Mongabay.co.id

Panel Surya untuk Warga Temon

Instalasi panel surya buat warga Temon, Kulon Progo. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

Sebuah video mempertontonkan seorang bocah tengah melantunkan azan. Suara lantang diteruskan ke pengeras suara dan berujung di corong masjid. Azan dengan pengeras suara itu bisa berkumandang dengan listrik tenaga surya.

Ia berlokasi di Masjid Al Hidayah, Desa Palihan, Kecamatan Temon, Kulon Progo, Yogyakarta. Sebagian warga Palihan adalah petani yang menolak tanah jadi bandara New Yogyakarta Internasional Airport (NYIA).

“Perangkatnya dipinjamkan ikhlas oleh Walhi ke masjid. Kalau rusak tak diminta mengganti,” kata Halik Sandera, Direktur Walhi Yogyakarta, saat membuka pameran, yang sengaja dalam keremangan senja, beberapa waktu lalu.

 

Kampanye energi bersih

Video itu jadi salah satu karya yang ditampilkan dalam pameran bertajuk energi yang berlangsung 10 Juni-10 Juli, di ruang pamer Ecolab, Walhi Yogyakarta. Beberapa karya fotografi, multimedia, instalasi, dan mural menghias dinding ruang pamer bagian dalam. Di luar ruangan, ada panel surya terpasang di jalan ke pintu masuk.

Baca juga: Kala Warga Terus Bertahan, Tak Rela Lahan jadi Bandara Baru Yogyakarta (Bagian 2)

Halik bilang, pameran ini bagian dari kampanye energi bersih Walhi. Khusus, mendorong penghentian penggunaan batubara untuk energi di Indonesia.

“Faktanya,  banyak masalah, mulai dari pertambangan, pembangkit listrik, baik di Jawa dan pulau lain.”

Yogyakarta, katanya, adalah kota pengguna energi alias akan mati tanpa pasokan energi. Padahal,  perkembangan kota luar biasa cepat, dibarengi pembangunan lain sangat tergantung jaringan listrik Jawa-Bali.

Ironisnya, seperti dikutip dari data tersaji di pameran, 58% kapasitas pembangkit listrik untuk perusahaan negara dan swasta dari PLTU batubara.

“Kita tahu lima tahun terakhir, pembangunan di Jogja sangat massif. Pasti akan gunakan energi sangat luar biasa,” katanya.

Pameran menghadirkan karya perupa Anang Saptono, Angki Purbandono, Akiq AW, Deon Manunggal, Tampan Destawan. Juga karya dari Lifepatch danVideo Report Jogja.

Sebelum pameran dibuka, beberapa lampu utama di Kantor Walhi Yogyakarta dan ruang pamer Ecolab sengaja dimatikan. Nyaris tidak ada cahaya. Pun langit senja mulai menggelap.

“Ini sengaja kami matikan, supaya kita bisa merasa sedikit situasi di Temon, Kulon Progo. Namun masih ada beberapa cahaya yang kita nyalakan dengan panel surya,” kata Anang Saptono, perupa.

 

Karya instalasi sumber listrik dari semangka dan jeruk nipis. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

Sejak November tahun lalu, PLN memutus aliran listrik ke rumah-rumah warga Temon. Keputusan sepihak itu adalah upaya simbolis pengosongan paksa rumah terdampak pembangunan bandara. Dengan pemutusan aliran listrik diharapkan warga lalu meninggalkan tempat tinggal mereka.

Ombudsman Indonesia Perwakilan Yogyakarta sebelumnya menilai perbuatan PLN memutus jaringan listrik rumah terdampak pembangunan bandara tanpa pemberitahuan. Pemutusan aliran listrik PLN kepada warga penolak pembangunan bandara dianggap menyalahi prosedur atau maladministrasi.

Warga yang bertahan terpaksa memilih menggunakan penerangan genset, atau tanpa penerangan sama sekali.

Pameran ini, katanya, juga pembukaan ruang pamer yang disepakati bernama Ecolab Walhi Jogja. Bersama Akiq AW, mereka diminta menata ruangan yang ada untuk berbagai kegiatan.

“Kategori karya terbagi dua, pertama, khusus dikaitkan dengan tujuan awal donasi 50 panel.”

Panel-panel surya itu sebelumnya milik Walhi Jawa Barat, yang dihibahkan ke Walhi Yogyakarta. Selanjutnya, kedatangan panel ini memantik kegiatan dalam ruang kelas, atau workshop perakitan panel surya.

“Kami masih mencari donasi tambahan, untuk melengkapi rangkaian set ini. Kami masih mencari aki, serangkaian lampu, dan konsol.”

Di dalam ruang pamer ada mural yang menggambarkan modul yang akan dikerjakan di kelas. Ada empat kelas, yaitu kelas merakit lampu, konsol, aki, dan panel.

Kedua, pameran ilustrasi pemanfaatan energi terbarukan lewat fotografi dan instalasi. Di dalam ruang pamer juga terdapat kotak kaca berisi perangkat elektronik sehari-hari bertenaga surya, seperti pengisi daya, kalkulator, senter.

“Kami undang siapa saja untuk menyumbang sample perangkat atau penggunaan energi surya di masyarakat. Di sana ada barang-barang yang familiar kita pakai dalam kehidupan segari-hari. Kalau ada koleksi lain silakan ditambahkan.”

Ada pula karya dari neon box untuk mensimulasikan hasil dari panel surya rakitan.

Bagi Walhi, kata Halik, memperkuat kesadaran masyarakat dan pemerintah menyediakan energi bersih dan berkelanjutan mutlak dilakukan. Pemerintah, katanya,  perlu didesak meninggalkan energi kotor, alias energi yang merugikan lingkungan dan sosial.

 

Spanduk protes menolak bandara di Palinan, Kulon Progo. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia
Exit mobile version