Mongabay.co.id

Memaknai Kuda, Memaknai Kehidupan Masyarakat Sumba. Seperti Apa?

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman faunanya. Diperkirakan ada sekitar 350.000 jenis hewan, yang terdiri atas kurang lebih 250.000 serangga (sekitar 20% dari jenis serangga di dunia), 2.500 jenis ikan, 1.300 jenis burung, 2.000 jenis reptilia (25% dari jenis reptil di dunia), 1.000 jenis amphibia dan 800 jenis mamalia serta sisanya merupakan hewan invertebrata lainnya. Dan termasuk di dalamnya adalah kuda.

Ada banyak jenis kuda di Indonesia, antara lain kuda Makasar, kuda Gorontalo dan Minahasa, kuda Sumba, kuda Sumbawa, kuda Bima, kuda Flores, kuda Sabu, kuda Roti (kuda Kori), kuda Timor, kuda Sumatra, kuda Jawa, kuda Bali dan Lombok, kuda Kuningan.

Dan dari sekian banyak jenis kuda itu, ada satu jenis kuda yang sampai sekarang sangat melekat dalam nadi kehidupan dan budaya masyarakatnya, yaitu kuda Sumba.

baca : Inilah Penampakan Kuda Paling Indah di Dunia..

 

Kuda bagi masyarakat Sumba, tidak hanya sebagai sarana transportasi, tetapi juga berperan penting dalam kehidupan dan budaya, seperti sebagai mas kawin dan bagian dari acara adat Pasola. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Di Sumba, Nusa Tenggara Timur, tidak ada kuda yang diberi nama, ini karena kuda dipandang hampir sejajar dengan arwah nenek moyang. Bagi masyarakat Sumba, ndara, nama setempat untuk kuda, bukan sekadar tunggangan. Kuda adalah kendaraan hidup yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan pribadi orang Sumba.

Kuda Sumba adalah berjenis kuda sandel wood atau sandel-hout, yang sebetulnya adalah Kuda Sandelwood Pony. Konon hewan ini memiliki moyang kuda arab yang disilangkan dengan kuda poni lokal (grading up) untuk memperbaiki penampilannya. Nama sandelwood sendiri dikaitkan dengan cendana yang pada masa lampau merupakan komoditas ekspor dari Pulau Sumba dan pulau-pulau Nusa Tenggara lainnya.

Kuda sandelwod mempunyai ciri-ciri tinggi 110-130 cm, bentuk tubuh yang cukup serasi, tubuh bagian tengah agak pendek, dada cukup besar dan dalam, telinga agak kecil, suri dan kumba agak tebal, dan tipe kuda penarik ringan.

 

Kuda Sumba (sandelwood horse) merupakan salah satu jenis kuda terbaik di Indonesia. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Saking berartinya kuda bagi masyarakat Sumba, selain sebagai alat bantu transportasi, kuda juga digunakan sebagai syarat mas kawin pernikahan adat Sumba. Kuda juga memainkan unsur paling penting bagi budaya sumba yang sudah terkenal ke seluruh dunia, yaitu Pasola.

Setiap akhir Februari sampai Maret, merupakan momen yang sangat dinantikan masyarakat Sumba dan para wisatawan. Karena di rentang waktu itu, adat budaya Pasola diadakan di beberapa desa. Diantaranya adalah Desa Lamboya dan Wanokaka.

