lebih luas di lahan masyarakat dibandingkan blok kebun Triomas.

“Bagaimana dengan hotspot pada 4 Februari, karena terbakarnya mulai saat itu?” tanya Herlina, Jaksa Penuntut Umum.

“Dalam dakwaan memang disebutkan tanggal segitu ada kebakaran. Tapi tak ada data hotspot-nya,” jawab Raimadoya.

Aristya Anditama, ahli dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Pekanbaru yang dihadirkan JPU, mengatakan, terdapat 57 titik panas pada Februari dan naik jadi 69 titik Maret di Siak. Data itu diperoleh dari satelit Terra dan Aqua.

Sunardi, pejabat pengawas lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang bertugas di Posko Karhutla Lanud Roesmin Nurjadin waktu itu, meng-overlay titik api yang terpantau pada peta Riau. Hasilnya, sebagian titik api berada di kebun Triomas.

Dua tahun pasca kebakaran, penyidik lingkungan hidup juga memberikan empat titik koordinat kepada Ardesianto, Kasi Perencanaan Tata Hutan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Riau kala itu buat plotting. Hasilnya juga menyatakan, titik koordinat kebakaran dalam areal pelepasan kawasan kepada Triomas.

“Itu belum semua titik koordinat yang diberikan pada saya,” kata Ardesianto.

Ardesianto kenal dengan Triomas karena perusahaan ini mengajukan izin pelepasan kawasan hutan pada 1999, saat dia jadi Kasi Pemetaan dan Inventarisasi Hutan Dishut Riau. Dalam perkara ini dia diminta jadi ahli.

Beberapa saksi lain mengatakan api dari lahan sagu masyarakat. Seperti Adnan Muslim, asisten divisi IV dan V tetapi informasi dari mandornya lewat telepon seluler.

Waktu itu, Adnan sudah pulang dan datang lagi bersama anggota membantu padamkan api dimulai dari blok C14.

Hengki, juga karyawan Triomas, menyebut,  asal api dari lahan sagu milik Atui. Hengki juga dapat informasi dari orang lain yakni, Yudi, kepala dusun setempat. Hengki lalu membawa rombongan sekitar 30 orang bantu padamkan api.

Hanya saja, waktu kejadian, Hengki belum jadi karyawan perusahaan. Dia ketua RT dan mengatakan, Atui bukan warganya. “Dia orang Selat Panjang.”

Dua karyawan Triomas lain, Edi dan Frans,  sama-sama mengatakan asal mula api dari lahan sagu masyarakat. Sama dengan Hengki, waktu kebakaran, Edi belum jadi karyawan perusahaan. Informasi lahan pernah terbakar dari karyawan lain.

 

Supendi, Direktur Triomas. Foto: Suryadi/ Mongbay Indonesia

 

Begitu juga Frans. Dia tahu lahan terbakar hanya dari laporan dan tak pernah turun ke lapangan. Tanggung jawab Frans hanya menyetujui rencana kerja dan kebutuhan operasional perusahaan.

Saksi lain yang mengatakan asal api dari lahan sagu masyarakat datang dari Deko Subrata, personil polisi dari Polsek Sungai Apit. Deko diberitahu atasannya pada 5 Februari malam dan baru ke lokasi keesokan hari.

Deko datang bersama personil polisi lain menggunakan sampan langsung menuju lahan sagu masyarakat bersama karyawan perusahaan. Bersama Bhabinkamtibmas, masyarakat peduli api, warga setempat dan karyawan perusahaan mereka berjibaku padamkan api lebih kurang tujuh hari.

“Kami sampai ke lokasi, kebun sudah terbakar,” ucap Deko.

Keterangan Muhammad Hidayatuddin, PPNS Lingkungan Hidup mengatakan, kebun Triomas yang terbakar, sebagian dalam proses pembukaan lahan (land clearing). Sebagian sudah ditanami sawit usia tiga tahun tetapi tidak sehat.  “Di beberapa blok sedang pembuatan jalan.”

Secara rinci Hidayatuddin menjelaskan, blok E17 yang terbakar sempat ditanami sawit berusia tiga tahun namun tak sehat. Blok F16 dan F17 terdapat bekas tegakan kayu dan tanaman sawit yang tidak sehat. Waktu kedatangan Hidayatuddin kedua, bekas tegakan kayu di blok F17 telah dipotong-potong.

Selanjutnya, Hidayatuddin meninjau blok C0, C6, C7, C7A, C7B yang berbatasan dengan lahan masyarakat. Blok ini terbakar. Tumpukan kayu di dalamnya juga terbakar.

Pengamatan Hidayatuddin pindah ke blok C14 sampai blok C17 yang dalam tahap pembukaan lahan. Blok ini terbakar. Blok C14 sampai blok C22 dan blok D15 sampai blok D22 merupakan rencana tanam tahun 2014.

Hidayatuddin dua kali ke kebun Triomas mengamati lahan terbakar. Menurut penasihat hukum terdakwa, Hidayatuddin telah menyalahi tugas. Dia ke lokasi setelah melewati waktu yang ditugaskan.

Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) pernah audit penilaian tak patuh pada Triomas, enam bulan pasca kebakaran. Audit ini guna menilai kepatuhan perusahaan dalam mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan dan lahan.

