Mongabay.co.id

Belasan Orangutan Mati di Sekitar Tanjung Puting Penanganan Tak Jelas, Ada Apa?

Orangutan terbunuh di kanal perkebunan sawit PT Wana Sawit Subur Lestari (WSSL) II di Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah,  Minggu (1/7/2018), menambah panjang jejeran kasus kematian orangutan di sekitar Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP). Setidaknya, sudah 14 kasus orangutan mati sejak 2011 dengan penanganan tak jelas alias tak ada proses hukum.

Baca juga: Banyak Peluru Bersarang, Orangutan Ini Mati Mengenaskan di Kebun Sawit

Ramadhani Manajer Perlindungan Habitat, Centre for Orangutan Protection (COP) Yogyakarta, dalam siaran pers, Kamis (5/7/18) mengatakan, dari 14 temuan orangutan mati itu tak ada satupun diungkap tuntas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“Ini catatan buruk yang perlu dievaluasi KLHK,” katanya.

Penanganan pembunuhan orangutan tak tuntas, katanya, menyebabkan pelaku merasa tak ada hukum hingga kasus terus terulang.

“Kewibawaan KLHK dipertaruhkan dalam kasus ini. Ini momentum pembuktian jika KLHK ada di negara ini,” ucap Ramadhani.

Menurut catatan COP, dari 14 kasus itu, pertama, ditemukan di PT Sarana Titian Permata, Seruyan, Agustus 2011. Saat itu ada tiga tengkorak orangutan berserakan dalam satu titik lokasi. “Kasus terlapor di BKSDA Kalteng dan tidak berlanjut,” katanya.

Pada Maret 2013, tim COP dan Friends of National Park Foundation menemukan dua tengkorak orangutan di perkebunan sawit PT Bumi Langger Perdanatrada (BLP), konsesi di Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, tak jauh dari TNTP. Kasus ini tidak terlapor.

Pada Agustus 2013, FNPF kembali mendapati empat kerangka tulang belulang orangutan di konsesi BLP dan PT Andalan Sukses Makmur. Menurut Ramadhani, barang bukti diamankan BKSDA Kalimantan Tengah.

Kemudian September 2015, ditemukan empat bangkai orangutan di konsesi PT WSSL II. “Pada titik pertama dan kedua, dua bangkai tinggal tengkorak dan tulang-belulang. Di lokasi ketiga, bangkai orangutan masih utuh dibungkus terpal biru. Sedangkan bangkai terakhir tinggal bulu dan tulang.”

Kasus terakhir, juga di WSSL II yang terungkap Minggu (1/7/18). Dalam kasus ini, yang mati itu orangutan liar yang pernah ditranslokasi dari WSSL II pada 23 September 2014. Dari microchip ID, orangutan jantan berumur 20 tahun itu bernama Baen.

 

Pemeriksaan barang bukti tulang-belulan orangutan dari PT STP III, Kabupaten Seruyan, oleh SPORC Kalteng, Desember 2011. Foto: COP

 

Hasil nekropsi dan pemeriksaan X-Ray, Baen menderika luka-luka, dan ada tujuh peluru senapan angin bersarang di tubuhnya.

Ramadhani kepada Mongabay mengatakan, saat ini terpenting keseriusan penegakan hukum. “Enggak penting sekarang sosialisasi. Penegakan hukum saja. Pendapat kami bagaimana teman-teman Gakkum (Balai Pengamanan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Kehutanan/ BPPHLHK) dan kepolisian mengungkap kasus ini,” katanya.

“Kalau sosialisasi enggak kurang-kurang. Itu sudah kewajiban perusahaan. Jadi penegakan hukum saja.”

Dia bilang, kondisi lahan kebun sawit juga harus ditelusuri, misal, soal ketebalan gambut. “Apakah dalam atau tidak. Kalau dalam,  mereka sudah double masalah,”  kata Ramadhani.

Kapolsek Hanau, Ipda Prio Amboro, hanya mengonfirmasi singkat, bahwa kasus ini masih dalam penyelidikan.

Senada dikatakan Irmansyah, Kepala Seksi I BPPHLHK Kalimantan. Dia mengatakan, tim lapangan belum kembali dan tak bisa dihubungi.

“Saya belum bisa kasih tanggapan. Yang jelas proses lidik kasus ini terus dilakukan, tentunya memerlukan dukungan semua pihak guna mengungkap siapa pelaku, dan diproses segera,” katanya, Kamis (5/7/18).

Dalam proses lidik ini, katanya, akan terlihat pola kasus dan motif. “Apakah individu, kelompok bahkan ada keterlibatan korporasi,” katanya seraya bilang masih gunakan azas praduga tak bersalah.

 

 

Evakuasi bangkai orangutan jantan dewasa, bernama Baen yang ditemukan di perkebunan sawit PT Wana Sawit Subur Lestari (WSSL) II, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah. Foto: OFI Pangkalan Bun

 

 

Exit mobile version