Pasola berasal dari kata sola atau hola, yang berarti sejenis lembing kayu yang dipakai untuk saling melempar dari atas kuda yang sedang dipacu kencang oleh dua kelompok yang berlawanan. Tetapi menurut cerita rakyat Sumba, Pasola berawal dari seorang janda cantik bernama Rabu Kaba di Kampung Waiwuang.

baca : Foto : Wanita-Wanita Tangguh Pejuang Tenun Ikat Sumba

 

Kuda menjadi bagian tak terpisahkan dari acara adat Pasola di Sumba, NTT. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Kuda menjadi bagian tak terpisahkan dari acara adat Pasola di Sumba, NTT. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Rabu Kaba ini mempunyai seorang suami yang bernama Umbu Amahu, salah satu pemimpin di kampung Waiwuang. Selain Umbu Amahu, ada dua orang pemimpin lainnya yang bernama Ngongo Tau Masusu dan Bayang Amahu. Suatu saat, ketiga pemimpin ini memberitahu warganya bahwa mereka akan melaut. Tapi, mereka pergi ke selatan pantai Sumba Barat untuk mengambil padi.

Warga menanti kepulangan tiga orang pemimpin tersebut dalam waktu yang lama. Warga pun menyangka ketiga pemimpin mereka telah meninggal dunia, sehingga mengadakan perkabungan. Dalam kedukaan itu, Rabu Kaba terjerat asmara dengan Teda Gaiparona yang berasal dari Kampung Kodi. Namun keluarga dari Rabu Kaba dan Teda Gaiparona tidak menyetujui perkawinan mereka, sehingga mereka mengadakan kawin lari.

Teda Gaiparona membawa janda tersebut ke kampung halamannya. Beberapa waktu berselang, ketiga pemimpin warga Waiwuang yang dianggap meninggal, muncul kembali. Umbu Amahu mencari isterinya yang telah dibawa oleh Teda Gaiparono.

 

Kuda bagi masyarakat Sumba, tidak hanya sebagai sarana transportasi, tetapi juga berperan penting dalam kehidupan dan budaya, seperti sebagai mas kawin dan bagian dari acara adat Pasola. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Bagi masyarakat Sumba, NTT, kuda dianggap sebagai anggota keluarga, sehingga dikandangkan di bawah rumah inti. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Walaupun berhasil ditemukan warga Waiwuang, Rabu Kaba yang telah memendam asmara dengan Teda Gaiparona tidak ingin kembali. Kemudian Rabu Kaba meminta pertanggungjawaban Teda Gaiparona untuk mengganti belis yang diterima dari keluarga Umbu Dulla.

Belis merupakan banyaknya nilai penghargaan pihak pengambil isteri kepada calon isterinya, seperti pemberian kuda, sapi, kerbau, dan barang-barang berharga lainnya. Dan Pasola merupakan salah satu prosesi yang ada dalam upacara memperingati kejadian ini.

 

Sehari sebelum perayaan acara adat Pasola di Sumba, NTT, kuda secara khusus dibawa ke pantai untuk dimandikan dan didoakan. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Sehari sebelum perayaan acara adat Pasola di Sumba, NTT, kuda secara khusus dibawa ke pantai untuk dimandikan dan didoakan. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Ringkikan kuda, teriakan para pejuang Pasola, dan jeritan para penonton,serta iringan musik, membuat suasana Pasola menjadi seru dan menegangkan. Pada jaman dahulu, selain adat yang diwariskan secara turun menurun, Pasola juga dijadikan simbol kegagahan dan keunggulan.

Para pemenang Pasola, akan menjadi bahan pembicaraan masyarakat hampir setiap waktu, sampai pada musim Pasola tahun berikutnya. Pada masa lalu, lembing Pasola ditajamkan sedemikian rupa, sehinggga bisa dengan cepat melumpuhkan rivalnya. Tetapi pada masa sekarang, lembing yang digunakan untuk pasola berujung tumpul.

Kuda juga dianggap sebagai anggota keluarga dalam masyarakat sumba. Dikandangkan di bawah rumah inti, dimandikan, diberi makanan yang baik, dan dijadikan simbol harga diri dan kebanggaan. Bahkan sehari sebelum perayaan Pasola berlangsung, kuda secara khusus dibawa ke pantai untuk dimandikan dan didoakan.

Dunia pun sudah menganggap perayaan Pasola sebagai salah satu destinasi wisata yang wajib diagendakan setiap tahunnya.

 

 

Exit mobile version