Turyawan Hadi, tim UKP4, mengatakan, Triomas tidak punya peralatan pencegah dan pemadaman api sesuai standar minimal.

“Tidak punya menara pemantau api. Tidak menjaga ketersediaan air dalam kanal. Kanal tidak terawat dan berlumut. Hanya melaksanakan satu kali pelatihan pemadaman kebakaran bagi karyawan,” katanya.

Sidir, Karyawan Triomas, mengaku, kebun Sungai Metas yang terbakar memang tak memiliki menara pemantau api dan papan informasi larangan membakar lahan. Namun, katanya, sarana dan prasarana perusahaan sudah lengkap.

“Untuk pelatihan pemadaman kebakaran, anggota saya pernah mengikuti di Pekanbaru. Setelah pulang saya minta mereka praktikkan.”

Adnan Muslim, juga mengaku air dalam kanal kurang. Hengki, bahkan bikin sumur buatan untuk dapatkan air.

Selain Turyawan Hadi, tim UKP4 lain yang menyebut Triomas tidak patuh adalah, Agus Hartono. Dia Kasi Dampak Perubahan Iklim Kementerian Pertanian. “Mereka punya SOP (standard operating procedure) tapi tidak dijalankan dengan maksimal. Hasil pengecekan kami, sarana dan prasarana tidak dipenuhi semua.”

Agus Hartono juga beri penilian tak patuh pada Pemerintah Siak karena, tak mengawasi perusahaan yang ada di wilayah mereka.

Saiful Amar, Kepala Bidang Pengawasan Badan Lingkungan Hidup Siak mengakui. Sejak 2013-2016, dia baru tahu Triomas setelah diperiksa penyidik pada 2016. Ternyata, sejak memiliki dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) pada 2006, Triomas tak pernah melaporkan perkembangan kegiatan.

“Seharusnya tiap tiga atau enam bulan sekali mereka wajib beri laporan,” kata Saiful.

Junaidi, penasihat hukum terdakwa tetap keberatan dengan keterangan tim UKP4. Lembaga ini, kata Junaidi, bukan penegak hukum, hanya sebatas rekomendasi dan telah dibubarkan.

 

Sawit. Ekspansi sawit terus terjadi, hingga menciptakan beragam masalah dari deforestasi, konflik lahan sampai kebakaran, seperti yang didakwakan kepada PT TFDI di Riau. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

Kebakaran lahan Triomas di Kebun Sungai Metas menyebabkan kerusakan tanah gambut, sebagaimana keterangan Azwar Maas, ahli gambut dari Universitas Gadjah Mada.

Hasil analisa uji laboratorium terhadap sampel yang dia ambil di lahan bekas terbakar, menunjukkan ada perbedaan nilai Ph tanah pada permukaan dan lapisan bawah tanah.

“Kebakaran juga merusak ekosistem. Menghilangkan segala jenis flora dan fauna yang hidup di sekitar lahan,” kata Azwar. Dia ambil sampel pada November 2014.

Dua ahli dari Institut Pertanian Bogor yang dihadirkan penasihat hukum membantah keterangan Azwar. Basuki Sumawinata, ahli gambut dan budidaya sawit menyebut, tak ada kerusakan lahan bekas terbakar.

Saat datang ke kebun, dia melihat lahan ditumbuhi tanaman hijau seperti paku-pakuan dan sawit juga kembali tumbuh. Bahkan, dia sulit mengidentifikasi lahan bekas terbakar karena sudah tertutup tanaman.

“Lahan dikatakan rusak apabila tak dapat berfungsi. Nyatanya, tanaman masih tumbuh,” ujar Basuki.

Basuki juga mengambil sampel di beberapa titik. Hasil uji laboratorium menunjukkan tak ada perbedaan nilai tanah baik dari sifat fisik, kimia maupun biologi. Katanya, kalau pun ada selisih ‘0’ koma, itu dianggap tak ada perbedaan.

Dia ambil sampel 25-27 November 2015 atau lebih kurang satu setengah tahun pasca kebakaran.

Gunawan Djajakirana yang datang ke kebun Triomas bersama Basuki Sumawinata juga sependapat.

“Benar terjadi kebakaran. Tapi lahan kembali pulih. Bahkan saya tenggelam karena rumput sudah tinggi. Intinya tak ada kerusakan ekosistem,” Gunawan berdalih.

Sementara, dua ahli pidana lingkungan dan pidana korporasi dari Universitas Sumatera Utara, Tan Kamello dan Alvi Syahrin, mengatakan, korporasi dan pengurus sama-sama dapat diminta pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukan. “Selain pidana denda, korporasi juga dapat dikenakan pidana tambahan,” kata keduanya.

“Kami juga akan hadirkan ahli pidana, yang mulia. Tapi kalau sidang berikutnya tak hadir, langsung periksa terdakwa saja,” kata penasihat hukum.

“Kalau pun hadir, terdakwa juga kita periksa saja setelahnya,” jawab Lia Yuwannita, Ketua Majelis Hakim sebelum menutup sidang, 2 Juli.

Pemeriksaan saksi segera berakhir. Bila melihat dakwaan JPU, Triomas didakwa Pasal 98 dengan unsur sengaja atau Pasal 99 karena unsur kelalaian, UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

 

Keterangan foto utama: ilustrasi kebakaran hutan dan lahan. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version