Mongabay.co.id

BPN Wajib Buka Data HGU Perusahaan Sawit di Papua

Sawit. Ekspansi sawit terus terjadi, hingga menciptakan beragam masalah dari deforestasi, konflik lahan sampai kebakaran, seperti yang didakwakan kepada PT TFDI di Riau. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua menang gugatan informasi atas Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Papua soal informasi hak guna usaha (HGU) 31 perusahaan sawit yang beroperasi di provinsi itu.

Dengan putusan yang ditetapkan 28 Mei 2018 bernomor 004/III/KI-Papua-PS-A/2018 ini, berarti BPN wajib membuka informasi soal perusahaan-perusahaan perkebunan sawit yang menyebar di delapan kabupaten di Papua yaitu Jayapura, Keerom, Merauke, Mappi, Boven Digoel, Sarmi, Nabire, dan Timika.

“Menyatakan informasi yang dimohonkan pemohon berupa dokumen HGU 31 perusahaan perkebunan sawit di Papua sampai 2016-2017 yang memuat rincian informasi sebagai berikut, nama pemegang izin HGU, tempat dan lokasi, luas HGU, jenis komoditi, dan peta areal HGU dilengkapi titik koordinat bersifat terbuka,” begitu tertulis dalam amar putusan.

Baca juga:Mahkamah Agung Putusan Pemerintah Wajib Buka HGU Sawit di Kalimantan

Ceritanya, pada 5 Desember 2017, LBH Papua menyampaikan permohonan informasi kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) BPN Papua. Informasi itu antara lain sertifikat hak tanah atau HGU perusahaan perkebunan sawit di Papua, lampiran peta areal, dokumen syarat kelengkapan permohonan pengajuan hak atas tanah.

Selain itu, dokumen pertimbangan teknis pelepasan kawasan dari hutan negara ke alokasi penggunaan lain, daftar perusahaan perusahan sawit yang berlaku hingga 2016-2017, dan surat keputusan (SK) persetujuan prinsip atau rekomendasi kepala daerah  atas areal yang diusahakan.

Baca juga: KIP Putuskan Data HGU Kebun Sawit di Kalimantan Terbuka buat Publik

Hingga 30 hari setelah putusan, LBH Jayapura tak mendapatkan informasi sesuai putusan KIP. Pada 12 Maret 2018, LBH Papua mengajukan permohonan penyelesaian sengketa informasi ini ke KIP.

“Ini sebenarnya tindak lanjut dari permohonan informasi kita ke Dinas Perkebunan. Dinas Perkebunan mengeluarkan data sekitar 31 perusahaan sawit beroperasi di Papua. Itu dasar kita mengajukan permohonan informasi dokumen HGU perkebunan sawit ke BPN Papua,” kata Mulfizar Syarif dari LBH Papua.

Baca juga: Kala Pengadilan Putuskan HGU Sawit Terbuka buat Publik

LBH juga meminta data sama ke Dinas Perkebunan Papua namun hanya mengeluarkan daftar perusahaan perkebunan sawit, lokasi dan luas izin usaha.

“Sederhana saja. Pemberian HGU itu tanah negara yang diberikan kepada perusahaan. Pengertian kita, sepanjang itu tanah negara, berarti informasi bisa diakses publik. Apalagi konteks Papua kan tanah itu masih hak ulayat, milik masyarakat adat.”

LBH Papua memerlukan informasi HGU untuk keperluan advokasi kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam Papua. Di lapangan, banyak pembukaan perkebunan sawit yang menimbulkan konflik agraria.

BPN Papua beralasan data yang diminta LBH Papua, termasuk informasi yang dikecualikan. BPN Papua menggunakan UU Pelayanan Informasi Publik Nomor 6/2013. UU ini mengatur tentang wewenang dalam menentukan informasi yang dikecualikan.

Alasannya, HGU adalah hak pribadi dari badan hukum pemegang HGU. BPN juga mengacu pada peraturan kepala badan No 3/1997 tentang pendaftaran tanah yang menyebutkan, hanya instansi pemerintah berwenang bisa memohonkan data fisik dan data informasi pertanahan.

Dalam putusan sengketa gugatan, majelis hakim berpendapat, pengecualian terhadap informasi yang dibutuhkan tak berdasar. Yang diminta LBH Papua adalah informasi publik yang terbuka.

Majelis juga menggunakan beberapa putusan sengketa informasi sebelumnya sebagai pertimbangan putusan. Putusan-putusan ini menyebut, HGU bukanlah informasi yang dikecualikan.

 

Pabrik pengolahan buah sawit PT. Rimba Matoa Lestari di Distrik Unurum Guay Kabupaten Jayapura, Papua. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

 

Akan serahkan data?

Melke Mentang, Kuasa Hukum BPN Papua, dihubungi via telepon pada Senin 3 Juli 2018 mengatakan, BPN tak banding atas putusan hakim.

“Tadinya kita tetap mengacu kepada yang dikecualikan sesuai aturan. Ternyata ada pandangan lain majelis komisioner sudah berkekuatan hukum tetap dengan itu jadi dasar,” katanya.

BPN, katanya,  akan memberikan informasi tetapi sesuai poin-poin dalam putusan. “Tidak secara keseluruhan.”

 

 

Jauh dari harapan

Secara umum keterbukaan informasi publik di Papua, masih jauh dari harapan. Pemerintah dinilai belum memiliki komitmen cukup untuk menjalankan UU Keterbukaan Informasi Publik.

“Empat tahun keberadaan KI di Papua, harus kerja berat. Ada beberapa badan publik sudah mulai menuju ke situ, tapi ada juga dinas-dinas yang sampai saat ini bandel, belum siap terbuka,” kata Hans Nelson Paiki, Ketua KIP, juga Ketua Majelis Persidangan Sengketa Informasi LBH dan  BPN Papua.

Saat ini, PPID sudah terbentuk tetapi sebatas surat keputusan dan pejabat. Pemahaman soal keterbukaan informasi publik, katanya, juga masih minim antara lain terkait prosedur dan batas waktu. Banyak kasus di KIP terjadi karena keterlambatan badan publik dalam menyediakan informasi.

Satu sisi, kata Hans, ada peningkatan kesadaran masyarakat soal hak informasi publik dalam dua tahun terakhir terutama dimotori lembaga-lembaga swadaya masyarakat di Papua.

Dikutip dari website Komisi Informasi Pusat, Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Romanus Ndau Lendong mengatakan, Indonesia masih menghadapi persoalan keterbukaan informasi hutan dan lahan.

“Terkadang negara itu miskin bukan kurang makanan, tetapi kurang tegaknya demokrasi. Jika demokrasi ditegakkan akan lebih maju. Kita berharap betul pada kemauan DPR dan pemerintah mewujudkan reformasi dan demokrasi.”

 

 

Keterangan foto utama: Putusan Komisi Informasi Papua memerintahkan BPN menyerahkan informasi 31 perusahaan sawit yang beroperasi di Papua. BPN, melalui kuasa hukum menyatakan akan menyerahkan data sesuai putusan KIP. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

 

 

Exit mobile version